Betapa tidak, Korea Utara yang lebih mengutamakan pengembangan kekuatan militernya dengan kebijakan "Songun"Â (Military First)Â atau militer yang utama, sangat ketinggalan di sektor transportasi sipil ini.
Alhasil, ketika negara ini hanya memiliki satu maskapai, yaitu Air Koryo dengan usia armada rerata hampir 30 tahun, Korea Selatan justru memiliki sekitar 11 maskapai penerbangan komersial dengan deretan armada yang jauh lebih kinclong.Â
Selain Korean Air dan Asiana yang sudah dikenal luas, masih ada banyak maskapai kategori LCC (Low Cost Carrier), seperti Air Busan, Air Seoul, Easter Jet, dan lain-lain.Â
Dengan kehadiran pesawat tipe jet pertamanya, yakni Tupolev TU-154 buatan Uni Soviet, SOKAO pernah melayani rute penerbangan ke Praha, Berlin Timur dan Moskwa. Maskapai ini juga pernah menerbangi rute Pyongyang ke Sofia dan Beograd.Â
Sebuah maskapai yang cukup disegani kala itu. Akan tetapi, berakhirnya Perang Dingin dan runtuhnya Komunisme di Eropa berdampak besar bagi maskapai ini.Â
Namun, perubahan ini tidak membawa kemajuan berarti. Bubarnya Uni Soviet (1991) serta kejatuhan Partai Komunis di negara-negara sekutunya di Blok Timur lainnya ikut menutup pintu bagi penerbangan asal Korea Utara ini.
Baik Uni Eropa maupun PBB ikut membatasi ruang gerak maskapai ini. Jika Uni Eropa memasukkan Air Koryo dalam daftar maskapai yang dilarang beroperasi di seluruh wilayah udara Uni Eropa, karena terkait prosedur keselamatan dan pemeliharaan pesawat yang tidak memenuhi standard yang ditetapkan. (Belakangan Uni Eropa hanya ijinkan jenis pesawat Tupolev TU-204 beroperasi di Eropa). Maka lain lagi dengan sanksi yang diberikan oleh PBB lewat UNSC.
Alhasil, Air Koryo tidak mungkin bisa membeli pesawat sejenis Boeing dari Amerika Serikat ataupun Airbus dari Konsorsium Eropa. Pasalnya, semua anggota PBB terikat aturan ini yang melarang mereka menjual semua jenis alat transportasi, termasuk pesawat udara ke Korea Utara.