Bukan hanya jarak antara Pulau Run di Kepulauan Banda dan Pulau Manhattan di New York yang terbentang jauh. Lebih dari 15 ribu km. Keduanya pun begitu jauh berbeda dalam segala aspek. Run hanya sebuah pulau kecil yang telah kehilangan magis pala yang menjadi andalannya di masa lalu. Sedangkan Manhattan kini adalah pusat bisnis dan finansial terkemuka di Amerika Serikat. Namun, pada suatu masa di abad ke-17, nilai Pulau Run ternyata bernilai setara dengan Manhattan.Â
Sejarah memang selalu menarik ditelusuri. Apalagi sejarah yang melibatkan sejumlah fakta mencengangkan. Sebuah pulau kecil di Kepulauan Banda - Maluku bahkan pernah dinilai begitu tinggi oleh Belanda.Â
Tidak tanggung-tanggung, demi mendapatkan pulau mungil seluas 330 hektar ini dari Inggris, Belanda bahkan bersedia menyerahkan Pulau Manhattan. Tak pelak lagi, pertukaran kedua pulau itu pun dilabeli "The Real Estate Deal of the Millennium" oleh Ian Burnet, penulis buku "East Indies".
Dalam suatu perjalanan ke New York, penulis pernah mendapatkan seorang pemandu lokal yang super sekali. Sang 'local guide' asal Indonesia ini telah bermukim di kota berjuluk Big Apple selama lebih dari dua dekade.Â
Dia pun begitu bangga sebagai seorang New Yorker. Tetapi, setelah dua hari penuh bercerita segala ihwal tentang New York, ada sepotong episode sejarah terkait Indonesia yang terlewat. Atau boleh jadi dilupakan.
Baca juga: "New York, New York"
New York sejatinya belum tentu seperti ini andaikata Manhattan, pulau terpenting di kota megapolitan itu tetap dikuasai Belanda dan Pulau Run di bawah Inggris. Sepotong sejarah pertukaran keduanya layak tercatat dalam sejarah Manhattan- New York. Namun, sayang sekali, buku "Insight Guide - New York City" pun tidak menyebut sedikit pun tentang sejarah pertukaran yang termasuk dalam "Treaty of Breda" yang ditandatangani Belanda dan Inggris pada tahun 1667.
Meskipun berukuran terkecil dibandingkan wilayah lainnya, seperti Bronx, Brooklyn, Queens, dan Staten Island, namun Manhattan bisa dibilang sebagai borough terpenting. Betapa tidak, di atas Manhattan inilah berdiri sebagian besar kawasan paling terkenal di kota terbesar di AS ini.
Sebut saja misalnya, Financial District di Lower Manhattan, Times Square di Midtown, Central Park di Upper West & Upper East Sides, dan lain-lain.Â
Di Manhattan juga membentang jalan-jalan paling masyhur di Amerika, di antaranya Wall Street, Broadway dan Fifth Avenue. Belum lagi deretan gedung pencakar langit yang memadati kawasan Lower Manhattan hingga Midtown Manhattan.
Sejarah Manhattan sendiri berawal dari dibangunnya sebuah benteng pertahanan oleh Belanda pada tahun 1624 di Lower Manhattan. Benteng yang disebut "Fort Amsterdam" itu juga merupakan pos perdagangan Belanda saat itu. Dan di sinilah cikal bakal lahirnya kota New York.
Pulau Manhattan hanya dibeli dengan imbalan barang senilai 60 guilder Belanda pada tanggal 24 Mei 1626. Nilai transaksi yang diperkirakan setara dengan 24 dolar AS saat ini. Manhattan pun dinamakan "New Amsterdam".
Namun, pada tahun 1664, wilayah ini dan sekitarnya jatuh ke tangan Inggris, pesaing Belanda paling sengit saat itu. Nama koloni ini lalu berganti nama menjadi New York setelah Raja Charles II dari Inggris memberikan tanah jajahan ini ke saudaranya, Duke of York. Apakah Belanda akan tinggal diam? Tentu saja tidak.
Belanda yang ingin memonopoli perdagangan pala di kawasan itu sudah menguasai pulau-pulau besar di Banda, seperti Banda Neira dan Lontor. Tetapi, Belanda juga berhasrat merebut Pulau Run, satu-satunya pulau yang dikuasai Inggris. Perang pun tidak terelakkan.
Pulau Run sebetulnya hanya satu dari pulau-pulau terkecil di Kepulauan Banda, yang merupakan bagian dari Maluku (Molluccas). Pada tahun 1616, penduduk asli pulau ini menyatakan kesetiaan ke Inggris yang saat itu diwakili perusahaan dagang "East India Company". Meskipun kecil, Pulau Run mempunyai nilai sangat tinggi di abad ke-17 karena keberadaan pohon pala di pulau itu.
Belanda pun marah dengan manuver Inggris karena dapat mengancam rencana monopoli mereka akan jalur rempah yang sangat menguntungkan kala itu. Belanda pun mengepung Run.Â
Dan setelah pembunuhan Courthope dalam sebuah penyerangan pada tahun 1620, Inggris pun meninggalkan Pulau Run. Namun, perseturuan keduanya masih jauh dari berakhir.
Hasilnya, Inggris akan tetap menguasai Manhattan yang telah direbutnya dari Belanda tiga tahun sebelumnya atau pada tahun 1664. Sedangkan, Belanda mendapatkan hak sepenuhnya atas Pulau Run yang sempat dikuasai Inggris.
Selain digunakan sebagai bumbu, pala atau bahasa Latinnya Myristica fragans juga dimanfaatkan sebagai obat dan bahan pengawet. Harganya pun selangit di Eropa. Bahkan lebih mahal dari emas di era itu.
Bagaimana dengan Manhattan?Â
Tidak banyak yang percaya akan prospek pulau yang sebagian area merupakan hamparan rawa itu. Siapa sangka Manhattan justru berkembang menjadi metropolis segemerlap New York saat ini. Padahal saat itu, demi monopoli pala di Kepulauan Banda, Belanda bahkan tidak ragu menukar Manhattan dengan Pulau Run.
Dan bila Manhattan (New York) kerap disebut sebagai kota yang tidak pernah tidur. Maka Run seakan sedang tidur panjang sejak pamor pala mulai meredup sejak abad ke-18.
Lebih dari 350 tahun telah berlalu sejak pertukaran fenomenal itu. Namun, kehidupan di pulau Run seakan belum beranjak jauh sejak dulu. Betapapun, Run telah mencatat sebuah sejarah yang sangat unik. Harum buah pala mungkin tidak lagi menggoda datangnya penjelajah masa kini. Tetapi, harum namanya akan selamanya tercatat dalam sejarah dunia. Pulau kecil di Kepulauan Banda ini pernah bernilai setara dengan Manhattan di New York.
***
Kelapa Gading, 7 Juni 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Foto-foto yang digunakan sesuai keterangan di masing-masing foto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H