Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Takutlah Menularkan, Bukan Hanya Takut Ketularan dan Memakai Masker yang Standar dan Benar

15 September 2020   23:20 Diperbarui: 15 September 2020   23:52 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemutus mata rantai virus corona adalah diri sendiri, takutlah menjadi penular, bukan sekadar takut ketularan. (Supartono.15092020)

"Maaf mas, mas pakai masker ya?" Mohon saya pada seorang yang akan melayani penjualan kepada saya karena saya membutuhkan sesuatu. "Kalau mas tidak pakai masker, takutnya kalau saya ada gejala corona, nanti mas malah ketularan saya." Tambah saya menjelaskan.

"Oh iya, pak maaf saya lupa." Jawab seseorang tersebut sambil mengambil masker yang memang ada tak jauh dari tempatnya dan langsung mengenakannya.

"Nah, begitu mas. Maaf ya, saya menegur, sebab sekarang masyarakat yang percaya corona ada, lebih banyak yang takut ketularan. Dan, banyak juga yang malah juga tak takut ketularan karena yang dipikirkan, urusan hidup-mati urusan yang Di Atas, jadi terus tidak peduli untuk pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan."

"Iya, pak." Saya sih percaya ada corona, hanya memang saya sering lepas masker." Timpal seseorang itu.

"Mas, yang harus diubah cara dan pola berpikirnya itu, bukan hanya takut ketularan atau tak takut ketularan. Tapi, harusnya takut "menularkan". Sekarang banyak kasus Orang Tanpa Gejala (OTG) yang tanpa sadar dan tanpa tahu bahwa dirinya malah menjadi penular virus corona kepada keluarganya, saudaranya, temannya, tetangganya, sampai masyarakat umum, karena memang kelihatan sehat bugar, tapi tidak pakai masker."

"Wah, yang begitu ngeri, ya Pak?" Timpalnya lagi.

"Kalau begitu, mulai sekarang mas selalu disiplin diri pakai masker, dan ingatkan siapa pun yang mas ketemu dan berinteraksi, tapi dia tidak pakai masker." Lanjut saya.

"Siap, pak. Intinya sekarang kita harus menjaga jangan sampai ketularan dan menjaga jangan sampai menularkan, ya pak? Dia menyimpulkan.

"Mantap. Betul." Jawab saya sambil mengucapkan terima kasih atas pengertian dan pemahamannya dan pelayanannya.

Cuplikan dialog tersebut adalah kisah nyata yang terjadi pada Senin (14/9/2020) di suatu tempat di daerah Depok, siang hari saat saya terpaksa harus ke luar rumah membeli kebutuhan sehari-hari.

Semoga, pengalaman saya dan dia, minimal akan terus dapat disebarkan dari mulut ke mulut baik oleh saya maupun dia sebagai sesama rakyat biasa, demi terus membuat kita semua dan seluruh masyarakat Indonesia menyadari bahwa pemutus mata rantai virus corona terbaik adalah diri kita sendiri yang sadar dan disipilin menjalankan protokol kesehatan di setiap tempat dan waktu.

Dari deskripsi fakta tersebut, kira-kira ada berapa banyak kasus serupa di tanah air? Meski kini beberapa daerah melakukan PSBB dengan berbagai model, di layar kaca mau pun media massa, tak henti disampaikan berita tentang para petugas yang terus menemukan masyarakat yang abai tak memakai masker dan diberikan berbagai tindakan langsung dan hukuman.

Namun, ironisnya pelanggaran masyarakat tak memakai masker tak pernah berhenti, terus diulang dan setiap hari, setiap waktu, ada saja masyarakat yang tertangkap petugas.

Sementara di lingkungan masyarakat yang tidak dilakukan rasia pun lebih parah lagi. Banyak sekali masyarakat yang masih "berseliweran" baik berjalan kaki, mengendarai sepeda, sepeda motor, hingga mobil, juga bebas tak bermasker, termasuk di lingkungan keluarga.

Semua itu terus terjadi dan masyarakat terus abai karena paradigmanya hanya berpikir ketularan atau hidup mati urusan Allah. Tak berpikir bahwa dirinya jangan-jangan OTG yang justru menjadi penular virus corona.

Selain itu, bagi masyarakat yang sudah disiplin memakai masker, ternyata jenis masker yang dipakai masyarakat pun sangat beragam baik model dan bahan pembuatannya.

Namun, hingga saat ini, pemerintah pun tak pernah mencoba mensosialisasikan kembali, masker mana yang paling aman untuk pencegahan virus corona.

Bahkan, dalam setiap tayangan rasia petugas protokol kesehatan di berbagai daerah yang ditayangkan di televisi, saat petugas akhirnya memberikan masker pada masyarakat yang melanggar, jenis maskernya juga berbeda-beda.

Harus ada perhatian dari pemerintah dan kementerian kesehatan, menyoal masker yang paling aman untuk perlindungan virus corona.

Saat saya menegur seseorang seperti deskeripsi dialog di atas, saya juga melihat seseorang ini memakai masker kain yang saya yakin, masker itu sudah berkali-kali dipakai dan sangat riskan menjadi sarang virus karena belum tentu sudah dicuci dan selalu steril.

Jadi, kepada pemerintah pusat/daerah, kementerian kesehatan, mohon diperhatikan menyoal paradigma "takut ketularan dan tak takut ketularan" virus corona karena percaya ada virus corona dan percaya hidup mati takdir Allah.

Namun, wajib digemborkan dan diviralkan secara masif, kepada masyarakat paradigma "takut menularkan" karena bukan mustahil seseorang itu OTG dengan fakta masih terus banyaknya masyarakat yang "bandel" tak memakai masker.

Jangankan ditegur dan dingatkan oleh sesama masyarakat yang justru sering menimbulkan konfilk, ditegur petugas protokol Covid-19 yang resmi saja melawan.

Selain itu, mohon diviralkan dan dimasifkan pula kepada masyarakat, mana jenis masker yang benar dan aman untuk dipakai masyarakat.

Karena kini masker sangat beragam. Bahkan siapa pun dapat memproduksi atau membuat makser yang bisa jadi tanpa kontrol dan pengawasan standar kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun