Pernah mendengar saran semacam ini? Dalam dunia pariwisata, sebuah destinasi wisata sejatinya lebih menarik dikunjungi sebelum terkenal. Selain masih sangat alami, pun tidak terlalu padat pengunjung. Belum lagi ada bonus: Anda tercatat dalam deretan wisatawan yang pertama kali ke sana. Awesome!Â
Destinasi wisata alam, misalnya, ketika masih sangat natural, tampil lebih memesona. Asli tanpa polesan apapun. Anda pun bebas menjelajahinya. Dan hebatnya, di beberapa destinasi wisata seperti pulau atau pantai, kadang seorang wisatawan bisa menikmati destinasi wisata itu sendirian. Bak pulau atau pantai pribadi saja!
Sungguh berbeda dengan sebuah destinasi wisata yang sudah tenar. Apalagi ketika sedang viral. Di sekitar Jabodetabek saja sudah ada beberapa contoh menarik. Sebut saja di antaranya, Kandang Gozila atau Taman Tebing Koja dan Telaga Biru Cisoka di Tangerang, Banten.
Pada tahun 2017 silam, ketika Kandang Gozila lagi hits, pengunjung pun membludak. Tebing-tebing kapur di area bekas tambang pasir itu memang memikat. Tidak heran, keunikan tempat wisata ini akhirnya menarik banyak wisatawan datang. Semuanya seakan berlomba memiliki foto selfie di lokasi ini.
Masih di Tangerang, Telaga Biru Cisoka juga sempat viral di jagat medsos. Danau bekas tambang yang awalnya sepi mendadak melejit. Kawasan sekitar danau pun ramai dipadati pengunjung. Dalam suatu kunjungan ke sana, saya akhirnya mengurungkan niat awal memotret. Kawasan itu sudah seperti pantai Ancol di akhir pekan.
Akan tetapi, cerita kemacetan di objek wisata yang paling menghebohkan terjadi di Negeri di Atas Awan Gunung Luhur, Banten. Suatu kemacetan luar biasa sepanjang 7 km yang menguras waktu dan energi. Maksud hati menikmati pesona destinasi wisata itu, apa daya berakhir di tengah kemacetan panjang.
Pada bulan September 2019 lalu, pamor Negeri di Atas Awan Gunung Luhur kian meroket setelah sebuah videonya viral. Ribuan pengunjung pun membanjiri destinasi wisata ini. Semuanya berhasrat menjadi yang pertama. Dikutip dari Kompas, diperkirakan sekitar 30.000 wisatawan lokal mengunjunginya dalam satu hari kala itu.
Fenomena viral baru dikunjungi memang telah lama menjadi kebiasaan banyak wisatawan lokal. Status viral seolah menjadi alasan utama mengunjunginya. Padahal, banyak sekali destinasi wisata lain yang meskipun belum populer, tetapi justru lebih menarik dikunjungi. Dan so pasti, jauh lebih nyaman.
Viral-nya sebuah destinasi wisata memang tidak selalu berdampak buruk. Bagi sebagian pengelola, status viral bak sebuah pintu masuk menuju kesuksesan. Namun pada saat yang sama, sebagian destinasi wisata akhirnya rusak akibat terlalu banyak didatangi pengunjung dadakan itu. Ranu Manduro di Mojokerto bisa menjadi contoh.
Setelah foto dan video dari destinasi wisata ini tersebar di jejaring medsos, padang rumput yang digadang-gadang mirip Selandia Baru itupun diserbu wisatawan. Kendaraan yang masuk pun menimbulkan kemacetan parah. Dan sedihnya, pengunjung yang datang meninggalkan sampah plastik di mana-mana.