Dari atas Bukit Zaitun tadi, saya sekali lagi menatap penuh takjub ke arah kota tua Yerusalem. Ikon kotanya, yakni Dome of the Rock (Qubbat as-Sakhra), tampak makin memesona. Kubah emasnya terlihat berkilauan. Pantas saja, foto bangunan suci ini terlihat di berbagai publikasi. Dari cover buku panduan wisata, peta kota, sampai postcard Yerusalem.
Bukit Zaitun sendiri memang tempat paling strategis untuk menikmati panorama kota Yerusalem. Namun, tentu saja bukan itu saja yang membuatnya sangat populer di kalangan peziarah dunia. Bukit ini juga sejatinya menyimpan banyak situs religi dan sangat bersejarah.
Nama Bukit Zaitun berkaitan dengan banyaknya pohon zaitun yang tumbuh di lereng-lereng bukitnya. Tetapi, tentara Romawi menebangnya untuk mengumpulkan pasukan perangnya menyerang kota Yerusalem pada tahun 70. Selain itu, di kawasan bukit ini pula berderet banyak situs bersejarah dari berbagai era.
Jadi bukan kebetulan saya pun mengawali perjalanan ziarah di kota ini dari atas bukit ini. Persisnya dari Chapel of the Ascension atau Kapel Kenaikan. Inilah tempat di mana Yesus terangkat naik ke sorga setelah 40 hari kebangkitannya. Di dalam kapel ini terdapat sebuah batu dengan bekas tapak kaki Yesus.
Menariknya, nama resmi kapel ini adalah "Mosque of the Ascension". Betul, kapel ini sudah menjadi bagian dari Masjid Kenaikan. Di lokasi yang sama, memang pernah berdiri Church of the Holy Ascension yang dibangun Poemenia pada tahun 380. Namun, gereja tersebut beberapa kali dihancurkan, lalu dibangun kembali.
Rekonstruksi gereja terakhir dilakukan oleh pasukan Crusaders pada abad ke-12. Sebuah kapel berbentuk oktagon pun dibangun di tempat ini. Deretan tiang dengan gerbang lengkung ikut menopang bangunan ini. Saat itu atapnya masih berbentuk terbuka.
Tetapi, setelah pasukan Saladin merebut Yerusalem pada tahun 1187, pendiri Dinasti Ayyubid itu lalu mengkonversi komplek ini menjadi sebuah masjid. Atap kapel yang tidak dihancurkan itu lalu diberi kubah batu. Sementara dinding kapel yang sebelumnya terbuka ikut ditutup rapat.
Masih di puncak Bukit Zaitun yang berada di atas ketinggian 800 meter dpl, saya lalu melanjutkan kunjungan ke Church of the Pater Noster yang hanya berjarak sekitar 160 meter dari situ. Gereja yang menjadi bagian dari Biara Carmelita ini sangat populer dengan nama Gereja Doa Bapa Kami.Â
Berdasarkan tradisi, di tempat inilah Yesus mengajarkan doa pertama kepada para muridnya. Itulah "Doa Bapa Kami" yang sangat terkenal. Dan di sekeliling tembok dan lorong dalam gereja ini terdapat lebih dari 140 plakat keramik bertuliskan "Doa Bapa Kami" dalam lebih dari 140 bahasa di dunia.Â
Alhasil, semua peziarah pun langsung sibuk mencari tulisan doa tersebut dalam bahasanya masing-masing. Tentu saja, dalam bahasa Indonesia pun ada. Bahkan terdapat pula Doa Bapa Kami dalam beberapa bahasa daerah di Indonesia. Di antaranya, Sundanese, Karo, Palembang, Tana Toraja dan Biak.