Ke kampus, kuliah, pulang, kerja tugas, ke kampus lagi, kuliah, ujian, regis, yudisium, konsultasi KRS....dan seterusnya hingga wisuda serta mendapat gelar.Â
Aktifitas mahasiswa yang bersifat repetitif dan sudah menjadi suatu rutinitas. Aktifitas di kampus semuanya tergantung jadwal kuliah yang diprogramkan di KRS (rencana studi). Tidak pergi ke kampus kalau tidak ada jadwal kuliah.
Itulah aktifitas-aktifitas yang khusus untuk kepentingan akademik. Ini di luar aktifitas tambahan seperti ngumpul bareng teman, ngobrol dan jalan-jalan.
Rutinitas inilah yang bisa diamati dari beberapa mahasiswa bahkan mayoritas mahasiswa di perguruan tinggi.
Salahkah itu? Tentu tidak. Wajar saja, namanya juga mahasiswa. Tugasnya ke kampus adalah untuk kuliah. Lalu, apa yang kurang sehingga dipermasalahkan?
Bagi sebagian mahasiswa itu sudah cukup. Apa lagi kalau bagi mahasiswa yang datang jauh-jauh dari desa. Pesan-pesan dan berbagai nasihat penting yang tegas dari orang tua sudah diberi kepadanya. Apalagi orang tua yang memiliki stigma bahwa kehidupan di kota cenderung banyak memiliki pengaruh negatif sehingga takut membawa bahaya padanya.Â
Dengan stigma tersebut juga menyebabkan orang tua akan terkesan "over protective"dan memberi pesan kepada anaknya yang akan kuliah di kota seperti contoh "ingat ya nak, kamu ke kampus hanya untuk belajar dan pergi kuliah!", "kuliah dan belajar yang rajin dan tekun serta jangan habiskan waktumu untuk hal-hal lain yang tidak penting!","ingat, jangan banyak bergaul dengan teman yang hidupnya kacau balau dan negatif!","ingat, kamu ke kota untuk kuliah, selesai dan bawa ijasahmu, bukan buat hal lain!", dan pesan lainnya yang menekankan agar hanya fokus pada kuliah saja.
Bukan hanya orang tua di desa, sebagian orang tua di kota pun juga ada yang menekankan hal yang sama kepada anaknya (mahasiswa) yang akan kuliah.
Kadang kalanya bukan hanya karena penekanan dari orang tua tetapi karena pilihan dari sang mahasiswa itu sendiri untuk hanya fokus saja kepada kegiatan kuliahnya dan tidak pada kegiatan lainnya.
Mahasiswa akhirnya terisolasi, sulit bersosialisasi dan terjebak dalam rutinitas ke kampus, kuliah, pulang, belajar, mendapat IPK yang baik dan selembar ijasah.
Itu pilihan sebagian mahasiswa yang dapat ditemui.
Namun, pilihan itu kurang tepat dan tidak sepenuhnya benar..!
Mahasiswa perlu melakukan hal tambahan lain untuk mengembangkan dirinya. Namun perlu diingat bahwa selagi hal tersebut tidak mengganggu kegiatan kuliahnya.
Apakah itu?
Sebelumnya kita ketahui bahwa sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu di perguruan tinggi harus memegang teguh dan mewujudkan TRI DARMA (bahasa sansakerta yang berarti tiga kewajiban) perguruan tinggi.
Kewajiban tersebut harus dipenuhi mahasiswa yaitu dalam hal PENDIDIKAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN serta PENGABDIAN.
Mahasiswa yang hanya memilih untuk fokus kuliah tentu hanya akan melakukan salah satu kewajiban yakni memenuhi pendidikannya, dan itu tidaklah cukup. Apalagi ketika mahasiswa tersebut telah terjun ke lapangan untuk mengaplikasikan ilmunya memberi pengaruh positif bagi masyarakat.
Oleh karena itu, mahasiswa harus melakukan hal lain demi memenuhi kedua kewajibannya yang tersisa. Hal lain yang perlu dilakukan yakni :
Pertama, melakukan penelitian-penelitian dan eksperimen berkaitan dengan ilmunya dengan mencari peluang-peluang kecil di luar jam kuliah. Seperti contoh di bidang ilmu komputer, mahasiswa dapat membuat aplikasi atau program komputer sederhana yaitu aplikasi sistem informasi penjualan barang bekas berbasis website.
Hal ini akan menambah kompetensi dan pengalaman kerja yang nyata dari ilmunya.
Kedua, membuat karya tulisan atau vidio tutorial yang memuat ilmu yang telah diperolehnya agar dapat dipelajari oleh orang lain.Â
Hal ini membuat mahasiswa tidak menjadi pribadi yang egois dan kikir ilmu tetapi menjadi pribadi yang selalu berbagi kepada orang lain.
Ketiga, meningkatkan soft skill dalam kerja tim atau team work dan komunikasi seperti publik speaking yang baik serta hal positif lainnya, dengan melibatkan diri dalam kegiatan organisasi yang ada di kampus. Apalagi pengalaman berorganisasi merupakan hal penting yang sangat bermanfaat ketika berada di dunia pekerjaan dan lingkungan masyarakat.
Sebagai contoh, saya sendiri melibatkan diri mengikuti salah satu kegiatan organisasi kerohanian kampus yaitu persekutuan mahasiswa kristen(PMK). Di PMK, selain diperlengkapi menjadi mahasiswa yang memiliki spiritual yang baik, mengajarkan saya juga bagaimana cara membangun komunikasi yang baik dengan orang lain, memiliki relasi yang luas, semakin toleran dan tidak cenderung menjadi pribadi yang terisolasi tetapi memiliki jiwa sosial yang baik.
Saya percaya, sebagai mahasiswa, ketiga hal di atas cukup memperlengkapi mahasiswa menjadi mahasiswa yang tidak hanya kompeten dalam bidang ilmunya, tetapi dapat melakukan hal lebih yang dapat membawa sejuta manfaat bagi orang lain.
Jadi, sebagai mahasiswa yang sejati, tidaklah cukup ke kampus hanya untuk kuliah dan mendapat IPK yang baik serta memperoleh selembar ijasah. Â Tentu tidak. Ada pengalaman-pengalaman penting yang perlu dieksplorasi dan dibawa dari kampus.Â
Perlu diingat bahwa IPK tidak menjamin mahasiswa yang telah lulus diterima dalam sebuah perusahaan atau suatu lapangan pekerjaan, walaupun IPK juga penting.Â
Standar IPK hanya menentukan dipanggil atau tidak untuk diwawancarai oleh pimpinan perusahanan. Yang menentukan diterima atau tidaknya adalah apa yang dilakukan mahasiswa selama ia berada di kampus.
Jadi, mungkin ini bisa menjadi saran dan bahan pertimbangan kepada para mahasiswa baru dan siswa-siswa menengah atas yang mungkin akan melanjutkan studinya ke jenjang perkuliahan di perguruan tinggi.Â
Apa pun yang akan dilakukan di kampus, itu menjadi pilihan masing-masing.
Salam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H