Mohon tunggu...
Tonny E. Nubatonis
Tonny E. Nubatonis Mohon Tunggu... Lainnya - Ana Lapangan

_MENULIS UNTUK BELAJAR DAN BERBAGI_ *Ingin banyak belajar tentang Perkoperasian, Literasi Keuangan, Ekonomi, Bisnis dan Teknologi Digital*.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Keluarga Itu Segala-galanya

8 Januari 2019   22:28 Diperbarui: 8 Januari 2019   22:38 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi tadi (08/01/2019) pukul 6.00 WITA, saat aku masih sangat akrab bagaikan duduk dengan didampingi oleh seorang kekasih. Ya, Aku masih terlelap di permukaan kasurku yang empuk, didampingi bantal gulingku yang biasanya selalu setia menemaniku saat aku sekedar berbaring ataupun lelap tertidur.

Sembari diselimuti pula oleh hangatnya kain panas tebal, membuat tubuh seakan belum siap beranjak dari sang bahtera (kasur) pembawa ke alam mimpi itu.

Aku juga seakan belum siap menyahut sang mentari yang telah tiba waktunya memanggilku dengan cahayanya yang nan cerah di ufuk timur, dan juga ayam-ayam jantan yang memekikkan suara kokoknya yang keras.

Inilah imbasnya saat aku kebanyakan begadang. Rasanya masih mau tetap melanjutkan nyenyaknya tidur.

Namun sontak kaget gawaiku berdering tanda panggilan masuk. Ketika ditengok ke layar gawai ternyata kakakku yang sedang menelepon. Ia sedang bersama suaminya (kakak iparku) berada di rumah sakit.

Tadi malamnya sekitar pukul 22.00 WITA, anak satu-satunya mereka (ponaanku) yang masih berumur 10 bulan dibawa ke rumah sakit Leona (RS khusus ibu dan anak), bertempat di Jln. Souverdi No:20, Oebufu, Kupang-NTT, untuk diberikan perawatan medis secara intensif.

Ponaanku itu sudah tiga hari lamanya deman dan panas yang mungkin disebabkan oleh pengaruh cuaca panas, dingin serta hujan yang tidak karuan.

Walaupun sudah dibawa ke puskesmas terdekat untuk diperiksa dan diberi beberapa resep obat untuk pengobatan namun pada malam itu kondisinya semakin tidak membaik. 

Tidak ada pilihan lain lagi sehingga  kedua orang tua ponaanku memutuskan untuk segera membawa anak mereka itu ke RS untuk dilakukan pemeriksaan dan diberi perawatan yang lebih intensif lagi.

Singkat cerita, sang kakak yang menelponku pagi itu menyuruhku agar segera mengantarkan beberapa perlengkapan yang mereka butuhan ke RS.

Sebelum menutup teleponnya, aku tak lupa menanyakan keadaan sang ponaan. Namun kakakku menjawab dengan suara yang agak pelan bahwa keadaannya tak kunjung membaik dan tubuhnya juga mulai lemas.

Mendengar hal itu, aku hanya membungkam tak memberi respon apapun dan langsung memutuskan panggilan telepon serta segera beranjak dari tempat tidur untuk bersiap menuju RS dengan membawa berbagai perlengkapan yang telah dijanjikan untuk dibawakan.

10 menit berlalu dan akhirnya aku tiba di ruangan perawatan pasien. Aku bisa menebak bagaimana kondisi sebenarnya ponaanku dengan membaca raut wajah kedua orang tuanya yang nampak sedikit kebingungan dan rasa panik ditambah rasa gelisah.

Kedua orang tuanya beberapa kali bergantian menggendong anak mereka itu yang kadangkalanya selalu merintih kesakitan.

Mereka kelihatannya sedikit merasa kewalahan menjaga sang anak karena mungkin itu pengalaman perdana mereka saat menjaga dan merawat anak mereka dalam situasi genting seperti itu.

Akan tetapi terlihat semangat dan perhatian mereka yang mendalam pada sang anak, membuatku mengapresiasi ketulusan mereka dalam menjaga dan merawat sang anak.

Saat itu, aku belajar dan mengadopsi  hal positif dari pengalaman berharga dari mereka akan cinta kasih yang tulus dalam sebuah keluarga, dimana begitu dalamnya kasih dan cinta akan orang tua terhadap anak yang mereka kasihi dan cintai.

Beberapa saat kemudian tiga orang perawat masuk ke ruangan dan memeriksa kondisi sang anak dan mencoba lagi memasang infus yang mana sudah ke-4 kalinya infus gagal dipasang.

Gagalnya pemasangan infus tersebut dikarenakan sang anak yang memiliki postur tubuh yang cukup gemuk sehingga menyulitkan perawat menemukan pembuluh darah agar bisa dipasangi selang infus (dan kendala lain).

Beberapa waktu berselang terlihat tubuh sang anak sudah semakin lemas dan lemah tak berdaya. Ibunya hanya memberi ASI secara rutin kepada sang anak.

Kami belum bisa tenang melihat kondisi sang anak yang semakin memprihatinkan itu.

Aku melihat kedua bola mata mereka mulai berkaca-kaca dan mulai berlinang air mata di pipi perlahan-lahan. Aku yakin, itu adalah kode atau pertanda bahwa mereka (kakakku dan suaminya) begitu menyayangi, mengasihi dan mencintai anak mereka, dengan berharap penuh kesehatan sang anak mulai segera pulih.

Mereka kemudian mengajakku berdoa bersama bagi anak mereka. Mereka memintaku untuk memimpin doa.

Aku berdoa bagi mereka dengan penuh keterbebanan dan penuh harap kepada sang Maha Kuasa dapat memberi pertolongan dan mukjizatNya bagi pemulihan anak mereka.

Beberapa menit berselang, ibunya menggendong anaknya didampingi sang suami berinisiatif pergi ke ruang lain (ruang perawat anak) meminta perawat untuk mencoba lagi berusaha semaksimal mungkin mamasang infus lagi.

15 menit kemudian, aku yang masih tertinggal di ruang perawatan pasien sebelumnya, pergi ke ruangan perawat anak tersebut. 

Dari luar ruangan, dibalik pintu terlihat tujuh orang perawat sedang sigap dan teliti berusaha memasang infus pada sang anak.

Suasana semakin tegang dan mencekam. Aku hanya berjalan mondar mandir di luar bak setrika pakaian, namun dalam hati kecil berharap ada hal baik yang akan terjadi.

Huuhhh...syukurlah. Sang Maha Kuasa mendengar dan menjawab doa kami. Infus berhasil dipasang dan cairan dalam tabung akhirnya mengalir dengan lancarnya tak seperti sebelumnya yang tidak sama sekali.

Seorang perawat kemudian mengatur frekuensi cairan yang mengalir dari tabung botol infus ke tubuh sang anak agar cairan dapat mengalir lebih banyak, sebab memang sang anak sudah terlihat begitu amat lemas dan kehilangan banyak cairan dan energi dalam tubuhnya.

Mungkin dalam rentan waktu kurang lebih 2 jam lamanya, 3 tabung botol infus dialirkan dengan baik ke dalam tubuh sang anak.

Kondisi sang anak mulai terlihat membaik. Akhirnya lega rasanya. Raut wajahku dan kedua orang tuannya mulai berubah tenang.

Aku bersyukur akan pengalaman itu. Aku belajar dari kakakku dan suaminya yang dengan tulus menjaga dan merawat anak mereka dengan begitu intens. 

Aku melihat ternyata begitu besar sekali cinta dan kasih orang tua terhadap anaknya, melihat kisah itu. Aku merasa bahwa ketika dulu aku kecil pun mungkin juga diperlakukan demikian oleh orang tuaku. 

Aku merasa mendapat pelajaran dan bekal pengalaman berharga ketika kelak aku membangun sebuah keluarga baru. Aku bersama istriku kelak harus dengan tulus dan penuh cinta dan kasih menjaga dan merawat anakku bersama, apapun situasinya. Mempertaruhkan segalanya demi keluarga. Karena aku yakin bahwa keluarga adalah segalanya. 

Kakak iparku rela tidak masuk kantor(mengalpakan diri) mengorbankan jam kerjanya yang full seharian demi fokus kepada buah hatinya yang ia kasihi dan ia cintai...ya, keluarga memang segala-galanya baginya. 

Apapun di dunia ini bisa dikorbankan demi keluarga, namun kita tidak bisa mengorbankan keluarga demi apapun di dunia ini.

Salam....

Tonny E. N

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun