Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tiga Ratus Perjalanan di "Tour de Kompasiana"

25 Agustus 2022   09:34 Diperbarui: 25 Agustus 2022   09:44 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jonas Vingegaard, pemakai kaos kuning yang akhirnya juara Tour de France 2022. Sumber: www.olympics.com

Angka 300 boleh jadi mengingatkan Anda akan sebuah film berlatar sejarah nan epik dengan judul yang sama. Itulah kisah King Leonidas dan 300 pasukan Spartannya yang sangat heroik. Bayangkan saja, dengan jumlah pasukan sekecil itu, mereka berani bertarung mati-matian menghadapi Raja Persia Xerxes dan lebih dari 300 ribu tentaranya. Bahkan membuat ratusan ribu pasukan Persia itu kewalahan.

Akan tetapi, ini bukan cerita tentang film yang dibintangi aktor ternama Gerard Butler itu. Bukan juga soal lokasi "The Battle of Thermopylae" yang telah menjadi destinasi wisata populer di Yunani. Well, bukan itu bro! 

Tetapi, ini tentang 300 artikel yang akhirnya tercapai juga di Kompasiana. Suatu pencapaian kecil, yang meskipun tidak banyak berarti bagi Kompasianer yang sudah menulis ribuan artikel, tetap saja layak disyukuri. Setidaknya, ini cara saya memotivasi diri sendiri. Haha.

Menulis di Kompasiana sejatinya bisa diibaratkan berlomba di Tour de France, yakni perhelatan balap sepeda paling legendaris di dunia. Dari satu etape ke etape berikutnya selalu menyajikan pertarungan yang sangat ketat dan dramatis. Dan untuk meraih posisi di barisan terdepan jelas dibutuhkan konsistensi serta stamina nan prima.

Tidak berbeda jauh dengan menulis di Kompasiana bukan? 

Meskipun tidak ada balapan menulis, tetapi setidaknya, perlu tetap konsisten di setiap etape! Atau sebutlah ini sebagai "Tour de Kompasiana". Di etape awal, yakni dari Debutan ke Junior, mungkin tidak begitu berat. Hanya perlu 500 poin!

Begitupun di etape selanjutnya. Dari Junior ke Taruna hanya membutuhkan 1500 poin. Namun, kala mulai menggenjot pedal di etape berikutnya, yang mirip dengan etape panjang di ajang Tour de France, kayuhan sepeda Kompasiana kita pun boleh jadi mulai tersendat.

Pasalnya, untuk meraih level Penjelajah, Anda wajib mengumpulkan 10,000 poin. Jarak dari 1501 ke 10,000 terbentang jauh. Apalagi ke etape yang jauh lebih panjang menuju status Fanatik. Itulah etape terpanjang pertama yang sampai kini masih saya jelajahi. Dari sini saja, Anda bisa bayangkan betapa hebatnya Kompasianer yang sudah berada di level-level top tersebut.

Ilustrasi sistem poin di Kompasiana. Sumber: Tangkapan layar Kompasiana
Ilustrasi sistem poin di Kompasiana. Sumber: Tangkapan layar Kompasiana
Etape-etape panjang memang melelahkan. Terkadang sampai membuat seorang Kompasianer memilih menepi sejenak. Sebagian malah menghilang dalam waktu cukup lama. Apalagi jika sebagian ekspektasi tidak sesuai kenyataan. Jalanan di depan pun terasa kian panjang dan berliku. A long and winding road!

Jadi, mengapa tidak menikmati saja setiap etape yang dijalani? Dan tidak mengapa jika tidak selalu bisa menulis cepat. Seperti sebuah ungkapan, "Be not afraid of going slowly, be afraid only of standing still!". Jangan takut ketika berjalan lambat, (tapi) takutlah kala hanya berdiam diri."

Sejak meraih posisi Penjelajah di penghujung tahun 2020, saya selalu menikmati setiap perjalanan di Kompasiana. Sekalipun, hingga kini masih tetap mengayuh sepeda di etape yang sama. Dari poin 10,001 ke 50,000 memang sangat jauh. Tetapi, bukan berarti tidak terjangkau.

Sampai di artikel ke-300, saya setidaknya sudah berhasil mengumpulkan lebih dari 39,000 poin. Tidak jauh lagi untuk mencapai jenjang Fanatik. Dan selama menikmatinya, one step a time, sisa perjalanan di etape ini pun terasa kian mendekat. :)

Menulis di Kompasiana tidak selalu mudah. Bagi sebagian bahkan terasa sulit. Awalnya, saya pun demikian. Setelah mencapai 50 artikel pertama, misalnya, saya tidak pernah membayangkan bisa melangkah sejauh ini. Bahkan kala meraih 100 artikel pun, saya sempat merasa sudah lebih dari cukup. Dan boleh jadi bakal kehabisan ide.

Kenyataannya, saya masih terus menulis sampai tiba pada 200 artikel di medio September 2021. Dan belum lama ini, saya pun berhasil mencapai 300 artikel! Apakah sulit menulis semua artikel itu? Bisa ya, bisa tidak. Tetapi, sebetulnya yang jelas paling sulit adalah menjaga konsistensi agar tetap terus menulis.

Sekali tidak konsisten, maka akan sulit untuk kembali menjaga ritme yang sama seperti sebelumnya. Istilahnya, jangan kasih kendor!
Konsistensi dalam menulis memang penting. Seperti yang sering terlihat di ajang balap sepeda paling akbar di dunia itu. Pembalap yang paling konsisten menjaga performanya di setiap etape di Tour de France biasanya selalu sukses meraih "Yellow Jersey".

Jonas Vingegaard, pemakai kaos kuning yang akhirnya juara Tour de France 2022. Sumber: www.olympics.com
Jonas Vingegaard, pemakai kaos kuning yang akhirnya juara Tour de France 2022. Sumber: www.olympics.com
Yellow Jersey atau 'Maillot Jaune' adalah simbol dari Tour de France yang berlangsung sekitar 23 hari yang sangat menguras tenaga. Pemakai kaos yang disponsori LCL (Le Credit Lyonnais) itu, hanya boleh dipakai pembalap yang sedang memimpin klasemen atau yang paling unggul waktunya secara keseluruhan.

Menariknya, banyak pembalap terkenal di ajang ini menjadi makin hebat karena adanya pesaing yang tidak kalah handal. Seperti kata para kampiun di bidang pemasaran,"Competition makes us better!" 

Setiap pembalap biasanya akan kian terpacu mengayuh pedal sepedanya lebih kuat, lebih keras dan lebih konsisten jika di sekitarnya terdapat banyak pembalap hebat lainnya. Baik dari pesaing lainnya maupun dari pembalap pendukung yang menjaga kecepatan tetap terjaga. 

Di 'Tour de Kompasiana' pun demikian. Pemakai kaos kuning sudah pasti dikuasai Kompasianer yang paling konsisten menulis. Sebut misalnya, Pak Tjiptadinata Effendi, Sang Maestro yang sangat tenar dengan motto, "One Day One Article".

Deretan rekor yang dipegangnya hingga kini sudah menjelaskan semuanya. Jumlah artikel yang telah ditulisnya sungguh sulit dikejar sebagian besar Kompasianer saat ini. Fantastis!

Pencapaian keren lainnya bisa ditemukan pada profil Kompasianer Irwan Rinaldi Sikumbang. Kompasianer berstatus Senior yang lebih suka dipanggil Bung Irwan ini termasuk penulis serba bisa. Artikel yang ditulisnya begitu variatif. Tidak hanya dunia finansial yang menjadi kekuatannya. Tapi, juga ikut mengisi kanal hukum, politik, humaniora, dan sebagainya.

Tidak ketinggalan Acek Rudy yang belakangan telah memproklamirkan dirinya sebagai penulis "Palugada" alias "Apa lu mau, Gua ada!". Mantap sekali! Numerologist kondang ini memang sangat piawai menulis apa saja. Bukan hanya soal angka-angka, tetapi juga sangat hebat mengulas dunia kamasutra. Olala!

Bagaimana dengan Kompasianer lain yang juga layak mengenakan Yellow Jersey? Di antaranya, Pak Aki Hensa, Prof Felix Tani, Pak Rustian Al Ansori dan Kompasianer lain dengan pengalaman panjang di platform Kompasiana ini.

Coba saja baca ulasan sepak bola Aki Hensa, yang biasanya saya sapa dengan panggilan Pak Hensa. Kompasianer bernama lengkap Hendro Santoso ini termasuk satu dari beberapa Kompasianer top di level Senior.

Pak Hensa sangat piawai mengocek bola, eh menulis sepak bola. Artikel-artikel bolanya pun kerap nangkring di posisi Artikel Utama. Padahal pesaing di lapangan hijau Kompasiana termasuk sangat ketat.

Namun, kepiawaian Pak Hensa tidak sebatas luas lapangan sepak bola. Kompasianer yang sudah menulis sekitar 2600 artikel itu pun sangat handal menulis puisi dan cerpen nan romantis. Jangan-jangan ada kesamaan antara sepak bola dan percintaan. Apakah begitu Pak Hensa?

Tidak hanya Kompasianer Senior idola di atas, saya pun selalu menikmati sajian berkelas dari Prof Felix Tani yang selalu kritis, puisi-puisi indah khas Ayah Tuah, maupun cerpen-cerpen keren ala Kang Budi Susilo. Mereka semua termasuk sangat konsisten dari waktu ke waktu!

Engkong Felix, contoh lainnya, yang kondang sebagai Kompasianer super kenthir. Lihat saja artikel-artikelnya yang kerap disebut anti-AU tapi kemudian malah bertengger di deretan Artikel Utama. Dan uniknya, meskipun paling rajin mengkritik berbagai kebijakan Admin Kompasiana, posisi Engkong Felix sepertinya aman-aman saja. Atau jangan-jangan, Engkong Felix sendiri sejatinya seorang Admin yang menyamar jadi Kompasianer. Hahaha.

Konsistensi para Kompasianer idola di atas itulah yang selalu memotivasi saya untuk terus menulis. Mereka seperti pembalap pemakai Yellow Jersey yang terus menyengamati agar kami tidak tercecer kian jauh di belakang, "Jika saya bisa konsisten, kamu pun pasti bisa!"

Dan itulah yang coba saya lakukan kala masih berada di George Town- Penang. Meskipun sedang bepergian, saya tetap berusaha menulis. Sesuatu yang tidak pernah saya lakukan dalam banyak perjalanan sebelumnya. Hasilnya, dalam perjalanan itu, saya setidaknya sudah menulis empat artikel. 

Satu di antaranya adalah "Jelajah Kota Tua George Town". Inilah artikel ke-300 yang berhasil saya tulis sejak bergabung di Kompasiana pada April 2020 silam.

Artikel perjalanan wisata memang mendominasi sebagian besar artikel yang saya tulis selama ini. Sudah ratusan destinasi wisata. Baik di mancanegara maupun di tanah air Indonesia tercinta. Dan masih banyak destinasi lainnya yang akan muncul di etape panjang ini.

Lalu setelah mencapai 300 artikel, apa pelajaran paling penting yang harus tetap terjaga selain konsistensi? Tetiba ingat sebuah artikel Engkong Felix Tani lagi.

"Jika kamu mau menjadi penulis, maka kamu harus menjadi penulis yang unik, dengan signature sendiri. Itu hanya mungkin terjadi jika kamu belajar sendiri!" 

Ah, betul juga Engkong. Setuju sekali! Thanks so much!

***
Kelapa Gading, 25 Agustus 2022

Oleh: Tonny Syiariel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun