Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Romantika Perjalanan, dari "False Alarm" hingga Korsleting "Rice Cooker" di Hotel

29 Desember 2020   09:14 Diperbarui: 30 Desember 2020   11:04 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstran di Bandara El Prat Barcelona. Sumber: medol / lifehopeandtruth.com

Kisah perjalanan selalu menyimpan aneka cerita. Ada sedikit horor, dramatis, kadang mendebarkan dan sesekali juga menggelikan. Begitulah yang terjadi ketika kita bepergian bersama rombongan. Sebagian lupa, bahwa ketika berada di negeri lain harus bisa menyesuaikan diri. Dan ada aturan yang harus selalu dipatuhi.

Syahdan, kota Sydney - Australia di suatu malam menjelang pagi pertama di tahun baru. Setelah ikut menyaksikan pesta kembang api dari kawasan Sydney Opera House dan pulang ke hotel berjalan kaki, puluhan tamu asal Indonesia di Marriot Hotel Sydney (kini berganti nama menjadi Pullman Hotel) sepertinya sepakat lanjut begadang.

Di malam jelang tahun baru itu, hotel berbintang di seberang Hyde Park itu memang penuh dengan grup wisatawan asal Indonesia maupun tamu perorangan yang merayakan New Year's Eve di hotel itu. Suasana hotel pun masih ramai lepas tengah malam.

Sekitar jam dua subuh tetiba alarm hotel meraung kencang. Dalam sekejab, semua tamu-tamu hotel berhamburan ke luar kamar. Sebagian tamu di lantai yang sama dengan penulis awalnya hanya melongok ke luar kamar. Namun, akhirnya ikut berlari turun lewat tangga darurat hotel. Lumayan, dari lantai 9!

Hotel Pullman yg dulu bernama Marriot Hotel. Sumber: all.accor.com
Hotel Pullman yg dulu bernama Marriot Hotel. Sumber: all.accor.com
Lobby hotel pun segera penuh. Tamu yang terburu-buru masih dengan pakaian tidur, piyama, daster, dan lain-lain. Heboh! Dalam beberapa saat kemudian pemadam kebakaran sudah berada di depan hotel. Respons yang sangat cepat.

Namun, setelah investigasi menyeluruh di beberapa lantai, yang diduga sumber berbunyi alarm hotel, manajemen hotel pun mengijinkan tamu-tamu kembali ke kamar.

False alarm? Betul sekali. Alarm palsu itu umumnya bersumber dari perangkat fire alarm utama, yaitu perangkat smoke detector (pendeteksi asap) dan heat detector (pendeteksi panas). Dalam kehebohan di malam tahun baru itu, pendeteksi asap yang dicurigai bekerja di salah satu lantai.

Meskipun pihak hotel hanya memberikan peringatan umum kepada semua tamu, tetapi bisik-bisik pun menyebar. Sekelompok tamu asal Indonesia diduga merokok kretek di dalam kamar dan jendela kamar tidak cukup terbuka lebar. Asap rokok tebal boleh jadi penyebabnya.

Sebuah pengalaman yang mendebarkan di malam tahun baru itu. Dan andaikata terjadi saat ini, ketika peraturan hotel semakin ketat, sudah pasti akan diusut tuntas. Acara begadang itu pun bisa saja berujung pinalti ribuan dolar.

Di lain kesempatan, sejumlah tamu tiba-tiba 'demo' kecil di lobi Grand Hotel Oslo, Norwegia. Ini bukan hotel berbintang biasa. Grand Hotel di pusat kota Oslo adalah sebuah hotel terkenal dan sangat bersejarah.

Hotel berbintang lima yang dibuka tahun 1874 ini dikenal sebagai hotel tempat menginap para pemenang Nobel Peace Prize, salah satu hadiah Nobel bergengsi. Akan tetapi, ada satu hal yang membuat wisatawan asal Indonesia sulit mengerti tentang hotel tua nan elegan ini. Hotel mewah ini tidak memiliki AC.

Sebuah fakta yang sebetulnya biasa saja di wilayah Skandinavia, khususnya di hotel-hotel tua nan antik. Hotel-hotel umumnya memasang alat pemanas (heater), tapi tidak selalu ada AC (Air Conditioner), apalagi hotel bersejarah setua Grand Hotel Oslo. 

Temperatur di bulan Juni saat itu sejatinya tidak terlalu panas. Hanya sekitar 20C dan malam hari malah turun ke sekitar 10 -15 C. Pihak hotel  hanya menyarankan membuka jendela dan akan meminjamkan beberapa kipas angin portable. Namun, itu pun tidak memuaskan hati mereka. Persepsi hotel mewah harus ber-AC sudah terlanjur melekat.

Sungguh suatu malam yang panjang di hotel tua itu. Lalu apakah kamar itu memang panas? Tidak juga. Setelah jendela dibuka, dalam hitungan menit, udara dingin telah menyergap masuk. Kamar cukup sejuk, hati saja yang panas.

Berbagai insiden di hotel memang cukup menegangkan. Tetapi, bagaimana kalau Anda terjebak di suatu kota yang sedang bergolak karena perseteruan politik di negara itu? Itulah yang pernah penulis alami bersama rombongan lain sekitar tanggal 15-16 Oktober 2019 lalu di Barcelona.

Demonstran di Bandara El Prat Barcelona. Sumber: medol / lifehopeandtruth.com
Demonstran di Bandara El Prat Barcelona. Sumber: medol / lifehopeandtruth.com
Persis sehari sebelum kami mendarat di bandara El Prat - Barcelona, sebuah berita menggoncang kota Barcelona. Sembilan pemimpin Gerakan Kemerdekaan Catalunya dijatuhi hukuman penjara antara 9 -13 tahun oleh Mahkamah Agung Spanyol di ibukota Madrid.

