Perkreditan merupakan bagian yang sangat krusial dalam sebuah lembaga keuangan formal dan non formal.
Kredit bisa dijumpai di bank-bank, Â koperasi kredit dan berbagai perusahaan finance lainnya.
Sedikit sharing pengalaman, Saya mengabdi bekerja di salah satu koperasi kredit di NTT sebagai seorang staf kredit. Saya baru bekerja hampir memasuki 2 tahunan, Â terhitung sejak bulan agustus 2019 sejak penerimaan Surat Keputusan (SK) percobaan karyawan.
Sebagai seorang staf kredit, Â Saya memiliki tugas pokok sebagai petugas survei, penagihan dan mencari anggota baru.
Melakukan survei kepada anggota/calon debitur yang mengajukan kredit atau pinjaman. Jika pinjaman telah cair, Â menjadi tugas Saya untuk memantau dan mengontrol pinjaman agar dapat dikelola oleh anggota sesuai tujuan hingga pembayaran angsuran bulanan dengan lancar sampai pinjaman lunas.
Apabila anggota mengalami kendala dalam pembayaran angsuran, yang menyebabkan kredit/pinjamannya telah lalai atau macet, baik dalam rentan waktu satu bulan maupun hingga berbulan-bulan maka menjadi tugas Saya mengunjungi anggota untuk 'menagih' sembari mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi.
Dalam bertugas menangani permasalahan kredit/pinjaman pada anggota-anggota lalai di lapangan, Â Saya mengamati dan mempelajari beberapa tanda-tanda awal bahwa pinjaman akan 'nyendat', Â alias lalai yakni dari beberapa indikasi:
Pertama, Â pembayaran angsuran tidak sesuai perjanjian (slow payment).
Dalam artian bahwa anggota peminjam tidak konsisten dengan pembayaran angsurannya. Â Bahasa kasarnya "bayar sesuka hati".
Misalkan dalam perjanjian pinjaman, anggota wajib melakukan pembayaran angsuran 500 ribu per bulan, Â maka angsuran bulan berikutnya mulai menurun menjadi 400 ribu, bulan berikut turun 300 ribu, turun lagi menjadi 100 ribu, Â dan akhirnya tidak bayar sama sekali atau lalai.
Kedua, anggota peminjam enggan untuk menjawab telepon dari petugas atau suka gonta-ganti nomor handphone.