Dan setelah pembunuhan Courthope dalam sebuah penyerangan pada tahun 1620, Inggris pun meninggalkan Pulau Run. Namun, perseturuan keduanya masih jauh dari berakhir.
Hasilnya, Inggris akan tetap menguasai Manhattan yang telah direbutnya dari Belanda tiga tahun sebelumnya atau pada tahun 1664. Sedangkan, Belanda mendapatkan hak sepenuhnya atas Pulau Run yang sempat dikuasai Inggris.
Selain digunakan sebagai bumbu, pala atau bahasa Latinnya Myristica fragans juga dimanfaatkan sebagai obat dan bahan pengawet. Harganya pun selangit di Eropa. Bahkan lebih mahal dari emas di era itu.
Bagaimana dengan Manhattan?Â
Tidak banyak yang percaya akan prospek pulau yang sebagian area merupakan hamparan rawa itu. Siapa sangka Manhattan justru berkembang menjadi metropolis segemerlap New York saat ini. Padahal saat itu, demi monopoli pala di Kepulauan Banda, Belanda bahkan tidak ragu menukar Manhattan dengan Pulau Run.
Dan bila Manhattan (New York) kerap disebut sebagai kota yang tidak pernah tidur. Maka Run seakan sedang tidur panjang sejak pamor pala mulai meredup sejak abad ke-18.
Lebih dari 350 tahun telah berlalu sejak pertukaran fenomenal itu. Namun, kehidupan di pulau Run seakan belum beranjak jauh sejak dulu. Betapapun, Run telah mencatat sebuah sejarah yang sangat unik. Harum buah pala mungkin tidak lagi menggoda datangnya penjelajah masa kini. Tetapi, harum namanya akan selamanya tercatat dalam sejarah dunia. Pulau kecil di Kepulauan Banda ini pernah bernilai setara dengan Manhattan di New York.
***