Nama "Eiger" masih menjadi topik hangat nan aktual. Insiden viral-nya surat cinta ke seorang YouTuber pun berujung kecaman dari berbagai pihak. Baik yang cukup familier dengan jenama (merek) ini, maupun yang baru mengenalnya. Alhasil, nama Eiger pun sesaat melambung tinggi di blantika sosmed di negeri +62.
Terpelesetnya Eiger di surat teguran tentu saja menarik. Tetapi, penulis tidak akan membahasnya lebih lanjut. Episode "Eiger vs YouTuber Dian Widiyanarko"Â sudah cukup banyak dibahas. Suatu pelajaran yang mahal bagi Eiger. Dan yang pasti banjir tawaran buat Bung Dian Widiyanarko yang kini makin populer. :)
Nah, terlepas dari bagaimana strategi Eiger mengembalikan reputasinya, maka tidak kalah menarik adalah melongok bisnis perlengkapan aktivitas luar ruang yang tidak kalah menggiurkan. Selain Eiger, ada lagi jenama lokal seperti Consina yang kian dikenal. Belum lagi nama-nama besar di bisnis perlengkapan outdoor dunia yang kini juga masuk ke pasar Indonesia.
Sejatinya, Eiger layak diapresiasi sebagai salah satu produsen perlengkapan luar ruang lokal yang mampu bersaing di pasar yang kian kompetitif. Tidak hanya di pasar domestik, tapi juga sudah merambah ke pasar mancanegara, seperti Singapura, Malaysia, hingga Timur Tengah. Meskipun, belum bisa dibandingkan dengan nama-nama beken lainnya yang sudah lebih mendunia.Â
Harga Eiger pun tentu saja berbeda. Masih jauh lebih terjangkau dibandingkan produk The North Face, misalnya, yang dipajang di sebuat mal mewah di Jakarta. Namun, jika ditimbang dari harga dan kualitas yang ditawarkan, maka Eiger boleh berbangga. Produknya saat ini berada di barisan terdepan produk lokal yang sangat populer. Bahkan dalam berbagai situs yang menyajikan urutan perlengkapan outdoor paling favorit di Indonesia, merek Eiger sering menempati urutan pertama.
Nama Eiger sendiri mengingatkan penulis pada salah satu gunung ternama di Swiss yang juga populer di kalangan para pendaki dunia. Puncak Eiger menjulang setinggi 3,967 m dpl di kawasan Bernese Alps, Swiss, berdekatan dengan dua puncak gunung lainnya, yakni Monch (4,110m) dan Jungfrau (4,158m). Jika tertarik ke sini, bisa memilih menginap di desa Lauterbrunnen yang indah.
Dari nama-nama di atas, Columbia dan The North Face termasuk merek yang sangat populer secara global. Paling tidak kedua merek kondang inilah yang paling sering penulis temui di banyak shopping mall, factory outlet, maupun di toko mereka masing-masing di berbagai kota besar di dunia. Dari benua Amerika, Eropa hingga Asia. Bahkan produk bermerek top ini bisa ditemukan di Jakarta.
Sementara itu, Patagonia yang berasal dari Ventura- AS ini jarang ditemukan di kota-kota besar di Indonesia. Sebagian pecintanya membeli produk ini di Singapore lewat "Outdoor Life" yang memiliki koleksi cukup lengkap produk ternama ini.
Secara rerata, harga The North Face sedikit lebih mahal dibandingkan Columbia. Namun, keduanya pun masih di bawah Kathmandu maupun Patagonia. Sama mahalnya produk-produk buatan Arc'teryx - Kanada, Houdini -- Swedia, Helly Hansen -- Norwegia, dan lain-lain yang tidak dijual di tanah air.
Perusahaan Columbia Sportswear didirikan tahun 1938 oleh Paul Lamfrom, ayah dari Gert Boyle yang lahir di Jerman. Pada awalnya Columbia dikenal sebagai perusahaan kecil pembuat topi di Portland, tidak jauh dari Sungai Columbia. Nama perusahaan pun dinamakan sesuai nama sungai tersebut.
Penulis sendiri menyukai produk Columbia, khususnya produk jaket dengan teknologi reflektif "omni-heat". Tetapi, belinya hanya ketika ada diskon besar di factory outlet. Dan ditambah tax refund, maka harganya pun turun jauh. Merek ini pun termasuk salah satu yang banyak penggemarnya di Indonesia.
Salah satu saingan utama Columbia di pasar global tidak lain adalah The North Face, sebuah perusahaan asal AS lainnya. Berdiri sejak tahun 1968, The North Face memproduksi berbagai jenis peralatan luar ruang dan juga kebutuhan fashion. Mulai dari jaket naik gunung, bermain ski, hingga jaket windbreaker dengan warna-warni penuh gaya.
Beberapa produk Northface berharga fantastis. Penulis pernah menemani seorang tamu yang membeli sebuah jaket ski yang bisa digunakan di temperatur dingin ekstrim. Jaket yang konon digaransi seumur hidup itu dibanderol sekitar 750-an dolar AS! Setelah sempat heran sejenak, sang tamu menjelaskan bahwa jaket itu untuk anaknya yang ada di Kanada. Oh, Kirain mau digunakan di Jakarta yang panas. :)
Kathmandu berdiri tahun 1987 di kota Christchurch, Selandia Baru. Salah satu pendirinya, Jan Cameron, adalah seorang pebisnis asal Melbourne, Australia, yang pernah dinobatkan sebagai Wanita Terkaya Keempat di Australia. Sewaktu mengunjungi kota Queenstown pada April 2019 lalu, penulis beberapa kali mondar-mandir ke tokonya yang berada di pusat kota itu. Ya, brader, hanya mondar-mandir di depan tokonya. Harga jaketnya sungguh diluar jangkauan. Hiks.
Soal peduli lingkungan, nama besar Patagonia, Inc. sangat patoet dipoedji. Perusahaan pembuat perlengkapan kegiatan luar ruang terkenal ini didirikan tahun 1973 di Ventura, California - AS oleh Yvon Chouinard, seorang pendaki dan pecinta lingkungan sejati.
Anda tahu kan asal nama Patagonia? Betul sekali. Patagonia adalah sebuah wilayah geografis di bagian paling selatan benua Amerika Selatan. Ini salah satu destinasi impian. Pesona panorama alamnya telah lama menjadi buah bibir di kalangan penjelajah, fotografer dan pelancong dunia.
Produk Patagonia juga sangat berkelas. Dalam banyak aspek, Patagonia kerap disandingkan dengan Kathmandu, baik kualitas maupun kontribusinya terhadap lingkungan hidup. Bloomberg bahkan pernah menulis, "Kathmandu is basically a down-under version of Patagonia". Istilah "down-under"Â sendiri merujuk ke dua negara di bagian selatan bumi, yaitu Australia dan Selandia Baru.Â
Kembali sejenak ke Eiger. Apakah Eiger mampu melepaskan diri dari belitan kasusnya? Tentu saja penulis berharap demikian. Dan bukan hanya mampu melewati cobaan ini, tetapi seharusnya menggunakan momentum ini untuk menjadi lebih besar lagi. Eiger tidak sendiri. Banyak perusahaan lain justru mampu mengambil hikmah dari setiap kasus dan bertumbuh menjadi perusahaan yang lebih baik dan besar.
Eiger seyogyanya juga masuk lebih jauh ke berbagai komunitas pemakai produk-produknya. Menjadi bagian dari aktivitas para petualang itu sendiri. Dan tidak kalah penting terus membangun "Top of Mind Awareness" yang kuat.
Dan suatu saat jika ada pertanyaan tentang merek apa yang langsung diingat ketika mencari peralatan luar ruang di Indonesia, maka hanya ada satu nama yang spontan diingat. Nama itu mestinya Eiger!
Kelapa Gading, 30 Januari 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Foto-foto yg digunakan sesuai keteragan sumber di masing-masing foto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H