Argentina masih diselimuti duka. Tiga hari berkabung nasional yang telah diberikan Presiden Alberto Fernandez tidak akan pernah cukup menyusut airmata Argentinos. Kepergian sang legenda sepakbola Diego Armando Maradona membuat Argentina menangis.
Kesedihan yang sama juga mendera Buenos Aires dan warga kotanya yang disebut "portenos" (orang pelabuhan). Ibukota berjuluk “The Queen of the River Plate” ikut menjadi saksi perjalanan awal karir sang maestro sepakbola. Dan kini, sekali lagi, kepergiannya pun ikut "mengangkat" nama Argentina dan Buenos Aires ke pentas pemberitaan dunia.
Popularitas Maradona memang luar biasa, tidak hanya di Buenos Aires dan Napoli, kota di Italia di mana Maradona dipuja bak dewa, tapi juga di seluruh dunia. Kepergian sang pahlawan dari lapangan hijau ini mengingatkan penulis akan kepergian ‘pahlawan’ Argentina lainnya, yakni Evita Peron. Ingat kan film "Evita" dan lagu "Don't Cry for Me Argentina"?
Terletak di pantai barat muara Rio de la Plata, di pesisir tenggara benua Amerika Selatan, Buenos Aires seakan begitu jauh dari mana-mana. Dari Jakarta ke Buenos Aires dengan Emirates via transit di Dubai dan Sao Paolo bisa hampir 30 jam. Itupun tidak termasuk waktu transit. Suatu perjalanan yang seakan tidak berujung.
Dan boleh jadi karena faktor jarak yang terbentang begitu jauh, sehingga tidak banyak wisatawan Indonesia yang pernah ke kota ini. Penulis sendiri beruntung pernah sekali ke sana. Itupun karena ditugaskan memimpin grup incentive trip dari sebuah perusahaan agrobisnis ke Brazil dan Argentina.
Sebagai bekas koloni Spanyol, ibukota Argentina ini menyimpan pesona Eropa. Taman kota yang teduh, alun-alun nan indah dan gedung-gedung dengan gaya arsitektur khas Eropa terlihat mendominasi wajah kota. Setidaknya ada tiga gaya arsitektur yang terlihat jelas, yakni neo-classical, art nouveau dan art deco.
Sebagai bekas jajahan Spanyol sejak abad ke-16 dan baru merdeka tanggal 9 Juli 1816, maka tak pelak lagi budaya Spanyol sangat mempengaruhi budaya nasional negara ini. Bahkan bahasa Spanyol pun menjadi bahasa nasional Argentina.
Akan tetapi, Buenos Aires sedikit berbeda. Kota ini bertumbuh menjadi sebuah kota yang sangat multikultur. Bak sebuah 'melting pot'. Ada sebabnya, tentu saja.
Hasilnya, Buenos Aires pun disebut sebagai kota yang paling bernuansa Eropa di wilayah Amerika Latin. Ragam budaya kotanya begitu berwarna, suatu kombinasi dari budaya berbagai bangsa Eropa yang menetap di kota ini yang berbaur dengan semangat khas ala Latino.
Buenos Aires pun berkembang menjadi sebuah metropolis yang sangat menarik. Bangunan bergaya Italia, taman ala Prancis, dan rumah besar bercorak Spanyol mewarnai kota berpenduduk sekitar tiga juta ini. Banyak pelancong pun kerap membandingkannya dengan kota Madrid - Spanyol dan Paris - Prancis. Dan Buenos Aires juga kerap dijuluki sebagai "Paris of South America".
Kunjungan ke Buenos Aires tidak mungkin melewatkan Plaza de Mayo yang sangat terkenal. Inilah alun-alun yang sangat bersejarah bagi kota Buenos Aires dan negara Argentina, titik sentral demonstrasi saat Revolusi Mei tahun 1810.
Di sini juga warga kota merayakan kemenangan Argentina di final Piala Dunia 1986. Dan di tempat yang sama, rakyat Argentina ikut menangisi kepergian Evita Peron dan kini Diego Maradona.
Di tengah Plaza de Mayo (May Square) berdiri Pyramide de Mayo, sebuah monumen nasional tertua di kota ini yang dibangun tahun 1811. Alun-alun ini juga dikelilingi banyak bangunan penting lainnya dari abad ke 19, termasuk di antaranya, Casa Rosada, istana Presiden dengan balkonnya yang sangat ikonik. Di istana ini jenazah Diego Maradona sempat disemayamkan untuk menerima penghormatan terakhir warga Argentina yang mencintainya.
Di alun-alun ini juga kita juga bisa menyaksikan keindahan katedral bergaya arsitektur neo-classical, yakni Metropolitan Cathedral. Katedral ini telah direstorasi berkali-kali dan menghasilkan suatu gaya arsitektur campuran. Mulai dari bangunan awal di abad ke 16, struktur utama dan kubahnya dari abad ke 18 dan fasade bergaya neo-klasik abad ke-19 seperti terlihat saat ini.
Sekitar dua km arah barat dari alun-alun Mayo, wisatawan juga selalu mampir di depan Istana Kongres Nasional untuk membuat swafoto atau foto grup. Warga lokal menyebutnya "Palacio del Congreso". Gaya arsitektur neo-klasiknya sungguh mengagumkan. Kabarnya, gedung yang dibangun tahun 1906 ini mengadopsi gaya arsitektur dari gedung Capitol di Washington, DC.
Teatro Colon (Columbus Theatre) memang memiliki reputasi mendunia. National Geographic menempatkannya sebagai salah satu dari 10 Gedung Opera terbaik di dunia. Kehidupan budaya di kota ini memang berdenyut kencang. Konon terdapat sekitar 300 teater aktif yang tersebar di berbagai sudut kota.
Tarian Tango lahir di kawasan Río de la Plata, yang dianggap sebagai emblem atau lambang kota Buenos Aires. Dan kota ini juga tidak ragu melabeli dirinya sendiri sebagai "Tango World Capital". Pasalnya, kota inilah yang paling banyak mengadakan berbagai event terkait tarian Tango.
Tidak hanya di teater-teater untuk konsumsi wisatawan, tapi juga mengadakan festival tahunan dan turnamen dunia. Benar-benar kota Tango. Tapi, bukan wafer tango yaa, apalagi "Teng Go”. Alias, begitu bunyi “teng”, langsung pergi. Haha.
Di Buenos Aires, tentunya tidak sulit menyaksikan tarian tango. "Tango Show" banyak dijual di kota ini. Beberapa yang terkenal, di antaranya, Maldita Milonga, El Querandi Tango, Tango Porteno dan Rojo Tango. Tarif sekali nonton cukup mahal, rata-rata sekitar usd 50, sudah termasuk minum.
Lucunya, meskipun pertunjukan ini sangat menarik dengan pemusik yang piawai mengiringi para penari tango yang berdansa dengan hentakan dinamis dan bersemangat. Tapi, coba lihatlah di deretan penonton asal Indonesia. Aha, rupanya banyak yang tertidur pulas setelah pertunjukan baru berlangsung sekitar 30 menit. Olala.
La Bocca adalah sebuah pemukiman asal imigran Italia yang kini tampil bak pasar seni penuh warna. Deretan rumah di sini dicat warna-warni. Banyak pelukis ikut memamerkan dan menjual hasil karya mereka. Kebanyakan lukisan penari tango atau pemandangan yang digelar di sana. Selain itu ada juga pengamen yang bergaya ala Maradona.
Caminito, kawasan pejalan kaki yang terkenal di La Boca pernah digelari sebagai “The Best Postcard of Buenos Aires”. La Boca memang bak kartu pos cantik dari Buenos Aires. Pantas saja, setiap hari kawasan ini dipenuhi wisatawan yang tidak hentinya membuat foto, video, dan sebagainya. Dan di sela-sela keriuhan itu, sesekali terlihat warga lokal dan turis berdansa tango yang dinamis.
Sedikitnya ada 20 klub sepakbola profesional di Buenos Aires, termasuk klub tempat Maradona pernah bermain, yaitu Argentinos Juniors dan Boca Juniors. Dan sejak tahun 2004, stadion kandang Argentinos Juniors sudah dinamakan Estadio Diego Armando Maradona.
Dua gol itu juga mendapatkan julukan berbeda dari Pers dan FIFA. Gol pertama disebut sebagai “Hand of God Goal” dan gol kedua dinobatkan sebagai “Goal of the Century”. Maradona selanjutnya membawa tim Tango melaju hingga final dan merebut Piala Dunia kedua kalinya dalam sejarah setelah tahun 1978.
Selain kisah Maradona, Buenos Aires juga selalu menjadi saksi rivalitas yang sengit antar klub-klub di kota itu, khususnya derby antar dua klub ternama Boca Juniors vs. River Plate. Pertarungan dua tim sekota ini sangat terkenal. Tidak jarang pertandingan bertajuk “Super Clasico” melahirkan permusuhan antar pendukung hingga di luar lapangan.
Buenos Aires masih terus berduka. Kematian Maradona kabarnya menyisakan misteri, yang kini sedang diusut polisi Argentina. Makamnya di Bella Vista Cemetery mungkin saja akan menjadi destinasi ziarah bagi fans Maradona.
Sementara itu, di komplek pemakaman lainnya, yakni La Recoleta Cemetery, yang pernah penulis kisahkan sebelumnya, makam Evita Peron masih selalu menjadi “bintang” lainnya.
Buenos Aires kini memiliki kisah menarik lainnya. Bukan semata soal sejarah arsitektur dan tarian Tango. Namun, juga tentang sepakbola dan salah satu bakat terbaik yang pernah dimiliknya – Diego Armando Maradona.
Adios Maradona!
Kelapa Gading, 01 Desember 2020
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Sebagian foto-foto koleksi pribadi dan sbgn lainnya sesuai keterangan di foto.