Kurang lebih setahun, pandemi virus corona telah mengguncang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hingga kini, Â boleh dikatakan bahwa persoalan pandemi virus corona-lah yang menjadi pokok permasalahan di republik ini. Begitu berdampak sekali terhadap berbagai aspek, baik kesehatan, Â ekonomi, sosial, Â pendidikan dan lainnya.
Perkembangan jumlah kasus positif dan meninggal akibat keganasan virus corona (covid-19) di Indonesia kian melonjak hari demi hari.
Dilansir dari detikhealth.com, Â pada Kamis (14/1/2021), tercatat jumlah kasus positif covid-19 sebanyak 869.600, sembuh 711.205, dan meninggal 25.246 kasus.
Satu hari berselang, yakni pada Jumat (15/1/2021), Â jumlah kasus terkonfirmasi positif virus corona bertambah lagi 12.818 kasus dan meninggal 239 orang. Total positif menjadi 882.418, sembuh 718.696, dan meninggal 25.484.
Dikutip dari antaranews.com, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur, dr. Meserasi Ataupah mengatakan ada enam pasien terkonfirmasi positif covid-19 meninggal dunia pada Rabu (13/1/2021), sehingga total yang meninggal dunia mencapai 79 orang. Sedangkan total warga NTT yang positif covid-19 mencapai 2.935 orang.
Tiga hari berselang terjadi peningkatan 42 kasus positif dan 7 kematian, sehingga dari data per Sabtu (16/1/2021) kemarin, Â jumlah kasus positif mengalami kenaikan menjadi 2977 dan meninggal sebanyak 86 orang (kompas.com).
Dari realitas itu, Â siapa yang mau disalahkan? Â Keadaan kah? Â pemerintah kah? Â masyarakat kah?, atau timbul keinginan dalam benak untuk menyalahkan Yang Maha Kuasa?
Jawabannya: tidak harus saling menyalahkan. Perlu adanya kerja sama yang lebih masif lagi antara pemerintah dan masyarakat dalam menahan laju penyebaran virus corona ini.
Upaya kebijakan, Â pengambilan keputusan dan ketegasan dalam menegakkan aturan oleh pihak yang berwewenang perlu selalu dikaji kembali agar lebih tepat tujuan dan sasaran.
Dari kehidupan masyarakat, Â masih ada sebagian besar oknum-oknum nakal yang enggan untuk mematuhi protokol kesehatan penanggulangan virus corona ini. Â
Tempat cuci tangan seakan hanya menjadi pajangan di depan rumah, kantor dan tempat tempat lainnya tanpa upaya untuk mempergunakan dengan lebih maksimal.
Sebagian orang masih saja berkeliaran tanpa mengenakan masker yang layak dan aman. Kerumunan pun masih saja terjadi di mana-mana. Â Di pasar, toko dan lainnya.
Lebih mirisnya lagi, Â dibalik pandemi yang sedang merana ini, ada saja oknum-oknum nakal yang masih dengan egoismenya mencari keuntungan sendiri.
Oknum nakal itu seakan senang melihat orang lain susah, dan susah melihat orang lain senang.
Kredit Bermasalah dalam Lembaga Keuangan
Di lembaga keuangan formal seperti bank dan non formal seperti koperasi kredit, Â perkreditan adalah elemen yang sangat krusial.
Di koperasi kredit atau credit union (CU), perkreditan berperan seperti jantungnya koperasi.
Koperasi kredit tidak akan memperoleh pendapatan berupa bunga pinjaman dari peminjam(debitur) untuk menunjang kebutuhan organisasi dan sistem di dalamnya tanpa proses pemberian kredit.
Salah satu masalah esensial, krusial dan sangat vital yang mempengaruhi kesehatan likuiditas koperasi kredit yakni adanya kredit yang bermasalah.
Pihak debitur yang mengalami wanprestasi terjadi karena dua faktor, yakni faktor dari luar seperti usaha yang macet.
Faktor dari dalam  yakni menyangkut karakter sang debitur itu sendiri. Karakter yang kurang baik,  tidak bertanggung jawab dan apatis terhadap beban kredit yang telah diterima.
Di sisi lain, Â kredit bermasalah dapat terjadi karena dari manajemen internal selaku pemberi kredit (kreditur) itu sendiri yang nakal.
Sifat kenakalan sang kreditur merupakan persoalan fundamental  internal dalam lembaga. Hal ini mengacu pada integritas, profesionalitas dan kompetensi sang kreditur.
Akibatnya, Â menyebabkan kelalaian berupa kelemahan menganalisa dan memutuskan kredit, terlalu ekspansif atau mengejar target, penyalahgunaan aturan pemberian kredit, pemberian plafon kredit yang tidak sesuai kebutuhan dan tujuan pinjaman dari debitur dan motivasi lain untuk kepentingan pribadi yang menyalahi aturan lembaga koperasi itu sendiri. Â
Mencegah daripada mengobati
"Lebih baik mencegah daripada mengobati", Â sebuah adagium yang tak asing didengar telinga.
Inilah yang perlu dicanangkan dalam hati dan menjadi sebuah usaha konkrit dalam menanggulangi permasalahan penyebaran pandemi covid-19Â dan permasalahan kredit bermasalah dalam koperasi kredit.
Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dengan lebih apik demi mencegah penyebaran covid-19 dengan menaati setiap protokol kesehatan dan peraturan atau hukum yang terkait.
Dalam persoalan kredit bermasalah dalam koperasi, Â kreditur harus banyak membekali diri dengan pengetahuan yang memadai agar lebih kompeten dalam menganalisa dan memutus kredit.
Kreditur harus bekerja dengan motivasi yang benar sesuai aturan dan norma demi kepentingan lembaga dan bukan untuk kepentingan pribadi.
Para debitur pun perlu bijak dalam mengajukan permohonan kredit agar sesuai kebutuhan dan tujuan yang jelas. Dalam artian bahwa pengajuan kredit harus sesuai kemampuan pengembalian sehingga dalam proses pembayaran angsuran boleh sesuai kesepakatan atau perjanjian kredit yang ditetapkan.
Pada intinya, Â perlu adanya tindakan tegas dan sanksi yang jelas kepada para oknum nakal yang menyalahi aturan dan menyalahgunakan wewenang tersebut.
Dengan demikian, laju penyebaran virus corona yang mengancam bangsa ini dan kredit bermasalah yang mengancam koperasi kredit dapat dicegah walaupun mustahil untuk diobati.
Salam.
Tonny E. N
Kupang, 17 Januari 2021 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H