Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Buenos Aires, Ibu Kota Tango, Bola, dan Maradona

1 Desember 2020   11:00 Diperbarui: 3 Desember 2020   12:53 1556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Plaza de Mayo - Buenos Aires. Sumber: Diego Spivacow / wikimedia

Argentina masih diselimuti duka. Tiga hari berkabung nasional yang telah diberikan Presiden Alberto Fernandez tidak akan pernah cukup menyusut airmata Argentinos. Kepergian sang legenda sepakbola Diego Armando Maradona membuat Argentina menangis.

Kesedihan yang sama juga mendera Buenos Aires dan warga kotanya yang disebut "portenos" (orang pelabuhan). Ibukota berjuluk “The Queen of the River Plate” ikut menjadi saksi perjalanan awal karir sang maestro sepakbola. Dan kini, sekali lagi, kepergiannya pun ikut "mengangkat" nama Argentina dan Buenos Aires ke pentas pemberitaan dunia.

Popularitas Maradona memang luar biasa, tidak hanya di Buenos Aires dan Napoli, kota di Italia di mana Maradona dipuja bak dewa, tapi juga di seluruh dunia. Kepergian sang pahlawan dari lapangan hijau ini mengingatkan penulis akan kepergian ‘pahlawan’ Argentina lainnya, yakni Evita Peron. Ingat kan film "Evita" dan lagu "Don't Cry for Me Argentina"?

Warga Napoli- Italia ikut berduka. Sumber: www.newsnationnow.com
Warga Napoli- Italia ikut berduka. Sumber: www.newsnationnow.com

Terletak di pantai barat muara Rio de la Plata, di pesisir tenggara benua Amerika Selatan, Buenos Aires seakan begitu jauh dari mana-mana. Dari Jakarta ke Buenos Aires dengan Emirates via transit di Dubai dan Sao Paolo bisa hampir 30 jam. Itupun tidak termasuk waktu transit. Suatu perjalanan yang seakan tidak berujung. 

Dan boleh jadi karena faktor jarak yang terbentang begitu jauh, sehingga tidak banyak wisatawan Indonesia yang pernah ke kota ini. Penulis sendiri beruntung pernah sekali ke sana. Itupun karena ditugaskan memimpin grup incentive trip dari sebuah perusahaan agrobisnis ke Brazil dan Argentina.

Sebagai bekas koloni Spanyol, ibukota Argentina ini menyimpan pesona Eropa. Taman kota yang teduh, alun-alun nan indah dan gedung-gedung dengan gaya arsitektur khas Eropa terlihat mendominasi wajah kota. Setidaknya ada tiga gaya arsitektur yang terlihat jelas, yakni neo-classical, art nouveau dan art deco. 

Sebagai bekas jajahan Spanyol sejak abad ke-16 dan baru merdeka tanggal 9 Juli 1816, maka tak pelak lagi budaya Spanyol sangat mempengaruhi budaya nasional negara ini. Bahkan bahasa Spanyol pun menjadi bahasa nasional Argentina.

Akan tetapi, Buenos Aires sedikit berbeda. Kota ini bertumbuh menjadi sebuah kota yang sangat multikultur. Bak sebuah 'melting pot'. Ada sebabnya, tentu saja.

Cabildo de Buenos Aires, sebuah gedung era kolonial di Plaza de Mayo. Sumber: Rcidte/ wikimedia
Cabildo de Buenos Aires, sebuah gedung era kolonial di Plaza de Mayo. Sumber: Rcidte/ wikimedia
Sejak akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, ribuan imigran asal Italia, Spanyol, Prancis, Inggris dan Jerman masuk ke Buenos Aires lewat kapal laut. Mereka kemudian menetap di kota ini dan sekitarnya. Pada waktu itu, Puerto de Buenos Aires adalah salah satu pelabuhan dan pintu utama di Amerika Selatan. 

Hasilnya, Buenos Aires pun disebut sebagai kota yang paling bernuansa Eropa di wilayah Amerika Latin. Ragam budaya kotanya begitu berwarna, suatu kombinasi dari budaya berbagai bangsa Eropa yang menetap di kota ini yang berbaur dengan semangat khas ala Latino.

Buenos Aires pun berkembang menjadi sebuah metropolis yang sangat menarik. Bangunan bergaya Italia, taman ala Prancis, dan rumah besar bercorak Spanyol mewarnai kota berpenduduk sekitar tiga juta ini. Banyak pelancong pun kerap membandingkannya dengan kota Madrid - Spanyol dan Paris - Prancis. Dan Buenos Aires juga kerap dijuluki sebagai "Paris of South America". 

Plaza de Mayo - Buenos Aires. Sumber: Diego Spivacow / wikimedia
Plaza de Mayo - Buenos Aires. Sumber: Diego Spivacow / wikimedia

Kunjungan ke Buenos Aires tidak mungkin melewatkan Plaza de Mayo yang sangat terkenal. Inilah alun-alun yang sangat bersejarah bagi kota Buenos Aires dan negara Argentina, titik sentral demonstrasi saat Revolusi Mei tahun 1810.

Di sini juga warga kota merayakan kemenangan Argentina di final Piala Dunia 1986. Dan di tempat yang sama, rakyat Argentina ikut menangisi kepergian Evita Peron dan kini Diego Maradona. 

Di tengah Plaza de Mayo (May Square) berdiri Pyramide de Mayo, sebuah monumen nasional tertua di kota ini yang dibangun tahun 1811. Alun-alun ini juga dikelilingi banyak bangunan penting lainnya dari abad ke 19, termasuk di antaranya, Casa Rosada, istana Presiden dengan balkonnya yang sangat ikonik. Di istana ini jenazah Diego Maradona sempat disemayamkan untuk menerima penghormatan terakhir warga Argentina yang mencintainya.

Casa Rosada dilihat dari Plaza de Mayo. Sumber: Lars Curfs / wikimedia
Casa Rosada dilihat dari Plaza de Mayo. Sumber: Lars Curfs / wikimedia
Casa Rosada, yang menjadi bangunan paling menarik di Plaza de Mayo, dinamakan demikian karena gedung ini memang berwarna merah muda. La Casa Rosada atau “Pink House” makin terkenal sebagai destinasi wisata utama di Buenos Aires sejak tampil di film pemenang Oscar, "Evita" yang dibintangi penyanyi Madonna.

Di alun-alun ini juga kita juga bisa menyaksikan keindahan katedral bergaya arsitektur neo-classical, yakni Metropolitan Cathedral. Katedral ini telah direstorasi berkali-kali dan menghasilkan suatu gaya arsitektur campuran. Mulai dari bangunan awal di abad ke 16, struktur utama dan kubahnya dari abad ke 18 dan fasade bergaya neo-klasik abad ke-19 seperti terlihat saat ini.

Fasade katedral yang indah. Sumber: Richie Diesterheft / wikimedia
Fasade katedral yang indah. Sumber: Richie Diesterheft / wikimedia
Bagi umat Katolik Argentina, Metropolitan Cathedral selalu mengingatkan akan sosok Paus Fransiskus, yang pernah menjadi Uskup di katedral ini. Paus Fransiskus yang dulunya bernama Jorge Mario Bergoglio biasanya memimpin misa di sini. Tapi, setelah terpilih sebagai Paus pada tahun 2013, beliau pun pindah ke Vatikan.

Sekitar dua km arah barat dari alun-alun Mayo, wisatawan juga selalu mampir di depan Istana Kongres Nasional untuk membuat swafoto atau foto grup. Warga lokal menyebutnya "Palacio del Congreso". Gaya arsitektur neo-klasiknya sungguh mengagumkan. Kabarnya, gedung yang dibangun tahun 1906 ini mengadopsi gaya arsitektur dari gedung Capitol di Washington, DC.

Istana Kongres Nasional Argentina- Buenos Aires. Sumber: koleksi pribadi
Istana Kongres Nasional Argentina- Buenos Aires. Sumber: koleksi pribadi
Masih tidak terlalu jauh dari Plaza del Mayo atau hanya 1.4 km jalan kaki, kita pasti terpesona dengan Teatro Colon, sebuah gedung opera keren dari tahun 1908. Gedung opera berkapasitas hampir 2,500 tempat duduk ini seakan menjadi simbol kehidupan budaya di kota ini. Arsitektur gedungnya sangat mengesankan, tidak kalah dengan gedung-gedung opera terkenal lainnya di Eropa.

Teatro Colon (Columbus Theatre) memang memiliki reputasi mendunia. National Geographic menempatkannya sebagai salah satu dari 10 Gedung Opera terbaik di dunia. Kehidupan budaya di kota ini memang berdenyut kencang. Konon terdapat sekitar 300 teater aktif yang tersebar di berbagai sudut kota.

Teater Columbus - Buenos Aires. Sumber: Andrzej Otrebski / wikimedia
Teater Columbus - Buenos Aires. Sumber: Andrzej Otrebski / wikimedia
Namun, berbicara soal budaya Argentina, sudah pasti yang paling diingat adalah Tarian Tango. Ingat Argentina, ingat Tango! Negara inipun sering dijuluki Negeri Tango. Dan berbicara tentang Tango, maka Buenos Aires adalah "ibukota" Tango dunia.

Tarian Tango lahir di kawasan Río de la Plata, yang dianggap sebagai emblem atau lambang kota Buenos Aires. Dan kota ini juga tidak ragu melabeli dirinya sendiri sebagai "Tango World Capital". Pasalnya, kota inilah yang paling banyak mengadakan berbagai event terkait tarian Tango.

Tidak hanya di teater-teater untuk konsumsi wisatawan, tapi juga mengadakan festival tahunan dan turnamen dunia. Benar-benar kota Tango. Tapi, bukan wafer tango yaa, apalagi "Teng Go”. Alias, begitu bunyi “teng”, langsung pergi. Haha.

Tarian Tango di salah satu teater. Sumber: www.rojotango.com
Tarian Tango di salah satu teater. Sumber: www.rojotango.com
Tarian Tango sendiri makin terkenal di dunia setelah beberapa kali difilmkan atau setidaknya ikut mengilhami beberapa film terkenal. Satu di antaranya, film “The Scent of a Woman” yang dibesut sutradara Martin Brest dan menampilkan bintang top saat itu, Al Pacino.

Di Buenos Aires, tentunya tidak sulit menyaksikan tarian tango. "Tango Show" banyak dijual di kota ini. Beberapa yang terkenal, di antaranya, Maldita Milonga, El Querandi Tango, Tango Porteno dan Rojo Tango. Tarif sekali nonton cukup mahal, rata-rata sekitar usd 50, sudah termasuk minum.

Lucunya, meskipun pertunjukan ini sangat menarik dengan pemusik yang piawai mengiringi para penari tango yang berdansa dengan hentakan dinamis dan bersemangat. Tapi, coba lihatlah di deretan penonton asal Indonesia. Aha, rupanya banyak yang tertidur pulas setelah pertunjukan baru berlangsung sekitar 30 menit. Olala.

Kolase foto-foto La Boca - Buenos Aires. Sumber: koleksi pribadi
Kolase foto-foto La Boca - Buenos Aires. Sumber: koleksi pribadi
Jika ingin melihat sisi lain dari Buenos Aires ataupun hendak berburu suvenir, jangan lupa mengunjungi kawasan La Boca yang begitu colorful dan sangat instagrammable.

La Bocca adalah sebuah pemukiman asal imigran Italia yang kini tampil bak pasar seni penuh warna. Deretan rumah di sini dicat warna-warni. Banyak pelukis ikut memamerkan dan menjual hasil karya mereka. Kebanyakan lukisan penari tango atau pemandangan yang digelar di sana. Selain itu ada juga pengamen yang bergaya ala Maradona.

Caminito, kawasan pejalan kaki yang terkenal di La Boca pernah digelari sebagai “The Best Postcard of Buenos Aires”. La Boca memang bak kartu pos cantik dari Buenos Aires. Pantas saja, setiap hari kawasan ini dipenuhi wisatawan yang tidak hentinya membuat foto, video, dan sebagainya. Dan di sela-sela keriuhan itu, sesekali terlihat warga lokal dan turis berdansa tango yang dinamis.

Bergaya ala Maradona di La Boca. Sumber: koleksi pribadi
Bergaya ala Maradona di La Boca. Sumber: koleksi pribadi
Buenos Aires bukan hanya soal arsitektur dan tango. Ini juga kota bola! Kepergian Maradona seketika mengingatkan warga dunia akan kegilaan orang Argentina dan khususnya Buenos Aires akan sepakbola. Klub-klub lokal di kota ini telah melahirkan banyak seniman lapangan bola. Mulai dari pemain era Alfredo Di Stefano hingga Sergio Kun Aguero. Dan kinipun masih banyak pemain lainnya yang terus ‘menari’ tango di berbagai lapangan hijau di Eropa.

Sedikitnya ada 20 klub sepakbola profesional di Buenos Aires, termasuk klub tempat Maradona pernah bermain, yaitu Argentinos Juniors dan Boca Juniors. Dan sejak tahun 2004, stadion kandang Argentinos Juniors sudah dinamakan Estadio Diego Armando Maradona.

Pendukung klub Argentinos Juniors berkumpul di depan stadion Maradona. Sumber: Martin Villar/ Reuters
Pendukung klub Argentinos Juniors berkumpul di depan stadion Maradona. Sumber: Martin Villar/ Reuters
Maradona memang sangat fenomenal. Dia bak ‘dewa’ di Argentina, yang terus dipuja hingga kematiannya yang mengejutkan dunia sepakbola. Dua golnya ke gawang Inggris di perempat-final Piala Dunia 1986 tidak akan pernah terlupakan. Apalagi kemenangan itu seakan suatu ‘sweet revenge’ atas kekalahan perang Argentina dari Inggris dalam konflik Perang Falkland (Malvinas) empat tahun sebelumnya.

Dua gol itu juga mendapatkan julukan berbeda dari Pers dan FIFA. Gol pertama disebut sebagai “Hand of God Goal” dan gol kedua dinobatkan sebagai “Goal of the Century”. Maradona selanjutnya membawa tim Tango melaju hingga final dan merebut Piala Dunia kedua kalinya dalam sejarah setelah tahun 1978.

Selain kisah Maradona, Buenos Aires juga selalu menjadi saksi rivalitas yang sengit antar klub-klub di kota itu, khususnya derby antar dua klub ternama Boca Juniors vs. River Plate. Pertarungan dua tim sekota ini sangat terkenal. Tidak jarang pertandingan bertajuk “Super Clasico” melahirkan permusuhan antar pendukung hingga di luar lapangan. 

Fan Boca Juniors dan River Plate saling menghibur. Sumber: www.trollfootball.me
Fan Boca Juniors dan River Plate saling menghibur. Sumber: www.trollfootball.me
Akan tetapi, kepergian Maradona seketika meredakan sejenak semuanya. Seperti sebuah foto yang telah dipublikasikan banyak media dunia. Dua pendukung Boca Juniors dan seorang pendukung River Plate tampak saling menghibur akibat duka yang dalam dengan kepergian El Diego.

Buenos Aires masih terus berduka. Kematian Maradona kabarnya menyisakan misteri, yang kini sedang diusut polisi Argentina. Makamnya di Bella Vista Cemetery mungkin saja akan menjadi destinasi ziarah bagi fans Maradona.

Sementara itu, di komplek pemakaman lainnya, yakni La Recoleta Cemetery, yang pernah penulis kisahkan sebelumnya, makam Evita Peron masih selalu menjadi “bintang” lainnya.

Last tribute to Diego Maradona. Sumber: www.skysports.com
Last tribute to Diego Maradona. Sumber: www.skysports.com
Sudah tentu Buenos Aires masih menyimpan banyak pesona lainnya yang menggoda. Misalnya saja, kawasan sekitar Plaza San Martin dan San Telmo, yang juga dipenuhi bangunan kolonial, kafe, toko antik, dan lain-lain. Begitu juga, kawasan belanja terkenal lainnya di Calle Florida.

Buenos Aires kini memiliki kisah menarik lainnya. Bukan semata soal sejarah arsitektur dan tarian Tango. Namun, juga tentang sepakbola dan salah satu bakat terbaik yang pernah dimiliknya – Diego Armando Maradona.

Adios Maradona!

Kelapa Gading, 01 Desember 2020
Oleh: Tonny Syiariel

Catatan: Sebagian foto-foto koleksi pribadi dan sbgn lainnya sesuai keterangan di foto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun