Sebuah peta berjudul "Historic City of George Town World Heritage Site" terbentang di hadapanku. Godaan untuk menjelajahi seluruh kawasan yang termasuk dalam "Penang Heritage Trail" itu pun kian tidak tertahankan. Apalagi saya memang pecinta berat kota-kota tua.
Zona bersejarah di kota George Town- Penang, yang dijuluki "The City of Living Culture" itu, memang menakjubkan. Area yang sudah terdaftar sebagai “UNESCO World Heritage Site” sejak tahun 2008 ini begitu luas. Sekitar 100 hektar dan konon meliputi lebih dari 5,000 bangunan bersejarah. Fantastis!
Mulai dari kawasan sekitar Eastern & Oriental Hotel di Lebuh Farquhar sampai area di sepanjang Pangkalan Weld (Weld Quay). Suatu rute jalan kaki yang lumayan menguras energi. Apalagi di tengah matahari tropis yang menyengat. Tetapi, siapa takut? :)
GTWHI yang dibentuk pada tahun 2010 silam bertugas untuk mengawasi dan merawat semua warisan sejarah yang sudah termasuk dalam daftar UNESCO. Kantornya sendiri, yang berdiri persis di sudut jalan antara Lebuh Acheh dan Lebuh Carnarvon, pun sangat menarik.
Dari titik ini saja, saya langsung terjebak pada dua pilihan sulit. Mau langsung berbelok ke Lebuh Armenian (Jalan Armenian) atau lurus saja ke Lebuh Acheh. Namun, sesaat berikutnya, saya akhirnya membiarkan saja kaki melangkah bebas. Tanpa mau terikat pada jadwal layaknya ikut grup wisata.
Dan persis di seberang masjid, Lebuh Cannon, yang menghubungkan Lebuh Acheh dan Lebuh Armenian, pun memiliki daya tarik tersendiri. Jalan kecil yang dipenuhi deretan kafe dan toko suvenir itu selalu ramai dipadati wisatawan. Tidak hanya singgah ngupi-ngupi cantik dan berbelanja, tapi juga berfoto-ria di jalan yang cukup instagrammable itu.
Kini rumah Presiden Pertama Republik Tiongkok itu telah dijadikan sebuah museum yang didedikasikan untuknya. Sayang sekali, Museum Sun Yat Sen, demikian namanya saat ini, kini sedang ditutup untuk renovasi.
Mural di Jalan Armenian dan Jalan Cannon. Sumber: dokumentasi pribadi
Nama Armenian pasti mengingatkan Anda akan Armenia, sebuah negara di Asia Barat yang termasuk dalam wilayah Kaukasus. Tidak salah, kawan! Di jalan ini dulunya memang banyak didiami warga Armenia. Dan orang Armenia yang paling terkenal tentu saja adalah Sarkies Brothers yang membangun Eastern & Oriental Hotel- Penang pada tahun 1886.
![Mural di Jalan Armenian dan Jalan Cannon. Sumber: dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2022/08/18/cm-photogrid-1660819442521-62fe22b3a1aeea211a528d52.jpg?t=o&v=770)
Bagaimana tidak, di jalan in berderet masjid, kelenteng, kuil dan gereja. Dimulai dari Masjid Kapitan Keling yang sangat memesona. Lalu ada Kuan Im Teng (Goddess of Mercy Temple), kelenteng Taoist tertua di Penang.
Masjid yang kental dengan pengaruh arsitektur Mughal dari India itu pun mestinya berkaitan dengan bangsa di Asia Selatan itu. Dan ternyata benar, masjid ini memang dibangun oleh para pedagang India yang beragama Islam pada tahun 1801. Melihat tahun berdirinya, masjid pun didaulat sebagai masjid tertua di Penang.
Setelah tiba di St. George’s Church, yang berada di pojok Jalan Masjid Kapitan Keling dan Lebuh Farquhar, saya sebetulnya ingin langsung menyeberang ke arah Lebuh Light lalu berbelok ke Jalan Padang Kota Lama untuk melihat Town Hall dan City Hall.
Eh, sudah ke kiri, rasanya tanggung jika balik lagi ke arah St. George's Church. Jadi lanjut terus menyusuri Lebuh Farquhar dan Jalan Sultan Ahmad Shah menuju Cheong Fatt Tze- The Blue Mansion yang beralamat di Lebuh Leith. Tidak jauh sih, paling sekitar 350 meter saja.
Cheong Fatt Tze – The Blue Mansion adalah sebuah rumah besar yang dibangun oleh Cheong Fatt Tze, salah satu industrialis terkaya di Asia Tenggara pada masanya. Bangunan dari abad ke-19 yang kini telah dikonversi menjadi sebuah museum dan hotel butik mewah ini seketika mengingatkan saya akan Tjong A Fie Mansion di Medan.
Setelah rehat sebentar sambil menyeruput secangkir Americano di Cafe Mangga, yang ada di depan Cheong Fatt Tze, saya terpaksa mengalah terhadap kaki yang sudah minta maaf berkali-kali. Panasnya itu bro! Meskipun jarak menuju Town Hall, tujuan berikutnya, hanya sekitar 1 km, tetapi di tengah sengatan matahari, jarak sependek itu seakan tidak berujung.
Selain Town Hall, Penang juga memiliki City Hall yang berdiri tidak jauh dari situ. Agak unik, bukan? Biasanya di setiap kota hanya ada satu Town Hall atau City Hall. Kedua bangunan cantik ini menghadap ke arah Esplanade Park atau Padang Kota Lama. O ya, City Hall berarsitektur gotik itu kini digunakan sebagai kantor Dewan Kota Pulau Penang.
Dari pintu masuk benteng yang berada tidak jauh dari Tourist Information Centre di Jalan Tun Syed Sheh Barakbah, sebuah menara jam nan cantik segera tampak. Itulah Queen Victoria Memorial Clock Tower atau juga dikenal sebagai The Jubilee Clock Tower.
Dari perempatan Lebuh Light and Lebuh Pantai, lokasi berdirinya menara jam, ayo lanjut menyusuri Lebuh Pantai. Sebuah jalan yang sangat terkenal dengan banyak sekali bangunan bergaya kolonial yang kini menjadi kantor bank, perusahaan asuransi, dan sebagainya.
Namun, sedetik kemudian saya kembali meneruskan langkah. Ada sebuah bangunan yang harus diabadikan. Hanya sekitar 200 meter di depan. Dan yes, dari kejauhan sudah terlihat pesona bangunan empat lantai dengan arsitektur klasik itu.
Inilah Central Fire Station, markas pemadam kebakaran di George Town yang dibangun pada tahun 1909. Kantor pemadam ini berada di pojok jalan antara Lebuh Pantai dan Lebuh Chulia. Sudah lihat bangunannya? Cantik, yaa!
Dan dari perempatan jalan ini, lagi-lagi saya dihadapkan pada dua pilihan. Jika belok kiri ke Lebuh Chulia arah waterfront, saya akan menemukan deretan Clan Jetties dari berbagai marga. Sebut di antaranya, Ong Jetty, Lim Jetty dan Chew Jetty. Namun, belok ke kanan pun tidak kalah menarik.
Di ujung Lebuh Carnavorn yang bersentuhan dengan Lebuh Chulia sangat populer dengan “Chulia Street Night Hawker Stalls”. Sementara tidak jauh di seberangnya, yakni di Love Lane atau Lorong Love pun termasyhur sebagai kawasan hiburan malam dengan banyak kafe dan bar.
Pada akhirnya saya kembali terdampar di sebuah kafe bergaya India di Lebuh Chulia. Rasanya sudah cukup menjelajahi kota ini. Setidaknya untuk hari ini. Apalagi atmosfer di jalan ini kian memikat, khususnya ketika menjelang malam. Wajah jalan ini pun seketika berubah. Makin seronok!
Kota-kota tua sejatinya selalu bisa menjadi destinasi wisata andalan. Di mana pun itu. Baik di George Town - Penang, maupun di beberapa kota di Indonesia. Sebut misalnya, Kota Tua di Jakarta dan Kota Lama di Semarang.
Dan jika ditata dengan baik, semua kawasan kota tua itu bisa sukses menjadi destinasi wisata andalan dalam jangka waktu panjang. Persis seperti kota tua di George Town ini. Namun, jangan lupa! Jika gagal merawatnya dengan baik, maka sang andalan itu pun akan dengan cepat ditinggal pergi.
***
George Town, 19 Agustus 2022
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan:
Semua foto yang digunakan adalah dokumentasi pribadi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI