Mohon tunggu...
TONNY E. NUBATONIS
TONNY E. NUBATONIS Mohon Tunggu... Lainnya - - Visi Raja, Hati Hamba, Mental prajurit -

_MENULIS UNTUK BELAJAR DAN BERBAGI_ *Tertarik dengan Keuangan Perkoperasian, Literasi Keuangan, Bisnis, Investasi dan Financial Freedom*.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Tantangan Minat Baca dalam Dunia Literasi Generasi Milenial

14 November 2018   06:45 Diperbarui: 14 November 2018   13:59 2495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika pada zaman kehidupan dari salah satu tokoh penting RI, Mohammad Hatta atau yang biasa disebut Bung Hatta memberi statement yang dahsyat tentang literasi (budaya membaca) yakni "Aku rela di penjara asal bersama buku, karena dengan buku aku merasa bebas".

Maka mungkin pada masa kini seiring dengan perkembangan teknologi yang kian pesat, generasi milenial kelihatannya telah merubah statement tersebut yaitu "aku rela di penjara asal bersama gawai karena dengan gawai aku merasa bebas".

Bahkan yang paling ekstrem lagi bagi para pecandu gawai mungkin akan memberi statement yaitu "aku rela di penjara dan jarang diberi makan dan tak mandi asal bersama gawai, karena dengan gawai aku merasa hidup lebih sempurna". Hahaha.. Agak lucu juga ya, namun itulah realita.

Dalam dunia literasi, khususnya tentang budaya membaca sudah tentu memiliki peranan yang sangat penting bagi setiap individu dari berbagai latar belakang, apalagi yang bergumul dengan dunia pendidikan. Membaca menjadi sebuah keharusan untuk semakin memperbanyak ilmu pengetahuan.

membaca memperluas ilmu - ilustrasi : selipan.com
membaca memperluas ilmu - ilustrasi : selipan.com
Namun tidak sebatas itu, penyajian berita dan informasi tertulis di berbagai media yang kian mudah diperoleh membuat masyarakat pun tak ingin ketinggalan sehingga ingin membacanya. 

Mungkin jika disimpulkan, membaca menjadi kebutuhan primer setiap manusia yang diciptakan berakal untuk meningkatkan progres pengetahuannya dari apapun hal yang dibaca,  apapun latar belakangnya.

Sarana dan Prasarana (Media Literasi) dari generasi ke generasi

Jika kita belajar tentang sejarah, khususnya tentang penyajian tulisan pada sarana (media) tertentu, dimulai dari batu, berlanjut ke kulit binatang, mulai berkembang ke yang semi kertas (papyrus) dan kertas modern yang dibentuk dalam buku yang dikenal hingga kini. (*dikoreksi jika salah)

papirus untuk penyajian tulisan - ilustrasi : bold.mk
papirus untuk penyajian tulisan - ilustrasi : bold.mk
penyajian tulisan pada batu - ilustrasi : tribunews.com
penyajian tulisan pada batu - ilustrasi : tribunews.com
Di Indonesia khususnya, pada zaman dahulu (generasi baby boomer, X dan Y), sarana dan prasarana yang digunakan untuk memfasilitasi budaya membaca hampir 100 persen dimuat di media cetak yaitu melalui buku dan surat kabar.

Oleh karena itu, dengan melihat kembali statement yang disampaikan oleh Bung Hatta yang merupakan seorang pecandu buku maka wajarlah seperti yang disampaikan beliau.

Sarana dan Prasarana (Media Literasi) generasi Z dan Alpha (Generasi Milenial)

Seiring dengan perkembangan teknologi yang kian pesat hingga kini maka media yang menyajikan informasi tidak lagi terpaku dalam bentuk buku teks dan surat kabar.

Informasi-informasi sudah banyak dimuat pada media digital dan bahkan buku-buku karangan yang akan dicetak juga soft filenya pun disajikan dalam bentuk electronic book (e-book) sehingga lebih mudah dan cepat untuk diakses melalui media elektronik.

Berbagai jenis platform pun telah banyak diciptakan dan dikembangkan untuk mendukung penyajian informasi di media digital secara offline  dan online pun semakin banyak.

Kini semua masyarakat yang ingin memfasilitasi minat bacanya hampir semuanya beralih media dari cetak ke media digital (online).

Tantangan budaya membaca generasi milenial

Kehadiran teknologi dan perkembangannya dalam berbagai aspek kehidupan memang memberi dampak besar. Salah satunya contohnya telah kita bahas tadi, yaitu dalam dunia literasi bagi masyarakat. Media penyajian tulisan sudah mulai mengalami transisi. Masyarakat hampir tidak lagi memegang dan membaca buku namun lebih memegang gawainya.

ilustrasi : piktajibarani.wordpress.com
ilustrasi : piktajibarani.wordpress.com
Kendatipun demikian, timbul sebuah pertanyaan kecil akan hal ini. Jika awalnya masyarakat yang lebih cenderung memegang buku, sudah kita ketahui dengan pasti bahwa tujuannya untuk dibaca. 

Hanya sedikit kemungkinan tujuannya hanya untuk sekedar pamer, maka pertanyaannya apakah proses transisi ke gawai benar-benar dipastikan bahwa gawai yang digunakan memang digunakan untuk membaca e-book, berita dan berbagai informasi penting lainnya? Atau ada tujuan lain?

Kita ketahui bahwa dalam gawai tidak hanya memuat e-book untuk dibaca saja. Berbagai jenis aplikasi dan berbagai jenis aplikasi dan fitur-fitur telah dimuat di gawai sehingga gawai tidak hanya digunakan untuk mengakses e-book melainkan juga sebagai  media hiburan (gaming, music, video, dll), media komunikasi dalam sosial (whatsApp, Facebook, twitter, Instagram, Line, dll), media pembelajaran dan lainnya.

Oleh karena itu, berbagai hal inilah yang menjadi tantangan dalam budaya membaca. Jika seseorang memegang buku maka fokusnya hanya satu yaitu untuk membaca isi buku tersebut.

Sedangkan seseorang yang memegang gawai, tidak 100 persen dipastikan bertujuan untuk membaca e-book. Bahkan kita bisa lihat realita masa kini bahwa masyarakat menggunakan gawai lebih cenderung untuk surfing di media sosial dan hiburan semata (paling banyak gaming bagi para kaum muda).

Hal ini menjadi tantangan yang besar dan akan menjadi masalah serius menurunnya minat baca dalam budaya membaca (dunia literasi) pada generasi milenial.

Oleh karena itu, untuk tetap menjaga agar minat baca dalam budaya literasi tidak memudar maka sebagai pengguna gawai harus lebih bijak dalam menggunakannya. Pengunaannya pun harus sesuai dengan porsinya, dan paling penting dan perlu dipahami bahwa gawai tidak boleh menggantikan peranan buku. Keduanya tetap harus digunakan atau dikolaborasikan dalam menunjang kebutuhan kita masing-masing.

Salam.
Kupang, 14 November 2018
Tonny E. N

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun