Yang pasti, atas semua yang terjadi di NKRI, rakyat tidak pernah tidur. Selalu dapat mendengar, melihat, dan membaca, serta merasakan apa yang kini terus diperbuat secara nyata oleh partai politik "yang merasa menguasai"dan para elite partainya yang menduduki parlemen dan pemerintahan Republik ini.
Bahkan, tanpa rakyat harus mencari tahu dan menyelidiki apa yang sedang terjadi, apa yang kini sedang dilakukan oleh parlemen dan pemerintah, meski banyak dalih ini dan itu, sampai berbuih-buih pun, rakyat paham permainan melayani cukong ini.
Sehingga, seberapa pun keras teriakan rakyat atas suara aspirasi karena penderitaan dan ketidakadilan yang terus  diterima, tak akan pernah digubris dan tak akan pernah didengar. Hanya masuk kuping kiri, ke luar kuping kanan.
Lebih dari itu, karena sangat percaya diri sedang menjadi penguasa, maka mereka pun menguasai seluruh sendi kehidupan di negeri ini.
Dengan enteng, ketua parlemen menyakiti hati rakyat dengan diksi dan kata-katannya. Dengan tanpa beban para anggota dewan yang kata terhormat terus mencari kambing hitam dari persoalan yang diteriaki rakyat.Â
Dengan enteng para pembantu di pemerintahan juga mengatai berbagai pihak dengan caranya. Bahkan ketua partai politik pun sangat enteng mengatai milenial seolah tak ada lagi diksi yang lebih baik.
Kini pun wabah komentator dengan diksi kasar dan memecah belah, serta mengajak konflik terus menghiasi kolom komentar di setiap artikel terutama di media online yang mewartakan ucapan tokoh-tokoh politik, elite partai, tokoh masyarakat, tokoh akademisi dan lainnya, dan terus digoreng menjadi bahan "permusuhan" dan saling "membela" junjungan.
Bila sumbangsing mileniel dipertanyakan, mengapa para senior yang bahkan sudah "uzur" masih tak malu menguasai kursi-kursi tahta yang bahkan cara menjalankannya masih dengan cara-cara "jadul" alias ketinggalan zaman? Sadarkah dunia maya dan digital siapa yang lebih ada di dalamnya dan menghasilkan? Juga hal lainnya? Siapa yang membatasi pergerakan milenial? Bukankah "politik?"
Malah, bukannya memberikan contoh dan teladan, budayanya malah hanya timbulkan konflik, munculkan konflik demi menutupi dan membentengi skenario sandiwara yang sedang mereka mainkan.
Jauh dari amanah. Jauh dari karakter bangsa yang dicitakan. Jauh dari amanah sesuai Pembukaan UUD 1945.
Inilah kisah di NKRI yang pasti akan masih terjadi hingga tahun 2024. Rakyat akan terus menerima dan sekadar menjadi penonton, bukan penuntun dan penentu kehidupannya sendiri di negara berkedaulatan rakyat.