Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Merapat ke Tepian Banjarmasin

17 Januari 2023   19:11 Diperbarui: 17 Januari 2023   19:17 2572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisatawan pesiar di Sungai Martapura, Banjarmasin. Sumber: dokumentasi pribadi

Objek wisata paling menonjol di sisi ini tidak lain adalah Menara Pandang Banjarmasin. Landmark kota yang baru diresmikan pada tahun 2014 silam. Belum terlalu lama. Dari atas menara ini, pengunjung bisa menikmati lanskap nan cantik dari Sungai Martapura dan kota Banjarmasin. Sayang sekali, pas ke situ, akses ke puncak menara sedang ditutup.

Wisata jalan kaki dengan sejumlah perhentian membuat rute yang cukup jauh pun tetap menyenangkan. Begitulah, tanpa terasa saya sudah dekat dengan Jembatan Dewi. Hanya beberapa ratus meter ke arah hotel. Namun, sebelum menyeberang jembatan tua itu, sebuah patung menarik perhatianku. 

Patung Bekantan, Banjarmasin. Sumber: dokumentasi pribadi
Patung Bekantan, Banjarmasin. Sumber: dokumentasi pribadi

Aha, rupanya inilah sang Bekantan. Hewan primata yang kabarnya banyak ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan. Pantas saja, ada Patung Bekantan di kota ini. Dan Bekantan bukan satu-satunya objek wisata yang menghiasi kawasan itu. Masih ada Dermaga Apung dan Kampung Ketupat. 

Jembatan Dewi sendiri merupakan jembatan tertua di Banjarmasin. Jembatan yang dulunya disebut Jembatan Coen itu, dibangun pada tahun 1914. Nama Coen konon merujuk ke nama John Coen, seorang pemimpin Belanda kala itu. Atau bisa saja yang dimaksud adalah Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal VOC yang sangat terkenal.

Jembatan Dewi yang bersejarah. Sumber: dokumentasi pribadi
Jembatan Dewi yang bersejarah. Sumber: dokumentasi pribadi

Lalu bagaimana dengan nama Dewi? 

Menurut cerita, pada sekitar tahun 1960-1970-an, ada sebuah bioskop yang dibangun di dekat jembatan itu. Namanya Bioskop Dewi. Lama kelamaan, masyarakat Banjarmasin pun menyebutnya Jembatan Dewi. Disesuaikan dengan nama bioskop di dekatnya. Biar gampang saja.

Satu hal lagi yang menarik dari jembatan ikonik ini. Bagian tengah jembatan ini dapat diangkat bila ada perahu besar yang hendak lewat ke arah pedalaman. Hm, mirip ya dengan Jembatan Kota Intan di kawasan Kota Tua Jakarta.

Dermaga Apung di bawah Jembatan Dewi, Banjarmasin. Sumber: dokumentasi pribadi
Dermaga Apung di bawah Jembatan Dewi, Banjarmasin. Sumber: dokumentasi pribadi

Kawasan sekitar Jembatan Dewi memang menarik dijelajahi. Andai saja tidak ada janji lain untuk memotret di sore itu, saya masih pingin lanjut ke Kampung Ketupat. Kampung ini dulunya hanya kampung biasa. Namun, seiring berjalannya waktu, namanya berubah menjadi Kampung Ketupat. Nama itu disematkan karena banyak warganya yang menjual ketupat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun