Sebuah penerbangan reguler dari maskapai Turkish Airlines dengan rute Istanbul-Soekarno Hatta terpaksa divert ke bandara Kualanamu, Deli Serdang, pada Selasa, 11 Oktober 2022 lalu. Pasalnya, terjadi sebuah keributan di dalam kabin pesawat yang dianggap bisa membahayakan keselamatan penerbangan itu.
Insiden itu pun ramai diberitakan. Apalagi kehebohan di atas pesawat itu ternyata melibatkan seorang penumpang yang berprofesi pilot dari sebuah maskapai penerbangan nasional.Â
Makin ramai! Padahal biasanya di kalangan sesama profesi selalu terjalin komunikasi yang baik. Sesama bus kota saja dilarang saling mendahului. :)
Turkish Airlines, maskapai pembawa bendera dari negara Turkiye, dengan nomor penerbangan TK-56 itu seharusnya dijadwalkan mendarat di bandara Soekarno-Hatta pada jam 17.35.Â
Namun, akibat dari divert atau pembelokan dari rute awal, maka pesawat itu pun mengalami keterlambatan tiba di bandara Soekarno Hatta.
Menurut situs Flightradar24, pesawat jenis Boeing-777-3F2(ER) itu baru melanjutkan penerbangan dari bandara Kualanamu menuju Soekarno-Hatta Cengkareng pada pukul 17.51. Dan akhirnya mendarat dengan selamat pukul 19.54. Terlambat lebih dari dua jam dari jadwal tiba semula.
Turkish Airlines sendiri sejatinya memiliki reputasi yang sangat impresif. Inilah salah satu maskapai penerbangan terbaik di dunia versi Skytrax, perusahaan konsultan pemeringkat maskapai internasional dari Inggris. Bahkan belum lama ini, Turkish Airlines terpilih sebagai salah satu dari 10 maskapai terbaik di dunia.
"The World's Best Airlines of 2022", yang dipilih berdasarkan voting dari pelancong di seluruh dunia itu, menempatkan Turkish Airlines di peringkat ke-7. Sedangkan peringkat pertama sendiri dikuasai Qatar Airways.
Baca juga: Kembali ke GunungkidulNamun, untuk kategori berbeda, Turkish Airlines sukses merebut posisi teratas sebagai "The Best Airlines in Europe 2022"Â di ajang penghargaan yang digelar di Hotel Langham, London, pada 23 september 2022 lalu. Di atas maskapai ternama lainnya, seperti Air France, British Airways, Lufthansa dan lain-lain.
Kembali ke kasus divert pesawat Turkish Airlines itu, yang sudah banyak diberitakan berbagai media, ada hal lain yang tidak kalah menarik diketahui.Â
Sebut misalnya, bagaimana sebuah penerbangan akhirnya melakukan divert. Apa saja alasan-alasan yang menjadi dasar keputusan seorang pilot melakukannya.
Secara terminologi, divert berarti pengalihan pendaratan pesawat di suatu bandara yang bukan bandara tujuannya. Atau bandara yang berbeda dari yang telah direncanakan sebelumnya. Maka, divert itu pun kadang disebut sebagai pendaratan darurat.
Nah, dikutip dari situs aviasi SimpleFlying dan berdasarkan pengalaman sendiri terbang dengan berbagai maskapai, berikut ini adalah beberapa penyebab sebuah penerbangan terpaksa melakukan divert.Â
Faktor CuacaÂ
Inilah salah satu faktor yang paling sering menjadi penyebab sebuah pesawat terpaksa mengalihkan pendaratan di bandara berbeda.Â
Bisa saja karena cuaca buruk di tengah perjalanan ataupun di bandara tujuan yang tidak memungkinkan untuk mendarat. Saya sendiri sudah pernah mengalaminya beberapa kali.Â
Bahkan pada perjalanan terakhir ke Ternate di medio November 2021 lalu, pesawat kami hampir saja di-divert ke Bandara Sam Ratulangi di Manado.Â
Pasalnya, setelah gagal melakukan pendaratan pertama akibat cuaca buruk, pesawat terpaksa berputar cukup lama sebelum mencoba melakukan pendaratan kembali. Syukurlah pada percobaan berikutnya berhasil mendarat dengan selamat.
Masalah Kerusakan TeknisÂ
Meskipun setiap pesawat yang hendak dioperasikan sudah pasti melalui 'Preflight Check' yang ketat. Tetapi, masalah teknis bisa saja terjadi. Alhasil, dalam keadaan tertentu, pilot akan memutuskan untuk melakukan divert ke bandara terdekat untuk pengecekan kembali mesin pesawat. Atau jika belum terlalu jauh terbang, maka bisa juga kembali ke bandara asal alias 'Return to base' (RTB).
Masalah seperti ini biasanya terasa lebih menegangkan bagi penumpang. Kenapa? Karena ketika cuaca sedang bagus-bagusnya, kenapa pilot harus memutar balik arah pesawatnya.Â
Kecemasan pun merebak. Tetapi, bisa saja tidak ada masalah sangat serius. Pilot hanya memastikan gangguan sekecil apapun tidak boleh membahayakan keselamatan penerbangan.
Perihal Kesehatan
Dalam berbagai penerbangan, bisa saja seorang penumpang mengalami sakit yang tidak bisa ditangani kru pesawat. Dalam keadaan darurat medis ini, kru biasanya mengumumkan situasi ini ke seluruh penumpang sambil menanyakan jika ada di antara penumpang yang berprofesi dokter.
Namun, jika setelah ditangani dokter tetapi tetap membutuhkan perawatan medis cepat, maka pilot pun bisa saja melakukan divert. Tentu tergantung seberapa berat sakit yang dialami penumpang tersebut. Dan itulah yang pernah saya alami dalam sebuah penerbangan dari Dubai ke Jakarta.
Setelah mengudara sekitar tiga jam, seorang penumpang diketahui sakit serius. Bantuan seorang dokter yang kebetulan terbang dalam pesawat yang sama tidak berhasil menanganinya. Dan konon akan beresiko jika harus menunggu hingga tiba di Jakarta yang masih sekitar 4 jam penerbangan.Â
Dengan pertimbangan keselamatan penumpang di atas segalanya, pilot pun memutuskan divert di Bandaranaike International Airport di Colombo, Sri Lanka. Bandara terdekat pada saat itu.Â
Kemudian petugas medis lengkap segera datang begitu pesawat mendarat. Beruntung saja, usaha pertolongan itu berhasil. Penumpang tersebut akhirnya diizinkan melanjutkan perjalanan bersama kami.
Sekitar dua jam tertunda di bandara tersebut sama sekali tidak berarti dibandingkan keselamatan seorang penumpang. Dan itulah yang seharusnya menjadi pegangan semua maskapai penerbangan di dunia.
Gangguan PenumpangÂ
Gangguan penumpang sebetulnya bisa bermacam-macam. Tetapi, jika dianggap sudah mengancam keselamatan pesawat, penumpang, atau awak pesawat, penerbangan itu pun bisa saja dialihkan. Kasus yang menimpa Turkish Airlines yang mendarat di Bandara Kualanamu termasuk dalam kategori ini.
Di negeri Paman Sam AS, jumlah penerbangan yang terpaksa mengalihkan pendaratan di bandara lain tercatat cukup tinggi.Â
Tidak heran, pihak FAA (Federal Aviation Administration) pun makin tegas terhadap penumpang yang membuat onar di dalam sebuah penerbangan. Tidak hanya denda besar, tetapi ancaman penjara pun menanti.
Soal Keamanan dan Masalah lainnyaÂ
Selain berbagai penyebab di atas, ada pula kejadian tidak terduga yang memengaruhi suatu rencana penerbangan. Misalnya, penutupan bandara akibat perang, konflik di lapangan udara dan terorisme. Seperti misalnya, peristiwa 9/11; kejatuhan kota Kabul di tangan Taliban; perang Russia-Ukraina dan sebagainya.
Tidak itu saja. Faktor alam pun bisa membuat banyak penerbangan terpaksa mengalihkan pendaratan ke bandara lain.Â
Contohnya, ketika terjadi letusan gunung berapi di Islandia. Banyak pesawat yang sedianya mendarat di bandara Keflavik di Reykjavik pun terpaksa dibelokkan ke bandara terdekat lainnya.
Sebagai penumpang tentu saja kita harus menerima situasi tidak terduga seperti itu. Lagi pula, itu semua demi keselamatan bersama. Pengalihan pendaratan yang terkait penumpang biasanya hanya menyebabkan tertundanya penerbangan tersebut. Misalnya, kala divert di Colombo kala itu.
Akan tetapi, pesawat yang divert bisa saja tidak melanjutkan penerbangan ke tujuan di hari yang sama, jika terkait dengan gangguan mesin yang tidak bisa ditangani segera.Â
Dalam hal ini, maskapai tersebut tentu saja akan tetap bertanggung jawab. Mulai dari mengatur penginapan pada hari itu sampai mencari alternatif penerbangan lain agar semua penumpang tiba di tujuan dengan selamat.
Well, semoga kita semua tidak lagi mengalami kejadian seperti di atas. Apalagi divert ke sebuah bandara yang bukan tujuan hanya gegara keributan seperti yang terjadi di Kualanamu itu.
***
Kelapa Gading, 17 Oktober 2022
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Semua sumber foto yang digunakan sesuai keterangan di masing-masing foto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H