Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demonstran Sampah Demokrasi, Apa Benar Begitu Pak Ngabalin?

14 Oktober 2020   08:48 Diperbarui: 14 Oktober 2020   09:17 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: CNNIndonesia

Komunikasi publik yang buruk dari pemerintah, ternyata terus diulang, dan aktornya berganti-ganti, di tengah rakyat Indonesia dalam kondisi kecewa dan marah. 

Sebelum persoalan UU Cipta Kerja, rakyat juga sudah terus berulang kali dihujani kebijakan dari pemerintah yang tak memihak di tengah penderitaan. Bahkan rakyat pun terus merasakan ketidakadilan dari rezim sekarang ini.

Ada masalah, aspirasi tak didengar maka demonstrasi

Terkait disahkannya UU Cipta Kerja yang sudah diingatkan agar ditunda karena masih banyak hal yang wajib diselaraskan, dikomunikasikan, dan disosialisasikan sebelum disahkan, terlebih sedang dalam kondisi pandemi corona, ternyata karena "mungkin" ada udang di balik batu, maka DPR dan Pemerintah sangat kompak memaksakan kehendaknya dengan mempercepat dan mengesahkannya.

Atas sikapnya ini, bisa jadi, DPR dan Pemerintah memang sengaja mengesahkan di tengah pandemi dan sudah tahu dan paham, pasti akan terjadi demonstrasi.

Karena itu, sejatinya apakah demonstrasi yang sudah pasti akan ada buntutnya rusuh dan anarki ini memang sengaja dijadikan instrumen dan bukti bahwa DPR dan Pemerintah benar-benar memperjuangkan UU Cipta Kerja kepada para "pemesannya?"

Jadi, jangan-jangan demonstrasi justru memang diharapkan terjadi, lalu ada juga sandiwara rusuh dan anarki di dalamnya, dengan melempar batu sembunyi tangan, lalu saling melempar narasi tuduhan. Entahlah. Namun, rasanya, memaksakan pengesahan UU Cipta Kerja yang sudah barang tentu akan menimbulkan kekecewaan dan kemarahan, lalu pasti akan ada demonstrasi. Kemudian dalam demonstrasi dapat diciptakan suasana rusuh dan anarki, sepertinya semua ini bukan hal yang tanpa skenario.

Berikutnya, setelah terjadi demonstrasi dan anarki yang lalu tiba-tiba muncul sebutan "anarko", lalu muncul narasi dari pihak pemerintah menyoal tuduhan yang tak mendidik, muncul ancaman penindakan tegas, mengemuka bantahan dan malah ada lemparan prasangka disinformasi dan hoaks. Dan, terbaru ada yang mengungkap bahwa demonstran itu "sampah".

Secara identifikasi, dari hal-hal yang dilontarkan pemerintah yang sudah terpublikasi di media massa dan viral di media sosial, akibat pengesahan UU Cipta Kerja, kemudian melahirkan demonstrasi plus "pesanan" anarki dan pelakunnya disebut anakro, maka bermain peran pun terjadi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, kompak menuduh ada pihak sebagai sponsor yang mendanai aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh, pada Kamis (8/10) lalu. Anehnya, kedua Menteri ini tidak mau menyebut siapa pihak yang dimaksud. Namun, khusus Prabowo, memang menjadi sorotan lebih karena rakyat tahu siapa dia sebelum ini.

Selanjutnya, Menko Polhukam Mahdfud pun ikut berdiri tegak dengan mengatakan pemerintah akan bersikap tegas dan melakukan proses hukum terhadap semua pelaku dan aktor yang menunggangi atas aksi-aksi anarkis yang sudah berbentuk tindakan kriminal.

Sementara kemunculan Presiden Jokowi yang tak menemui demonstran di Istana Negara, sehari berikutnya melakukan konferensi pers dan menyanggah bahwa apa yang diterima oleh rakyat dan akibatkan demonstrasi karena disinformasi dan hoaks.

Kini, terbaru, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menyebut masyarakat yang tetap menggelar aksi menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19 sebagai sampah demokrasi.

Luar biasa apa yang diungkap oleh Ngabalin dari balik pagar Istana Negara yang bak kerajaan ini.

Bahkan kepada CNNIndonesia.com, Selasa (13/10/2020), lewat sambungan telefon, Ngabalin dengan percaya dirinya sampai mengatakan:

"Dalam masa pandemi, dia kirim orang untuk berdemonstrasi. Di mana logikanya coba. Jangan jadi sampah demokrasi di negeri ini."

Tak berhenti di situ, dalam kepercayaan diri yang cukup tinggi, Ngabalin yang mungkin memang sudah tertutup mata hatinya, karena sedang dalam posisi tidak menjadi rakyat, bahkan mempertanyakan alasan masyarakat datang ke Istana Negara maupun DPR untuk menggelar unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, ada hak konstitusi yang bisa digunakan masyarakat menyatakan keberatan dengan UU tersebut.
Misalnya, kata Ngabalin, masyarakat bisa mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Karena sedang dalam posisi di pihak penguasa, Ngabalin lupa bahwa rakyat tahu siapa MK kini. Meski jelas menempuh jalur ke MK adalah cara legal yang telah diatur di dalam UUD 1945, apakah selama ini Ngabalin lupa.dengan kisah-kisah tentang MK di negeri ini yang sudah dipahami rakyat.

Apakah Ngabalin yang dengan tanpa hati dan pikiran mengatai demonstran adalah sampah demokrasi sadar, bahwa apa yang diperjuangkan para demonstran yang "asli" bukan yang rekayasa dan ditunggangi untuk anarki adalah menyoal aspirasi demi kesejahteraan dan keadilan untuk rakyat dan masa depan Indonesia? 

Sungguh, kali ini Ngabalin benar-benar tak pantas duduk sebagai Staf Presiden, bila ucapannya tak etis, tak sopan, tak berpendidikan, bahkan semakin membikin rakyat anitpati karena tak ada empati dan simpati.

Rakyat akan kembali jadi rakyat

Lihatlah dan camkan apa yang kini dirasakan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan Presiden Indonesia ke-6 seperti saya kutip dari judul artikel di pikiranrakyat.com, Selasa (13/10/2020) dengan judul "Saya Sakit Hati Pak Jokowi, Bapak Suatu Saat Juga Akan Seperti Saya, Kembali ke Masyarakat!"

Bagaimana dengan Airlangga Hartarto, Prabowo yang menuduh, Mahfud MD yang tegas, hingga Ngabalin yang mengatai demonstran sampah demokrasi? Mereka semua bahkan bisa lebih cepat dari Presiden.Jokowi kembali menjadi rakyat seperti SBY karena hanya menjadi pembantu Presiden.

Ayolah, Bapak-Bapak semua yang kini sedang duduk di singgasana pemerintahan, pikirkan dengan kerendahan hati, bahwa Anda-Anda ini rakyat juga yang "kebetulan" sedang diberikan amanah, kepercayaan duduk di pemerintahan untuk mengantar rakyat Indonesia menjadi adil makmur sejahtera.   Bukan malah menuduh, mengancam, dan mengatai rakyat yang berjuang demi nasibnya, namun jalur aspirasi ditutup dan dikunci, bahkan dibungkam!

Seharusnya dinginkan pikiran dan hati rakyat, beri simpati dan empati, bukan sebaliknya malah terus menyakiti dan membenturkan rakyat dengan polisi yang sama-sama rakyat.

Ingat, rakyat akan kembali menjadi rakyat! Jangan sampai saat Anda-Anda kembali jadi rakyat akan diganjar antipati dan tak simpati dari rakyat dan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun