Jika pada zaman kehidupan dari salah satu tokoh penting RI, Mohammad Hatta atau yang biasa disebut Bung Hatta memberi statement yang dahsyat tentang literasi (budaya membaca) yakni "Aku rela di penjara asal bersama buku, karena dengan buku aku merasa bebas".
Maka mungkin pada masa kini seiring dengan perkembangan teknologi yang kian pesat, generasi milenial kelihatannya telah merubah statement tersebut yaitu "aku rela di penjara asal bersama gawai karena dengan gawai aku merasa bebas".
Bahkan yang paling ekstrem lagi bagi para pecandu gawai mungkin akan memberi statement yaitu "aku rela di penjara dan jarang diberi makan dan tak mandi asal bersama gawai, karena dengan gawai aku merasa hidup lebih sempurna". Hahaha.. Agak lucu juga ya, namun itulah realita.
Dalam dunia literasi, khususnya tentang budaya membaca sudah tentu memiliki peranan yang sangat penting bagi setiap individu dari berbagai latar belakang, apalagi yang bergumul dengan dunia pendidikan. Membaca menjadi sebuah keharusan untuk semakin memperbanyak ilmu pengetahuan.
Mungkin jika disimpulkan, membaca menjadi kebutuhan primer setiap manusia yang diciptakan berakal untuk meningkatkan progres pengetahuannya dari apapun hal yang dibaca, Â apapun latar belakangnya.
Sarana dan Prasarana (Media Literasi) dari generasi ke generasi
Jika kita belajar tentang sejarah, khususnya tentang penyajian tulisan pada sarana (media) tertentu, dimulai dari batu, berlanjut ke kulit binatang, mulai berkembang ke yang semi kertas (papyrus) dan kertas modern yang dibentuk dalam buku yang dikenal hingga kini. (*dikoreksi jika salah)
Oleh karena itu, dengan melihat kembali statement yang disampaikan oleh Bung Hatta yang merupakan seorang pecandu buku maka wajarlah seperti yang disampaikan beliau.
Sarana dan Prasarana (Media Literasi) generasi Z dan Alpha (Generasi Milenial)
Seiring dengan perkembangan teknologi yang kian pesat hingga kini maka media yang menyajikan informasi tidak lagi terpaku dalam bentuk buku teks dan surat kabar.
Informasi-informasi sudah banyak dimuat pada media digital dan bahkan buku-buku karangan yang akan dicetak juga soft filenya pun disajikan dalam bentuk electronic book (e-book) sehingga lebih mudah dan cepat untuk diakses melalui media elektronik.
Berbagai jenis platform pun telah banyak diciptakan dan dikembangkan untuk mendukung penyajian informasi di media digital secara offline dan online pun semakin banyak.
Kini semua masyarakat yang ingin memfasilitasi minat bacanya hampir semuanya beralih media dari cetak ke media digital (online).
Tantangan budaya membaca generasi milenial
Kehadiran teknologi dan perkembangannya dalam berbagai aspek kehidupan memang memberi dampak besar. Salah satunya contohnya telah kita bahas tadi, yaitu dalam dunia literasi bagi masyarakat. Media penyajian tulisan sudah mulai mengalami transisi. Masyarakat hampir tidak lagi memegang dan membaca buku namun lebih memegang gawainya.
Hanya sedikit kemungkinan tujuannya hanya untuk sekedar pamer, maka pertanyaannya apakah proses transisi ke gawai benar-benar dipastikan bahwa gawai yang digunakan memang digunakan untuk membaca e-book, berita dan berbagai informasi penting lainnya? Atau ada tujuan lain?
Kita ketahui bahwa dalam gawai tidak hanya memuat e-book untuk dibaca saja. Berbagai jenis aplikasi dan berbagai jenis aplikasi dan fitur-fitur telah dimuat di gawai sehingga gawai tidak hanya digunakan untuk mengakses e-book melainkan juga sebagai  media hiburan (gaming, music, video, dll), media komunikasi dalam sosial (whatsApp, Facebook, twitter, Instagram, Line, dll), media pembelajaran dan lainnya.
Oleh karena itu, berbagai hal inilah yang menjadi tantangan dalam budaya membaca. Jika seseorang memegang buku maka fokusnya hanya satu yaitu untuk membaca isi buku tersebut.
Sedangkan seseorang yang memegang gawai, tidak 100 persen dipastikan bertujuan untuk membaca e-book. Bahkan kita bisa lihat realita masa kini bahwa masyarakat menggunakan gawai lebih cenderung untuk surfing di media sosial dan hiburan semata (paling banyak gaming bagi para kaum muda).
Hal ini menjadi tantangan yang besar dan akan menjadi masalah serius menurunnya minat baca dalam budaya membaca (dunia literasi) pada generasi milenial.
Oleh karena itu, untuk tetap menjaga agar minat baca dalam budaya literasi tidak memudar maka sebagai pengguna gawai harus lebih bijak dalam menggunakannya. Pengunaannya pun harus sesuai dengan porsinya, dan paling penting dan perlu dipahami bahwa gawai tidak boleh menggantikan peranan buku. Keduanya tetap harus digunakan atau dikolaborasikan dalam menunjang kebutuhan kita masing-masing.
Salam.
Kupang, 14 November 2018
Tonny E. N
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H