Tempat wisata instagrammable kini seakan menjadi jimat nan sakti menjual sebuah destinasi wisata. Tidak jarang, biro perjalanan wisata pun ikut menyelipkan berbagai foto instagramable dalam promosi wisata demi menarik calon pelanggan.
Di sisi lain, destinasi wisata berlabel "instagrammable"Â juga dianggap manjur menarik pengunjung untuk ramai-ramai mendatanginya. Tidak heran, untuk mendapatkan status yang seakan menjamin kecepatan viral, banyak tempat umum lainnya, baik resto, kafe, kampung, hingga lorong atau sepotong jalan pun disulap dengan dekorasi menarik agar ikut populer di jejaring sosial media.
Tentu saja, jika sukses viral di sosmed, khususnya di platform Instagram, pada ujungnya mendongkrak ekonomi lokal di lokasi tersebut.Â
Bagi sebuah kawasan wisata, misalnya, dampak viralnya ikut memberikan pemasukan tambahan ke masyarakat setempat. Sedangkan bagi sebuah kafe, tentunya diharapkan meningkatkan penjualannya.
Instagrammable sendiri berarti sebuah foto atau gambar yang layak ditayangkan di media berbagi Instagram. Dan kenapa harus Instagram? Pasalnya, Instagram adalah salah satu media sosial dengan pengguna tertinggi di dunia, termasuk juga di Indonesia.
Instagram adalah media sosial yang fokus pada platform berbagi foto dan video. Fitur-fitur yang melekat di media ini membuat penggunanya makin menggandrunginya.
Namun, jangan lupa! Tidak semua tempat wisata instagramable bertahan lama di pasar. Ada yang sekejap meroket, tetapi setelah beberapa waktu kemudian, spot itupun terlihat menjadi biasa.
Nilai jual spot tersebut yang awalnya begitu kekinian, sangat aktual, nge-hits banget, pun mulai memudar, setelah foto-fotonya yang beredar nyaris sama semua. Dan pada ujungnya, wisatawan pun mengejar spot instagramable baru lainnya.
Sejatinya, dari aspek pariwisata, spot instagramable bisa dibagi dalam dua kelompok, yakni dari tempat wisata yang sejak awal memang sudah populer. Dan yang kedua, tempat wisata baru yang secara sengaja dibuat sebagai spot instagramable.Â
Yang penting diingat, pengelolanya tidak perlu keblablasan membuat spot tambahan khusus demi pengejar foto instagramable. Kasus di Bromo, misalnya. Pemasangan tugu dengan tulisan "Bromo Tengger Semeru National Park"Â banyak menuai protes. Selain merusak estetika lingkungan alam, pengelola taman nasional ini seakan kurang percaya diri.
Pada dasarnya, kawasan wisata Bromo sudah sangat termasyhur di dunia. Dengan hanya melihat sekilas bentuk khas Gunung Batok dan Bromo pun, kita sudah tahu ini foto Taman Nasional Bromo.Â
Tidak perlu lagi membuat signage besar seperti itu. Itu sama saja memasang papan nama besar berjudul "Candi Borobudur" di depan candi ternama tersebut. Seakan-akan takut wisatawan salah mengenalinya.
Mau mengunjungi kampung berwarna? Ada. Datang saja ke Jodipan di Malang. Di kampung tematik ini Anda bisa menyaksikan semua rumah dicat dengan berbagai warna mencolok, bahkan hingga ke atap-atapnya.
Atau tertarik berjalan sambil swafoto di antara petak sawah? Kenapa tidak. Di Yogya setidaknya ada beberapa lokasi yang kini sudah makin kondang. Sebut saja, Sawah Sukorame di Bantul dan Bulak Pronosutan di Kulon Progo, Yogyakarta.
Hal yang sama berlaku di berbagai kafe dan resto yang didesain dengan interior penuh warna dan sangat catchy. Dan tidak ketinggalan juga, sudut-sudut kota tua yang direvitalisasi sehingga kembali menarik untuk dikunjungi.
Tetapi, kafe yang menjaga keunikannya dan kualitas layanan prima akan bertahan lama dengan pelanggan setia maupun yang baru. Apalagi jika kafe tersebut memiliki pemandangan menarik yang sering disebut "million-dollar view".
Apapun hasil dari menyulap sebuah kawasan menjadi instagramable, tetap layak diapresiasi. Sebuah kawasan yang sebelumnya terlihat kumuh pun menjadi lebih kinclong. Sebuah lorong jalan dengan tulisan grafiti tidak jelas pun berubah indah dengan lukisan dinding yang jauh lebih menarik.
Kini tempat wisata Instagramable ada di mana-mana. Anda bisa menemukannya di berbagai kota di Indonesia, hingga di negara-negara tetangga. Semuanya saling berlomba menjadi yang terdepan.
Sedangkan di Jawa Timur, siapa yang tidak tergiur berpose di tepi kaldera Gunung Ijen atau hutan De Djawatan - Banyuwangi yang sedang naik daun.
Masih ingat kasus foto Pura Lempuyang Luhur di Bali? Sebuah gerbang dengan latar belakang Gunung Agung terlihat begitu menakjubkan. Berdiri di tengah gerbang akan seketika membuat fotomu makin elok. Dan foto itupun makin spektakuler ketika ada pantulan diri yang begitu cantik di atas sebuah kolam.
Kenyataannya? Kolam air berikut refleksi bayangan di atasnya adalah hasil trik fotografi. Dan itulah yang menjadi pangkal masalah. Editor Majalah Fortune, Polina Marinova, yang mengunjungi Pura Lempuyang tidak akan pernah menemukan kolam air itu.
"My hopes and dreams were shattered when I found out the 'water' at the Gates of Heaven is actually just a piece of glass under an iPhone." Begitulah kicauan Polina yang pernah dikutip Kompas.com setahun lalu.
Jadi jika ingin mendapatkan foto terbaik di spot yang instagramable, tetap kreatif membuat komposisi terbaik, tanpa perlu menyulap "batu menjadi air". Anda bukanlah David Copperfield. :)
Kelapa Gading, 27 Desember 2020
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan:Â
Foto-foto adalah koleksi pribadi, kecuali dua foto di Ijen dan Banyuwangi milik sahabatku Mardiana @nana_cantique, serta tangkapan layar twitter dari Kompas.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H