Persis di depan Masjid Hassan II - Casablanca, waktu seakan berhenti. Penulis pun terpaku memandangnya dari pelataran nan luas di depannya. Sungguh spektakuler. Di kota terbesar di Maroko ini, di tepi Samudra Atlantik, di utara benua Afrika, sebuah mahakarya arsitektur nan cemerlang sungguh menyihir siapapun yang memandanginya.
Maroko sejatinya tidak hanya memiliki kota-kota tuanya yang bersejarah. Tidak juga soal kawasan Medina-nya yang terkenal dengan lorong-lorong bak labirin. Tetapi, negeri berjuluk Al Maghribi ini juga memiliki Masjid Hassan II dengan ukuran fenomenal dan gaya arsitektur yang mencengangkan.
Jika menuju ke negara Maroko lewat udara, maka pintu masuk utama tidak bisa tidak adalah Casablanca, kota terbesar di Maroko. Jangan keliru, meskipun berstatus sebagai kota terbesar dan pusat bisnis serta keuangan di Maroko, Casablanca bukanlah ibu kota Maroko. Ibu kota negara ini adalah Rabat yang berjarak sekitar 87 km di utara Casablanca.
Kota Casablanca selalu menyimpan banyak kejutan. Kota modern ini banyak dipengaruhi budaya kolonialisme Prancis. Maklum saja, Maroko pernah menjadi wilayah protektorat Prancis antara tahun 1912-1955.Â
Sejak saat itu banyak bangunan di kota ini dibangun dengan gaya arsitektur Art Nouveua dan Art Deco. Sungguh berbeda dengan bayangan banyak pendatang tentang sebuah kota di benua Afrika.
Kejutan lainnya, khususnya bagi wisatawan asal Jakarta, adalah nama kota itu sendiri. Pasalnya, nama Casablanca sudah tentu sangat dikenal. Adalah sepotong jalan terkenal sepanjang 5 km yang berada di sekitar wilayah Kuningan Jakarta yang dinamakan "Jalan Casablanca" sejak pertengahan 90-an. Penamaan nama ini terkait dengan kerja sama antara Pemerintah DKI Jakarta dengan kota Casablanca berupa "Sister City Agreement" yang ditandatangani pada 21 September 1990.
Minaret masjid Hassan II bahkan tercatat sebagai yang tertinggi kedua di dunia, setelah minaret Masjid Djamaa el Djazar di Aljir, Aljazair, yang memiliki ketinggian 265 meter. Meskipun bukan yang tertinggi, tetap saja minaret Hassan II tampak begitu tinggi seakan menjangkau langit.Â
Sejak selesai dibangun pada tahun 1993, Masjid megah ini telah berkembang menjadi ikon kota Casablanca dan salah satu landmark paling terkenal di Maroko.Â
Buku-buku panduan wisata pun selalu menampilkan gambar masjid ini di sampul depannya. Masjid Hassan II tampil sama seperti ikon-ikon kota terkenal lainnya di dunia.
Setelah langkah kaki kian mendekat ke arah masjid, kita akan segera menyaksikan kehebatan desain konstruksi masjid ini. Bukan hanya indah dilihat dari jauh, tetapi tidak kalah elok dipandang dari jarak dekat.
Lembaran sejarah Masjid Hassan II kembali melintas sebelum langkah kaki tiba di pintu gerbang masuk ke dalam masjid. Konon kabarnya, setelah wafatnya Raja Mohammed V di tahun 1961, Sang Putra Mahkota Hassan II mempertimbangkan untuk membangun sebuah mausoleum (makam) untuk sang Ayah di kota Casablanca.
Akan tetapi, ide itu akhirnya dibatalkan dengan berbagai pertimbangan. Mausoleum Mohammed V kemudian dibangun di ibu kota Rabat. Lalu, bagaimana dengan kota Casablanca?Â
Sang Raja yang merasa berhutang ke warga Casablanca pun bertekat menebusnya dengan membangun sebuah masjid megah dekat laut. Masjid itulah yang kini dikenal sebagai Masjid Hassan II.
Awalnya direncanakan untuk selesai pada tahun 1989, sekaligus merayakan Ulang Tahun Raja Hassan II yang ke-60. Namun, pada akhirnya bangunan paling ambisius dari sang Raja ini baru diresmikan pada tanggal 30 Agustus 1993, yang saat itu bertepatan dengan perayaan Maulid Nabi 1414 Hijriyah.
Alkisah, demi mengejar penyelesaian masjid ini, ribuan pekerja dikerahkan siang dan malam. Menurut buku "All Morocco", salah satu guide-book populer tentang Maroko, sekitar 12,000 pekerja terlibat dalam proyek monumental ini. Dari total pekerja ini, terdapat 10,000 tukang ahli (seniman kayu, seniman batu, dan lain-lain) dan sisanya adalah pekerja kasar biasa.
Setelah mengaguminya dari sisi luar (eksterior), bagaimana kalau kita masuk ke masjid nan indah ini? Masjid Hassan II dibuka untuk kunjungan umum di luar jam sembayang atau hari-hari besar lainnya. Tiket masuk ditetapkan seharga 120 Dirham (Rp 191,500) dan wajib mengikuti salah satu "guided tour" yang berdurasi sekitar 45 menit.
Para seniman hebat itu mengerjakan mosaik di dinding dengan desain yang memesona. Begitu juga lantai dan dinding masjid yang dilapisi marmer dan cetakan plester berukir menawan. Dan langit-langit yang dilapisi ornamen kayu diukir oleh tangan-tangan ahli seniman ukir Maroko. Sungguh fantastis!
Hal yang tidak kalah mengesankan, hampir semua material utama masjid ini didatangkan dari berbagai wilayah di Maroko sendiri. Misalnya, batu pualam dari wilayah Agadir, kayu cedar dari kawasan pegunungan Middle Atlas, dan batuan granit dari kota Tafraoute.
Arsitektur Arab-Andalusia pernah berkembang pesat di wilayah Andalusia-Spanyol, ketika wilayah tersebut dikuasai bangsa Moors (711-1492). Sebagian peninggalan itu masih bisa dilihat di kota Kordoba dan Granada di Spanyol.
Baca juga: "Pesona Arsitektur Islam"
Kini pengaruh arsitektur Moorish itu terlihat di desain pintu-pintu di luar maupun di dalam masjid. Ciri-ciri khas  lengkungan berbentuk tapal kuda terlihat jelas. Dinding dan pilar-pilar dengan berbagai pola ukiran yang rumit dan indah ikut menghiasi interior masjid.
Sebagai negara dengan populasi sekitar 37 juta jiwa, di mana 99% beragama Islam, maka kehadiran salah satu masjid terbesar di dunia ini, jelas menjadi kebanggaan bangsa Maroko apalagi bagi warga kota Casablanca. Kapasitas masjid ini pun sangat impresif, yakni sekitar 105,000 orang. Sekitar 25 ribu jemaah di bagian dalam dan 80,000 di pelataran depan masjid.
Dewasa ini, Masjid Hassan II tidak saja menjadi salah satu masjid paling terkenal di wilayah Afrika Utara, tapi juga di dunia. Baik dilihat dari aspek sejarahnya yang menarik, ukurannya yang kolosal, arsitekturnya yang menawan dan lokasinya yang begitu dramatis di tepi Samudra Atlantik.
Dan ketika malam pun merambat pelan, Masjid Hassan II dan minaret-nya makin terlihat cantik memesona. Sekujur bangunan masjid serta minaret-nya bemandikan cahaya lampu yang indah. Kamera-kamera pun terus membidiknya dengan segala komposisi. Klik..klik...tiada henti.Â
Seakan berpacu dengan waktu. Seolah takut pesona itu menghilang di balik kegelapan malam.
Kelapa Gading, 29 Oktober 2020
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Semua foto-foto adalah koleksi pribadi, kecuali satu foto interior sesuai keterangan di foto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H