Prosesi sepanjang lebih dari 600 meter itu diawali dari Stasi I yang terletak di bekas Benteng Antonio di Muslim Quarter. Dan berakhir di Stasi XIV di bukit Golgota yang kini telah menjadi bagian dari Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre) yang berada di Christian Quarter.
Lalu apa yang dimaksud dengan Via Dolorosa? Â
Via Dolorosa yang berasal dari bahasa Latin berarti "The Way of Suffering"Â (Jalan Kesengsaraan). Atau populer disebut sebagai Jalan Salib. Jadi, sejatinya Via Dolorosa menyajikan suatu napak tilas dari peristiwa memilukan yang menimpa Yesus Kristus kala memanggul salib menuju Golgota.
Stasi I sampai Stasi IX berlokasi di jalan-jalan sempit dan berkelok-kelok di Muslim Quarter. Jalan-jalan yang dijejali banyak toko suvenir di kedua sisi jalan. Dan hanya Stasi X-XIV yang berada di lokasi yang sama, yakni di Gereja Makam Kudus atau Church of the Holy Sepulchre.
Puncak prosesi memang berada di Gereja Makam Kudus, yakni dari Stasi X - XIV. Di sinilah pakaian Yesus dilucuti (Stasi X); Yesus lalu dipaku di kayu salib (Stasi XI); Yesus wafat (Stasi XII); Yesus diturunkan dari kayu salib (Stasi XIII); dan Yesus dikuburkan (Stasi XIV).Â
Lokasi inilah yang diyakini sebagian besar umat Kristen sebagai Bukit Golgotta (Kalvari). Dan Stasi XIV adalah Makam Kudus itu sendiri yang juga berada di dalam kompleks gereja ini. Makam ini adalah milik dari Joseph Arimathea yang memohon kepada Pilatus untuk mengambil jenazah Yesus.
Gereja Makam Kudus, yang dibangun oleh Kaisar Konstantin pada tahun 326- 335 AD, tentu saja telah mengalami banyak perubahan. Maklum saja, gereja ini telah melewati berbagai proses rekonstruksi selama berabad-abad. Gaya arsitekturnya, misalnya, sudah merupakan paduan romanesque dan baroque.
Menariknya, ini bukan sebuah gereja tunggal. Di dalam komplek gereja besar ini sejatinya terdapat beberapa gereja dan kapel lain yang dimiliki 6 (enam) denominasi berbeda, yakni Catholic, Armenian Orthodox, Greek Orthodox, Ethiopian Orthodox, Syriac Orthodox dan Coptic Orthodox.
Dengan kondisi seperti itu, maka tidak heran di masa lalu kerap terjadi pertentangan sengit di antara pemuka agama Kristen itu soal kepemilikan gereja. Alhasil, sebuah dekrit yang disebut "Status Quo" pun dikeluarkan pada tahun 1852 oleh Kekaisaran Ottoman, penguasa Yerusalem kala itu.
Tidak kalah uniknya, pemegang kunci kompleks gereja ini adalah Adeed Jawad Judeh Al Husseine. Seorang tokoh Muslim yang leluhurnya telah dipercaya memegang kunci gereja itu selama ratusan tahun. Konon sejak 1187, dua kunci besi gereja besar ini telah dipercayakan ke dua keluarga Muslim, yakni Nuseibeh dan Judeh.
Seperti dikutip dari CNN, Keluarga Judeh sendiri telah memegang kunci gereja itu setidaknya sejak tahun 1517. Keputusan untuk mempercayakan kunci dari gereja yang dimiliki bersama berbagai denominasi itu sangat jelas. Biar pemegang kuncinya bisa lebih netral andai terjadi pertikaian kembali.