Kota Barcelona pun membara. Puluhan ribu demonstran konon mulai memasuki kawasan pusat kota Barcelona. Ribuan polisi seketika memblokade jalan dan kawasan utama di pusat kota. Mulai area sekitar Placa de Catalunya, La Rambla hingga Passeig de Gracia yang dipenuhin toko dan butik ternama.

Mobil box yang mengantar bagasi kami dari bandara sejak jam 13.00 tidak diijinkan melewati blokade jalan menuju hotel kami. Hotel NH Collection Barcelona Gran Hotel Caldern, tempat kami menginap malam itu, kebetulan berada sangat dekat dengan pusat demonstrasi.

Sedangkan bus yang berusaha mengantar kami menuju hotel hanya bisa berputar dalam radius 2 - 3 km di luar area konsentrasi massa. Dan di sepanjang jalan ribuan pendemo mengibarkan bendera Catalunya. Teriakan slogan pro-kemerdekaan membuat situasi kian memanas. Di beberapa titik sebagian demonstran sudah mulai membakar ban di jalan dan bentrok dengan polisi.

Sebagian rencana wisata pun dibatalkan. Acara makan malam ikut dipercepat sambil berdoa demonstrasi cepat mereda setelah malam tiba. Kenyataannya, makin malam makin panas. Usaha sopir negosiasi dengan polisi agar bus kami diijinkan mendekat ke hotel tetap gagal. Akhirnya, kami semua pun turun di tengah jalan.

Demonstrasi di jalan-jalan Barcelona. Sumber: getty images via independent.co.uk
Demonstrasi di jalan-jalan Barcelona. Sumber: getty images via independent.co.uk
Jarak ke hotel sebetulnya sudah tidak jauh, sekitar 2.5 km. Tetapi, membawa 35 orang, yang sebagian sudah berusia lanjut, berjalan kaki sambil menarik handcarry bukanlah perkara mudah. Apalagi di tengah situasi kota yang sedang memanas. Sangat mendebarkan. Syukurlah, tanpa banyak hambatan, kecuali sekedar menarik perhatian, kami tiba di hotel dengan selamat.

Konon, kami dikatakan masih beruntung. Ada grup lain yang berangkat di sore itu harus berjalan kaki sangat jauh sambil menyeret koper karena bandara ikut diseruduk demonstran. Dan penumpang yang baru tiba juga tidak bisa keluar dari bandara El Prat.

Bagaimana dengan bagasi kami yang siang tadi dibawa mobil box? Setelah lewat tengah malam, barulah mobil tersebut berhasil masuk ke hotel bersama puluhan koper kami.

Dalam perjalanan menuju bandara ke esokan harinya, situasi sudah lebih kondusif. Berita di koran setempat menyebutkan lebih 200,000 warga Barcelona turun ke jalan malam itu. Demonstrasi juga terjadi di kota-kota lain di wilayah Catalunya, seperti Girona, dan lain-lain.

Lain kota, lain ceritanya. Jika di kota Oslo, tamu yang protes ke hotel, lain lagi kisah di sebuah hotel di Garmisch-Partenkirchen, Jerman. Di hotel ini petugas di reception desk lah yang ngamuk. Mungkin sudah nasib bermasalah dengan hotel ini.

Ketika check in, staf hotel menyodorkan sebuah surat pernyataan untuk ditandatangani, yakni jika ada tamu yang merokok di kamar akan dikenakan pinalti sekian ratus Euro. Problemnya, grup lain yang baru selesai check in hanya disampaikan secara lisan tanpa diminta tanda-tangan yang sama. Ada perbedaan perlakuan.

Mau protes? Percuma. Mungkin hotel punya pengalaman dengan turis asal Asia lainnya yang agak nakal. Kebetulan tidak ada satu pun tamu anggota grup yang perokok. Seharusnya aman, bukan? Ternyata tidak.

Belum juga satu jam berada di kamar, tetiba listrik mati di blok kamar-kamar kami. Well, bagus juga ada alasan untuk protes ke hotel akibat ketidaknyaman ini. Namun, belum juga protes, penulis sebagai pemimpin grup justru ditegur duluan. Ahaha.

Rupa-rupanya ada korsleting di salah satu kamar tamu kami. Apa yang terjadi? Aha, Rice cooker penyebabnya. Makanan di resto lokal mungkin belum mengenyangkan karena tidak ada nasi. Sang tamu pun memasak nasi di kamar dengan rice cooker mini nya. Dan entah masalah di colokan atau karena melebihi kapasitas yang diijinkan di kamar, listrik di kamar pun mati. Begitu juga kamar-kamar di sekitarnya.

Wajah staf di Front Office makin tidak sedap dipandang. Seakan ingin mengatakan firasatnya benar. Ini grup bermasalah. Beruntung tamu tersebut hanya ditegur. Sang tersangka, si rice cooker pun menjadi benda terlarang di hotel itu.

Setiap perjalanan memang selalu menyimpan ceritanya sendiri. Itulah yang disebut romantika perjalanan. Apa saja bisa terjadi ketika sedang bepergian. Sebagian karena ulah kita sendiri, sedangkan yang lain disebabkan hal-hal di luar kekuasaan kita.

Anthony Bourdain, seorang chef dan jurnalis ternama, pernah mengatakan, "Travel isn't always pretty. It isn't always comfortable. Sometimes it hurts, it even breaks your heart. But that's okay. The journey changes you. It should change you...."

Kelapa Gading, 29 Desember 2020
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: foto-foto yang digunakan sesuai keterangan di foto masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun