Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Romantika Perjalanan, "Awas Copet!" di Mana-mana

4 Desember 2020   09:12 Diperbarui: 7 Desember 2020   03:06 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jemma-el-Fna di Marrakech, Maroko yg selalu ramai. Sumber: Massimotelo/Luc Viatour/wikimedia

Situs perjalanan ternama kerap berbagi kiat tentang bagaimana melindungi barang-barang pribadi ketika bepergian. Judul artikel semacam, "How to Keep Your Belongings Safe While Traveling" bisa di-googling dengan mudah. Namun, kejadian kehilangan terus menimpa banyak pelancong dari waktu ke waktu.

Sementara itu, di antara sesama pelancong, sebuah nasehat yang lebih tajam sering dibagikan. "Jaga selalu paspormu dengan baik. Di luar negeri, paspor itu bak nyawa kedua!" Berlebihan? Hm, bisa saja ada yang berpandangan demikian. Tetapi, kenyataannya, benda bernama paspor itu memang adalah dokumen maha penting yang harus selalu dijaga. O ya, tentu saja uang dan handphone juga penting.

Dalam pengalaman perjalanan selama ini, penulis sendiri telah mengalami atau setidaknya membuktikan kebenaran hal tersebut. Kehilangan paspor ibarat bencana saja. Jadwal perjalanan yang telah tersusun rapih pun bisa berubah drastis, bahkan berantakan.

Pada dasarnya, selain paspor, semua pelancong wajib menjaga juga uang yang dibawa serta berbagai kartu bank yang dimiliknya, misalnya kartu kredit, dan lain-lain. Sekalipun saat ini proteksi terhadap penggunaan kartu kredit kian ketat dengan penerapan PIN.

Di zaman dulu, banyak pelancong membawa 'Traveller's Cheque' sebagai alat pembayaran yang aman, dibandingkan membawa uang kontan. Namun, di era cashless, jangankan 'Traveller's Cheque', banyak pelancong juga membatasi membawa uang kontan dalam jumlah besar. Selebihnya, lebih mengandalkan kartu kredit atau kartu debit.

Contoh dompet duit dan paspor yg bisa diselipkan di balik baju. Sumber: koleksi pribadi
Contoh dompet duit dan paspor yg bisa diselipkan di balik baju. Sumber: koleksi pribadi
Kembali ke soal paspor tadi. Jika uang hilang (dicopet) masih bisa pinjam ke sesama teman seperjalanan. Tetapi, bagaimana kalau paspor yang ikut hilang? Pasti sangat memusingkan. Selain harus bergegas melaporkan ke kantor polisi terdekat untuk mendapatkan surat keterangan kehilangan, Anda juga wajib ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang biasanya berlokasi di ibukota negara tersebut untuk mengurus SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor).

Kerepotan itu kian menjadi, jika kehilangan itu terjadi di kota lain, di mana tidak ada KBRI. Apalagi jika masih melanjutkan ke negara yang lain. Makin ribet, bukan? Dan bisa saja, terpaksa membatalkan semua sisa perjalanan dan langsung pulang ke tanah air setelah mendapatkan SPLP tadi. Liburan yang indah pun menjadi mimpi buruk.

Paspor dan uang yang biasanya disimpan dalam tas maupun dompet bisa dicopet di mana saja. Bukan hanya di kerumunan turis di obyek wisata, di toko yang ramai atau di kawasan pejalan kaki yang padat. Tetapi, juga di lobby hotel, dalam restoran, lift, bahkan di dalam rumah ibadah. Pencopet sepertinya sudah mempunyai daftar target yang jelas. Lokasi-lokasi favorit di mana turis sering lengah seolah sudah ada dalam daftar perburuan mereka.

Karikatur copet. Sumber: Isaac Robert Cruikshank /wikimedia
Karikatur copet. Sumber: Isaac Robert Cruikshank /wikimedia
Dalam suatu perjalanan bertahun lalu, sebuah insiden tidak terduga terjadi di sebuah restoran Chinese di tepi Danau Como, Italia. Restoran yang saat itu tidak begitu ramai membuat kami tidak menyadari kehadiran dua pencopet. Pasangan pencopet itu berpenampilan rapi, tidak bedanya dengan warga setempat. Sempat melihat sekilas, mereka sedang ngobrol sambil ngopi di salah satu sudut resto.

Setelah bersiap berangkat, tetiba Ibu A yang asal Bandung menjerit, "Mana tasku? Siapa yang ambil?" Anak lelaki remajanya yang dititipin tas sang Ibu yang ke toilet hanya terdiam. Dia ternyata tidak menjaganya, seperti pesan Ibunya. Tas tangan branded, yang berisi dompet serta paspor dan ribuan Euro, yang sebelumnya digantung di kursi lenyap tanpa bekas. Seketika, kami memandang ke meja pasangan tadi yang juga sudah kosong.

Rute perjalanan hari itu dari Milan - Como - Lucerne, Swiss. Kota Como berada di dekat perbatasan Italia dan Swiss. Sungguh dilematis. Si Ibu dan anaknya tidak mungkin kembali ke ibukota Roma untuk mengurus SPLP di KBRI di sana. Sedangkan, mau menyeberang ke Swiss pun tidak ada paspor. Beruntunglah saat itu, kami berhasil 'selundupkan' mereka lewati perbatasan. Dan akhirnya, SPLP tersebut baru diurus di KBRI Paris dan kembali ke Jakarta dengan lancar. Pengalaman yang tidak terlupakan.

Spanish Steps, salah satu lokasi favorit para pencopet di Roma. Sumber: koleksi pribadi
Spanish Steps, salah satu lokasi favorit para pencopet di Roma. Sumber: koleksi pribadi
Kota-kota di Italia memang indah. Tetapi, jangan pernah lupa, di antara jutaan turis yang mengunjunginya sepanjang tahun, terdapat juga banyak pencopet yang seakan siap menanti. Dalam suatu perjalanan lainnya, penulis berkenalan dengan sepasang turis India. Setelah mengitari pusat kota tua Roma, mereka akhirnya lelah dan duduk rehat sejenak di sebuah bangku batu di seberang Piazza Venezia.

Tas kulit sang suami yang biasanya tidak pernah dilepaskan dari tubuhnya ditaruh sebentar di antara kedua kakinya. Beberapa saat kemudian dia berdiri cepat, seakan baru bangun dari mimpi buruk. Tasnya lenyap tanpa sempat pamit. Laporan ke kantor polisi setempat tidak berguna. Konon, setiap hari mereka menerima puluhan laporan kasus pencopetan dan mungkin lebih banyak lagi yang tidak dilaporkan.

Menariknya, mantan pemegang rekor dunia lari 100 meter asal Kanada, Ben Johnson, pun pernah dicopet beberapa anak gypsy di sekitar Via Veneto, sebuah jalan terkenal dengan deretan hotel mewah di kota Roma. Namun, kejaran sang sprinter berakhir sia-sia. Menurut stasiun TV RAI, dalam dompet sang pelari terdapat uang kontan sebanyak 4,900 dolar AS. Ah, seharusnya Ben tidak menyimpan semua duitnya dalam satu dompet yang sama.

Lokasi 'hot-spot' lainnya yang jadi incaran pencopet di Roma tersebar di beberapa lokasi. Misalnya, di stasiun kereta Termini, Trevi Fountain, Spanish Steps dan bahkan di dalam Basilika Santo Petrus - Vatikan. Di Basilika? Betul. Tidak mengherankan, di musim panas yang sibuk atau ketika ada perayaan besar, para pemandu wisata makin rajin mengingatkan peserta wisatanya untuk selalu berhati-hati. Para pencopet mengincar turis yang lengah mulai dari toko-toko suvenir di sekitarnya hingga ke dalam basilika. Sungguh terlalu!

Pegiat anti-copet di dalam metro di Barcelona. Sumber: AFP via www.thelocal.es
Pegiat anti-copet di dalam metro di Barcelona. Sumber: AFP via www.thelocal.es

Layaknya sebuah kompetensi, para pencopet di Roma dan Florence di Italia, maupun di kota-kota lain yang terkenal dengan pencopetnya terus mengasah ketrampilan mereka. Sebut saja, kota-kota seperti Amsterdam, Budapest, Praha, Barcelona, Madrid, Paris dan Athena. Jika hanya pasif menunggu kelengahan turis, maka peluang sukses kian menipis. Itulah sebabnya, mereka pun kadang sangat pro-aktif dan bekerja dalam kelompok kecil dengan strategi khusus.

Misalnya, salah satu mendekati calon korban, mengajak bicara dan meminta tanda tangan atau mengisi petisi tertentu. Abaikan saja. Itu sebetulnya hanya cara untuk mengalihkan (distract) perhatian. Temannya yang lain, yang berlagak tidak saling kenal, tiba-tiba mendekat dan seakan tertarik pada pembicaraan mereka. Hati-hati! Orang kedua yang mendekat itulah yang mencopet. Dan itulah yang menimpa Bapak B asal Semarang di sekitar Heroes Square, Budapest, Februari lalu, ketika bepergian bersama kami. Dompetnya lenyap bersama berlalunya kelompok tadi.

Well, andaikata semua pencopet bertampang 'kriminal', mungkin jumlah kasus pencopetan akan menurun drastis. Celakanya, yang terjadi justru sebaliknya. Ada ibu-ibu berwajah sendu, gadis-gadis cantik seperti kelompok yang meminta tanda tangan tadi. Dan ada juga anak-anak kecil, seperti yang mencopet Ben Johnson di Roma.

Wanita gypsy di Italia. Sumber: www.bella-toscana.com
Wanita gypsy di Italia. Sumber: www.bella-toscana.com
Lupakan juga 'stereo-typing' selama ini bahwa kelompok tukang copet selalu gypsy, yakni kaum nomaden yang diperkirakan berasal dari wilayah Rumania. Pencopet saat ini bisa dari mana saja, bisa siapa saja. Meskipun yang dominan masih kelompok gypsy. Jika para gypsy hanya beroperasi di jalan-jalan atau alun-alun di kawasan wisata, maka para pencopet intelek justru beroperasi di kawasan lebih berkelas. Mulai dari lobby hotel berbintang, toko-toko turis besar, hingga kafe dan restoran populer. Mereka bisa saja ikut ngopi di kafe atau duduk di lobby hotel mewah, layaknya tamu hotel lainnya.  

Cerita hotel mewah seketika membuat penulis teringat kembali kisah pahit lainnya. Sebuah petaka yang menimpa rekan penulis yang kehilangan kamera Nikon SLR-nya yang mahal di lobby hotel M di kota Paris.

Suasana lobby hotel berbintang lima di kawasan Montparnasse Paris tidak begitu ramai pagi itu. Berbeda dengan sehari sebelumnya, ketika sebuah grup konferensi besar masih menginap di situ. Penulis dan beberapa rekan sedang mengobrol ringan soal rencana berburu foto atau jalan-jalan di hari itu. Maklum, tugas kantor telah selesai dan ada sisa waktu untuk bersantai.

Boleh jadi, situasi hotel yang terlihat tenteram nan damai itu membuat rekan penulis lengah. Dia pun meletakkan kameranya yang berat itu di atas meja sofa di depannya. Sebuah telpon yang masuk membuat konsentrasinya sedikit bergeser dari kameranya. Beberapa saat kemudian, ketika kami bersiap untuk keluar hotel, terdengar suaranya seakan putus asa. "My camera! Ada yang pegang kameraku? OMG, it's stolen!". Tidak ada satupun yang melihatnya, termasuk petugas sekuriti hotel. Tidak ada CCTV saat itu, berbeda dengan saat ini di mana hampir semua area publik di hotel ada. 

Peringatan Awas Copet di Menara Eiffel-Paris. Sumber: clevertravelcompanion.com
Peringatan Awas Copet di Menara Eiffel-Paris. Sumber: clevertravelcompanion.com
Pencopetan memang kerap terjadi di tempat-tempat yang tidak terduga. Di Paris, misalnya, kawasan sekitar Menara Eiffel, termasuk di dalam lift-nya, sangat rawan pencopetan. Bahkan beberapa tahun lalu, staf Eiffel sampai mogok kerja, karena kasus pencopetan sepertinya terus terjadi. Polisi pun akhirnya mulai berpatroli. Tapi, hingga kini pun Eiffel tetap disatroni geng pencopet.

Selain itu, kadang kehilangan barang berharga kita karena 'kepercayaan' yang salah. Maksudnya? Sekitar dua tahun lalu, jelang tengah malam waktu Jakarta, penulis tiba-tiba menerima telpon dari Copenhagen -- Denmark. Sebuah suara tersendat yang segera penulis kenali.

Staf kantor kami bernama R melaporkan bahwa Tour Leader kami baru saja kehilangan tas selempangnya yang berisi paspor dan semua uang kantor yang dibawanya. Lokasi kehilangan di sebuah kafe di kawasan Nyhavn yang terkenal dikota itu. Jumlah uang untuk berbagai keperluan grup tersebut sangat besar. Kenapa bisa hilang? Rupa-rupanya, sang Tour Leader menitipkan tasnya ke salah satu peserta rombongan, sementara dia sibuk mengatur sana-sini.

NyHavn -Copenhagen pun banyak copet. Sumber: koleksi pribadi
NyHavn -Copenhagen pun banyak copet. Sumber: koleksi pribadi
Masalahnya, yang dititip tidak menyadari betapa pentingnya isi tas tersebut. Tas yang diletakkan di meja yang masih diduduki orang yang dititipi disambar pencopet dalam sekejap mata. Tas tersebut seharusnya tidak boleh dititip ke siapapun. Dan jika memercayakan ke seseorang, pastikan bahwa orang tersebut menjaganya dengan sangat baik. Bila perlu memegangnya dengan erat!  

Itulah yang sering terjadi. Di tempat-tempat yang dianggap aman, berada di antara banyak teman dan seakan tidak mungkin ada 'orang lain'. Berbeda sekali jika kita berada di tempat-tempat yang sudah punya reputasi buruk sebagai 'hunting ground' para pick-pocket alias tukang copet. Di tempat seperti ini biasanya turis yang sudah mendengarnya akan jauh lebih waspada. Jika kita sudah antisipasi "medan perang" dan berhati-hati, pencopet tidak akan punya peluang. Setidaknya mereka tidak berani terlalu nekat merampasnya.

Suatu saat di negara Maroko, penulis ditugaskan mengawal seorang VVIP asal Malaysia, bos sebuah perusahaan asuransi ternama. Gilanya, dia dan isterinya berniat mengunjungi Jemaa el-Fnaa, yakni alun-alun dan pasar terkenal di kota tua Marrakech. Kawasan yang dipenuhin ribuan toko dan kios kecil dengan gang bak labirin, serta alun-alun di dekatnya yang selalu ramai itu, memang menarik dan terkenal. Akan tetapi, di lokasi ini juga terkenal dengan seni mencopet level dewa.

Jemma-el-Fna di Marrakech, Maroko yg selalu ramai. Sumber: Massimotelo/Luc Viatour/wikimedia
Jemma-el-Fna di Marrakech, Maroko yg selalu ramai. Sumber: Massimotelo/Luc Viatour/wikimedia
Alhasil, penulis terpaksa menemaninya bak 'body guard' dengan catatan harus menyimpan dulu semua barang berharga di safety box hotel. Paspor, dompet, tas tangan, kamera, dll ditinggalkan. Cukup membawa beberapa ratus Dirham atau puluhan dolar AS saja, sekedar berjaga untuk membeli minuman atau suvenir. Selain itu, juga membawa foto-copy paspor serta kartu nama hotel.

Petualangan selama dua jam lebih itu berakhir aman hingga kembali ke hotel. Apa jadinya jika tidak antisipasi? Sudah banyak kejadian tidak menyenangkan terjadi di situ. Beberapa di antaranya masih bisa dibaca di situs Trip Advisor.

Sejatinya, pencopetan hanyalah salah satu metode mengambil barang milik orang lain tanpa diketahui pemiliknya. Dan ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Di era sekarang, modus kejahatan jalanan telah berkembang menjadi lebih canggih. Ada yang disebut "Tourist Scam" yang video-nya pun sudah banyak diunggah di You Tube. Soal ini, kapan-kapan akan penulis kisahkan tersendiri.

'Secret belt wallet' buatan Pacsafe. Sumber: www.travelgear.us
'Secret belt wallet' buatan Pacsafe. Sumber: www.travelgear.us
Copet memang ada di mana-mana. Namun, selama kita waspada dan menyimpan paspor dan duit dengan baik, perjalanan wisata kita akan baik-baik saja. Bila perlu, paspor, uang dan kartu kredit disimpan terpisah di dalam dompet uang yang tersembunyi di balik baju.

Jika membawa uang banyak, sangat disarankan untuk dibagi dan disimpan di tempat berbeda. Tidak dalam satu dompet uang yang sama. Dan bila hati kita tentram nan aman, acara foto-foto membingkai kenangan pun pasti berlangsung ceria dan penuh senyum. Klik. klik.  

Kelapa Gading, 4 Desember 2020

Oleh: Tonny Syiariel

Catatan: Foto-foto yg digunakan sesuai keterangan di foto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun