Julukan hotel berbintang tujuh telah lama terdengar. Meskipun resminya tidak pernah ada, berbagai media masih kerap mendengungkannya. Status bintang tujuh memang terdengar sangat sexy. Apalagi sejak berdirinya Burj al-Arab, salah satu hotel termewah di dunia.
Sejak diresmikannya Burj al-Arab pada tanggal 1 Desember 1999, hotel kondang ini langsung menarik perhatian komunitas dunia. Dari pecinta arsitektur, konstruksi, gastronomis, wisatawan, jurnalis, hingga kalangan jet-setter. Magnet hotel ini memang luar biasa.
Burj al-Arab sejatinya adalah salah satu hotel berkategori bintang 5 berlian di Dubai, Uni Emirat Arab. Persisnya, hotel yang disebut sebagai hotel berbintang tujuh pertama di dunia itu, berdiri di atas sebuah pulau hasil reklamasi di Pantai Jumeirah. Pantai ini sendiri dulunya disebut Pantai Chicago.
Tidak hanya Burj al-Arab, beberapa hotel terkenal lain pun ikut-ikutan menyandang julukan yang sama. Sebut misalnya, Emirates Palace– Abu Dhabi, Galleria Vik Milano- Milan, Hotel President Wilson- Jenewa, Taj Falaknuma Palace- Hyderabad, Signiel Hotel- Seoul, dan lain-lain.
Uniknya, sebelum menggunakan nama ini, hotel ini awalnya bernama Seven Star Galleria dan mengklaim sebagai hotel berbintang tujuh. Walaupun status itu diberikan oleh SGS, perusahaan pemeringkat asal Swiss, tetapi secara global tidak pernah diakui.
Lain lagi dengan Hotel President Wilson di kota Jenewa, Swiss. Hotel yang dikelola Marriot International itu memiliki pamor yang berkilau. Deretan nama terkenal menghiasi daftar tamu yang pernah menginap di hotel bersejarah ini. Dari politisi hingga selebritas. Di antaranya, Bill Clinton, Richard Branson, Rihanna, dan lain-lain.
Untuk memasuki area hotel saja tidak mudah. Tanpa terdaftar di hotel sebagai tamu ataupun memiliki reservasi untuk makan atau spa, misalnya, jangan harap Anda diijinkan melaju ke arah lobi hotel.
Sebuah pos keamanan yang dijaga ketat berdiri di ujung jembatan. Hotel setinggi 321 meter ini memang dibangun di atas sebuah pulau buatan yang berjarak sekitar 280 meter dari Pantai Jumeirah. Sebuah jembatan lengkung menghubungkannya dengan daratan.
Setelah sukses melewati pos keamanan tadi, sebuah pemandangan menarik segera terlihat di depan lobi hotel. Deretan mobil-mobil mewah yang diparkir di situ seakan menegaskan status sosial tamu-tamu Burj al-Arab. Hotel ini menyediakan layanan antar jemput ke tamu-tamunya dengan limousine mewah. Bahkan ada juga layanan helicopter.
Betul, itu harga semalam. Dengan kurs dolar AS sekitar Rp 14,400, maka harga kamar mewah tersebut lebih dari Rp 345 juta per malam. Memang bukan yang termahal di dunia. Tetapi, boleh jadi lebih laku dibandingkan kamar-kamar termahal di hotel “bintang tujuh” lainnya.
Desain hotel yang begitu menawan dirancang oleh arsitek Tom Wright dari WS Atkins PLC, salah satu perusahaan konsultan multidisiplin terbesar di Inggris. Sementara konstruksi hotel dikerjakan oleh Murray & Roberts, sebuah perusahaan konstruksi terkenal dari Afrika Selatan.
Arsitektur Burj al-Arab, yang mirip layar Dhow – perahu tradisional Arab, sangat spektakular. Desain itu tepat sekali menggambarkan transformasi Dubai dari sebuah kota kecil di Teluk Persia, melaju kencang menjadi sebuah metropolitan super modern.
Keindahan arsitektur plus popularitas Burj al-Arab yang akhirnya menempatkan hotel ini tidak saja sebagai hotel termewah di seluruh jazirah Arab, tetapi salah satu yang termewah di dunia. Burj al-Arab bahkan sudah dianggap sebagai salah satu ikon kota Dubai. Sama seperti Opera House di Sydney atau Eiffel Tower di Paris.
Akan tetapi, tidak ada yang murah di hotel ini. Tarif makan dan minum di hotel ini sungguh menguras kocek. Paket High Tea di Sahn Eddar, salah satu restoran yang berlokasi di lantai satu, dibanderol seharga 590 AED atau sekitar 2.3 juta rupiah. Inilah paket yang diambil sebuah grup korporat yang penulis temani saat itu.
Sedangkan makan malam di Al Muntaha yang berada di lantai 27 Burj al-Arab dikenakan biaya sekitar 995 AED. Super mahal! 995 Dirham itu setara 3,9 juta rupiah. Harga paket makan bisa bervariasi di 6 restoran yang berada di hotel ini.
Walaupun kualitas makanan di resto-resto Burj al-Arab selalu menuai pujian. Bahkan beberapa di antaranya termasuk dalam deretan restoran terbaik di Dubai. Namun, yang dijual hotel ini sejatinya bukan hanya soal makanan. Begitu pula yang dicari pengunjung. Yang dijual dan dicari sesungguhnya adalah suatu pengalaman makan di hotel ini. Itulah sensasi yang dicari dan membuatnya makin mahal!
Burj al-Arab sesungguhnya tidak pernah mengklaim hotelnya sebagai hotel berbintang tujuh. Persis seperti yang tertulis di plakat yang dianugerahkan oleh 'The American Academy of Hospitality Science’. Di situ jelas tertulis, “Five Star Diamond Award”.
Betapa pun harus diakui, Burj al-Arab berada di level berbeda dibandingkan sebagian besar hotel berbintang lima berlian di dunia. Lain ceritanya dengan sebuah hotel di Guilin China. Meskipun hanya berbintang dua, tetapi hotel ini sungguh nekat memakai nama 'The Seven Star Hotel'. Setelah check-in, boleh jadi bintang-bintangnya segera berjatuhan. Satu demi satu. Ahaha. :)
***
Kelapa Gading, 23 Agustus 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan:
1) Semua sumber foto yang digunakan sesuai keterangan di masing-masing foto.
2) Artikel ini ditulis khusus untuk Kompasiana. Dilarang menyalin/menjiplak/menerbitkan ulang untuk tujuan komersial tanpa seijin penulis.