Begitu populernya pulau ini di kalangan wisatawan asing, wajah Gili Trawangan pun ikut berubah. Mulai dari area sekitar dermaga feri di sisi timur pulau, hingga kawasan sekitar Hotel Ombak Sunset di bagian barat pulau, dipenuhi puluhan hotel, kafe, resto, bar, dan sebagainya yang serba internasional.
Di atas pulau dengan panjang 3km dan lebar 2km, nuansa pesta pantai begitu terasa. Tidak mengejutkan, Gili Trawangan pernah disebut sebagai "Ibiza of the East". Ibiza sendiri adalah sebuah pulau terkenal di Laut Mediteranean dan termasuk wilayah Spanyol, yang sangat terkenal dengan kehidupan malam dan pesta pantainya.
Setelah dua malam di Trawangan, satu hal yang mengingatkan penulis bahwa Trawangan masih di wilayah Lombok adalah kehadiran Cidomo, alat transportasi tradisional khas Lombok. Satu-satunya alat transportasi, selain sepeda, yang diijinkan di atas pulau itu.
Kekayaan budaya asli suatu bangsa, apalagi dari sebuah suku asli di sebuah destinasi, selalu menjadi daya tarik wisata yang sangat menarik bagi banyak wisatawan. Tidak semata soal tari-tarian yang biasanya merepresentasi budayanya, tetapi juga cara hidup sehari-hari pun sukses menarik datangnya wisatawan.
Namun, sebuah kejadian tidak biasa seketika menyadarkan kita semua bahwa ada yang salah dalam cara kita mengelola semua warisan budaya itu. Pada tanggal 6 juli 2020 lalu, jagat pariwisata nasional dikejutkan sepotong surat yang dikirimkan Suku Baduy ke Presiden Jokowi. Seperti diberitakan banyak media nasional, Suku Baduy meminta Presiden untuk mencoret wilayahnya dari daftar wisata nasional. Ada apa?
Rupanya suku asli yang berdiam di Kecamatan Kanekes, Kabupaten Lebak mempunyai alasan khusus. Dampak negatif modernisasi yang dibawa masuk wisatawan dianggap mengancam pelestarian adat mereka yang selalu dijaga sangat ketat. Selain gaya hidup yang modern serta perilaku sebagian wisatawan memang bisa saja memberikan pengaruh negatif terhadap masyarakat Baduy.
Dalam beberapa kasus, terungkap sebagian wisatawan melanggar tatanan adat. Misalnya saja, membuat foto atau video dari wilayah Baduy Dalam dan menyebarkannya via medsos. Padahal jelas sekali, sebelum memasuki Desa Adat Baduy sudah ada papan pengumuman Tata Tertib yang wajib dipatuhi semua pengunjung.
Memang sudah saatnya kita wajib memperhatikan dampak yang dibawa wisatawan. Sudah saatnya pula, etiket di destinasi wisata adat harus lebih ditegakkan. Berwisata ke desa adat memang berbeda dengan wisata ke destinasi umum lainnya. Suku Baduy telah menyuarakan kekuatirannya. Jika masih mau ke Baduy, cukup patuhi semua aturan Tata Tertib yang telah ditetapkan.
Kisah tentang desa adat yang menolak modernisasi mengingatkan penulis akan kisah Kampung Naga di Tasikmalaya yang tidak kalah menarik. Meskipun terakhir ke kampung indah itu telah lama berlalu, tetapi banyak kenangan yang masih tersimpan di hati.Â