Pakaian menentukan seseorang. Itu bukan hanya kata para perancang mode. Juga tidak semata kredo di kelas-kelas kepribadian. Di industri pariwisata pun demikian. Bahkan sering terdengar istilah "Dress for success". Berbusana yang tepat demi meraih sukses dan kesan baik dari pelanggan!
Pakaian dan penampilan memang hal yang tak boleh diabaikan. Bahkan, seringkali kita mendengar orang mengatakan bahwa pakaian adalah pantulan kepribadian seseorang. Seperti ungkapan, "You are what you wear". Meskipun belum tentu semuanya sependapat.
Almarhum Bob Sadino, contohnya, dulu sangat terkenal dengan gaya berpakaiannya yang unik. Pemilik Kem Chicks ini lebih senang bercelana pendek dan kemeja buntung. Begitu pula dengan Mark Zuckerberg yang menyukai jeans dan kaos oblong. Akan tetapi, lain sekali dengan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea yang selalu tampil perlente.
Bang Hotman dikenal dengan outfit yang super mewah. Dari sepatu berlabel Christian Louboutin yang berharga puluhan juta. Lalu, jas bermerk Tom Ford dengan harga fantastis, hingga dasi buatan Stefano Ricci yang tidak kalah wow. Ah, jangan tanya harga jam tangan serta deretan cincin yang melingkari jari-jarinya.
Lihatlah bagaimana para hotelier yang hampir selalu tampil necis ketika bertugas di semua lini hotel. Apalagi yang berhubungan langsung dengan pelanggan. Sebut misalnya, di bagian Front Office atau Kantor Depan.
Begitu pula dengan staf di berbagai kantor agen perjalanan wisata maupun di maskapai penerbangan. Kru pesawat bahkan selalu berusaha tampil prima sepanjang penerbangan. Meskipun sering sudah sangat lelah melayani penumpang untuk suatu rute penerbangan jauh.
Berpakaian yang baik bukan terletak pada bahan yang mahal ataupun merek terkenal. Namun, lebih pada keserasian ketika dikenakan. Baik pada tempat maupun waktu yang sesuai.
Oscar de la Renta, seorang perancang terkenal mengatakan, "Being well dressed hasn't much to do with having good clothes. It's a question of good balance and good common sense." (Berpakaian dengan baik tidak ada hubungannya dengan memiliki pakaian bagus. Ini lebih ke soal keseimbangan yang baik dan akal sehat yang baik).
Dalam perjalanan ke berbagai kota terkenal di dunia, penulis kerap bertemu dengan banyak Local Guide (pemandu wisata) dengan penampilan yang berbeda-beda. Di kota Paris, misalnya, penulis mengenal salah satu pemandu wisata yang selalu tampil menawan setiap kali menyambut kami di kotanya.
Ketika penulis memuji penampilannya, dia tersenyum dan memberikan suatu pernyataan menarik. Katanya, "I can't wear any dress as freely as you all. Well, while you are on holiday, I'm here on duty. I must dress well to respect you and my own profession." Lalu lanjutnya dengan tawa berderai, "After all, I'm also representing the city where I live. The city that has become the symbol of fashion and life style".
Tentu saja ketika sedang berlibur, Anda boleh mengenakan semua pakaian favoritmu. Namun, jangan lupa. Tidak berarti boleh berpakaian sebebasnya. Di beberapa destinasi wisata tertentu ada aturan yang mewajibkan pengunjung untuk berpakaian yang pantas. Ada 'dress code' yang harus dipatuhi. Di antaranya, ketika mengunjungi sebuah gereja, masjid, kuil dan tempat suci lainnya.
Namun, aturan berbusana juga berlaku di berbagai tempat tertentu. Selain yang sudah disebutkan di atas, aturan berbusana juga sering diterapkan di banyak restoran kategori 'fine dining' atau restoran mahal dan berkelas. Misalnya saja, saat berkunjung ke sebuah restoran berstatus Michelin Star dengan rating 3 bintang.
Pengunjung restoran, misalnya, tidak diperkenankan memakai kaos oblong, celana pendek, topi baseball dan celana blue jeans, khususnya jeans yang penuh sobekan. Tidak itu saja, banyak resto juga menyorot ke alas kaki yang dikenakan. Jangan sampai ada turis yang memakai sandal. Sekalipun sandal itu bermerk Louis Vuitton.
Sejarah jeans dan kaos oblong sendiri sama menariknya. Jika jeans awalnya hanya digunakan di kalangan pekerja pabrik, buruh tambang, petani maupun peternak di Amerika. Maka tidak berbeda jauh dengan sejarah kaos oblong. Kaos oblong atau T-shirt pun awalnya hanya dipakai sebagai pakaian dalam tentara Inggris dan Amerika pada abad 19 sampai awal abad 20.
Mungkin ada yang mengatakan, "Mark Zuckerberg yang pemilik Facebook saja selalu memakai celana jeans dan kaos oblong abu-abu". Betul, tapi kita kan bukan Zuckerberg yang terkenal itu. :)
***
Kelapa Gading, 26 Agustus 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan:Â
1) Semua sumber foto yang digunakan sesuai dengan keterangan di masing-masing foto.
2) Artikel ini ditulis khusus untuk Kompasiana. Dilarang menyalin/menjiplak/menerbitkan ulang untuk tujuan komersial tanpa seijin penulis.