Membaca judul berita di media massa, Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rangka peringatan Hari HAM Se-Dunia 2020 pada Rabu (9/12), yang disiarkan secara virtual oleh akun Youtube Kemitraan Indonesia, Â dalam acara yang digelar oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Kemitraan Partnership di Jakarta, ada 40 ribuan warganet atau netizen yang meberikan tanda jempol ke bawah, dislike (tak suka) rasanya memang tak biasa.
Bagaimana mungkin, Pidato Presiden sampai diberikan dishlike puluhan kali lipat dibandingkan dengan yang memberikan tanda jempol ke atas, like (suka).
Penasaran dengan berita tersebut, sebab saya juga baru dua hari ini menulis artikel agar masyarakat lebih memahami tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan jenis pelanggarannya dengan tujuan agar terhindar dari pelanggaran dan terhindar dari dilanggar HAM, maka saya pun coba kembali menyimak akun Youtube Kemitraan Indonesia tersebut.
Ternyata, saat saya buka akunnya pada Sabtu, 12 Desember 2020 pukul 20.11, sudah ditonton oleh  212 ribu pemirsa, mendapatkan 1,5rb like dan 40rb dislike, serta 16rb komentar.
Bahkan ketika saya telusuri kolom komentar, juga tetap lebih banyak yang tidak respek atas pidato Presiden yang dipandang hanya sekadar seremoni.
Perlu diketahui, khususnya di Indonesia, media sosial (medsos) bernama Youtube adalah satu di antara medsos yang paling populer, sehingga dengan fakta adanya warganet yang puluhan kali lipat tak menyukai pidato Presiden dibandingkan netizan yang suka, maka hal ini benar-benar wajib menjadi perhatian dan refleksi Bapak Jokowi.
Biasanya, hal-hal yang terkait dengan Presiden, maka warganet/netizen akan lebih banyak yang pro kepada Jokowi, namun menyoal hak asasi manusia, ternyata warganet bisa disebut tak respek kepada Jokowi.
Pertanyaannya, apakah yang memberikan acungan jempol ke bawah alis dislike alias tak suka dan memberikan komentar tak mendukung adalah bagian dari influencer dan buzer? Rasanya kali ini jelas bukan, sebab para influenser dan buzer justru dibayar oleh pemerintah untuk menjadi pendukung dan benteng bagi pihak oposisi, Â meski bayaran mereka tetap dari uang rakyat.
Jadi, mustahil influenser dan buzer mengingkari janji dan merugikan kredibilitas Jokowi dengan memberikan acungan jempol ke bawah dan komentar jauh dari mendukung.
Meski fakta ini menjadi hal yang wajib pemerintah membuka diri dan membuka mata hati, karena persoalan HAM di Indonesia memang masih banyak yang terbengkelai, bahkan pelanggaran HAM baru juga tercipta dan dicipta, wargenet memang tetap pesimis, Jokowi dengan pemerintahannya akan serius dan mampu menyelesaikan pelanggaran HAM yang sudah lewat dan pelanggaran HAM yang menurut warganet baru saja terjadi di NKRI.
Lebih dari itu, warganet juga masih terus terngiang atas ungkapan Jokowi yang sudah tersiar di berbagai media massa dan medsos di Indonesia, bahwa di periode kepemimpinannya yang kedua ini, sudah tak ada beban.