Mohon tunggu...
Tonny Juliantika Priangan
Tonny Juliantika Priangan Mohon Tunggu... Sejarawan - S2 Kajian Sejarah, Universitas Negeri Semarang

Sejarah ialah bahasa kehidupan!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Selayang Pandang: Ambachtsschool Voor Inlander, Gang Kampoeng Djawa, Batavia

1 November 2024   22:42 Diperbarui: 1 November 2024   22:47 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Ambachtsschool merupakan sekolah kejuruan yang didirikan oleh pemerintahan kolonial Belanda dengan tujuan mencetak tenaga kerja terampil. Pemerintahan kolonial membutuhkan tenaga kerja terampil agar kebutuhan pekerja dalam sistem politik terbuka dapat terpenuhi dengan baik. Mendesaknya kebutuhan pekerja tersirat dalam korepondensi antara menteri jajahan terhadap Gubernur Jenderal mengenai akan kebutuhan tenaga ahli berpendidikan atau memiliki keterampilan di bidang industri, pertukangan, dan kerajinan (Majid, Syarifah: 2016).

Penulis tergugah untuk menelusuri secara detail mengenai pembentukan awal Ambachtsschool Voor Inlander di Batavia yang kini bertransformasi menjadi SMKN 35. Ambachtsschool Batavia pertama ternyata sudah ada sejak 1865 yang letaknya berada di Vrijmetselaarweg yang kini menjadi Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Batavia Nieuwsblad bahkan mengabarkan bahwa Ambachtsschool di Batavia sudah ada sejak 1862. Kemudian tahun 1889 terdapat iklan dari koran Java-Bode yang merujuk pada Ambachtsschool Batavia tersebut.

Sementara, Ambachtsschool kedua di dirikan pada 1 Agustus 1936, dan letaknya berada di Matramanweg (Daftar Sekolah Kolonial). Peraturan sekolah Ambachtsschool kedua seturut dengan peraturan Ambachsschool pertama yang berdasarkan keputusan tanggal 30 Desember 1932 No.37. Namun kedua sekolah Ambachtsschool tersebut diperuntukkan setidaknya kepada golongan Indo-Eropa. Golongan yang terlahir dari perkawinan campuran antara orang Indonesia asli dengan orang Eropa.

Sekolah Kejuruan Untuk Pribumi di Kampoeng Djawa

Politik etis pada 1901 memberikan angin segar bagi golongan pribumi agar bisa mendapatkan haknya sebagai masyarakat. Namun seturut korespondensi Menteri urusan koloni Belanda kepada Ratu Wilhemina bahwa pelayanan kesehatan, pengembangan infrastruktur, transportasi dan khususnya pendidikan merupakan isyarat supaya pemerintahan kolonial menjalani kedamaian dan ketenangan penguasaan tanah jajahan melalui prinsip keadilan, kedamaian, adil dan memberikan pencerahan (Gouda, Frances 1995: 53).

Oleh sebab itu, atas pertimbangan moral dari pemerintah kolonial Belanda supaya dapat meningkatkan kesejahteraan bagi golongan pribumi, maka pemerintahan kolonial berniat mendirikan sekolah pertukangan atau kerajinan bagi golongan pribumi (Inlandsch Ambachtsschool). Hal tersebut dibuktikan dengan penemuan penulis terhadap surat keputusan dari pemerintah kolonial No. 27, 1 Oktober tahun 1909 bahwasanya Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang diwakili sekretarisnya membuka sekolah Ambachtsschool Voor Inlander di Batavia, Surabaya, dan Semarang.

Di Batavia sendiri seturut arsip koran Batavia Nieuwsblad 1926 menyiratkan bahwa Ambachtsschool Voor Inlander Batavia terletak di Gang Kampoeng Djawa kawasan Molenvliet West. Pembukaan sekolah Ambachtsschool Voor Inlander Batavia secara resmi bersamaan dengan pembukaan Ambachtsschool Voor Inlander Surabaya pada 1 Desember 1909. Sementara pembukaan Ambachtsschool Voor Inlander Semarang terjadi sebulan sebelumnya. Data primer tersebut sesuai pemberitaan yang tertera pada koran De Locomotif (22-11-1909) dan dokumen Een En Ander Omtrent Den Welvaartstoestand Der Inlandsche Bevolking 1913.

Sementara itu, seturut laporan koran Batavia Nieuwsblad 1919 kondisi bangunan Ambachtsschool Voor Inlander Batavia Kampoeng Djawa merupakan bangunan megah yang luas dan sejuk; terdiri dari ruang kelas, ruang kerja, dan ruang pameran. Kemudian mengalami perluasan kembali pada 1927, sehingga menggusur 4 warga yang berdekatan rumahnya dengan areal sekolah. Namun pemerintah kolonial memberikan kompensasi atas kerugian penggusuran yang diterima oleh penduduk pribumi Kampoeng Djawa tersebut (Burgelijke Openbare Werken (B.O.W) 1855-1933).

Posisi direktur Ambachtsschool Voor Inlander Batavia pertama menurut koran Nederlandsch Indie 1914 diisi oleh T.W Groot. Direktur sekolah tersebut menerima gaji sebesar 1.500 gulden per bulan dengan kenaikan 4 kali dalam setahun sebesar 50 gulden. Sedangkan kepala bengkel menerima gaji 200 gulden per bulannya dan kenaikan 2 kali selama per tiga tahunnya dengan sejumlah 50 gulden (Een En Ander Omtrent Den Welvaartstoestand Der Inlandsche Bevolking 1913). Artinya besaran gaji yang diterima oleh direktur maupun kepala bengkel di awal abad 20 tersebut, jumlahnya relatif tinggi untuk memenuhi kehidupan selama sebulan. Jumlah yang sesuai dengan pegawai-pegawai negeri yang lain di zamannya.

Sementara, biaya sekolah yang dibebankan kepada siswa Ambachtsschool Voor Inlander, yakni sebesar 50 sen. Dengan biaya tersebut, pihak sekolah dari seorang ambteenar (pegawai negeri) sekiranya harus mendidik dan melatih para siswa yang jumlahnya menurut data pada 1910 sekitar 145 siswa. Mereka belajar selama 3-4 tahun supaya dapat menguasai ilmu seperti; Ilmu Pertukangan kayu, Pemasangan batu bata, Pandai besi, Pembuatan ketel uap, Pengerjaan logam dengan mesin, Pembuatan mebel, Pencelupan, Peleburan tembaga dan timah (Een En Ander Omtrent Den Welvaartstoestand Der Inlandsche Bevolking 1913).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun