Sedangkan Taip dengan postur tubuh kekar berotot memiliki keahlian bermain berbagai macam senjata. Ia piawai dalam menggunakan parang, tombak, tongkat, dan senjata lainnya.
Selain mempelajari berbagai kesaktian, kedua pendekar muda ini juga dibimbing oleh sang guru untuk menjalankan Tapa Brata, sebuah teknik semadi tingkat tinggi untuk mengekang hawa nafsu dan keduniawian. Tair sering menjalankan semadinya di bawah pohon Ara yang rindang di puncak sebuah bukit. Berbeda dengan abangnya, Taip lebih memilih tempat semadi di tepian pantai yang damai. Dari hasil olah nafas inilah mereka berdua dapat dengan mudah menyerap ilmu kesaktian yang diturunkan oleh sang guru.
Suatu malam saat bulan purnama, Taip melakukan Tapa Brata di atas batu besar di tepian pantai seperti biasanya. Dalam khusyuknya, Taip merasakan kedatangan seseorang yang misterius. Orang itu berperawakan gagah dan berwajah tampan, mengenakan jubah berwarna hijau, serta menunggangi kuda putih.
Pemuda kharismatik itu memperkenalkan dirinya sebagai utusan penguasa Pulau Bangka. Pemuda itu bernama Panglima Enceng. Kepada Taip, sang panglima memberikan petunjuk agar Taip semakin giat berlatih ilmu bela diri dan olah kanuragan untuk melindungi bendeng mereka dari serangan para lanun (perompak) yang keji lagi brutal. Sudah ada beberapa tempat di Pulau Bangka ini yang diporakporandakan mereka. Setelah memberikan wejangannya, Panglima Enceng pun menghilang.
Menerima petuah magis tersebut membuat Taip menyudahi semadinya dan bergegas menyampaikan pengalaman batinnya itu kepada gurunya. Ternyata Batin Kuning juga didatangi Sang Panglima Enceng lewat mata spiritualnya semalam. Sang guru lalu mengumpulkan semua muridnya dan tokoh masyarakat lainnya untuk bermusyawarah bagaimana mempersiapkan diri jika memang tempat tinggal mereka itu diserang.
Bendeng mereka walaupun hanya desa kecil, namun memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti rotan, kayu, hasil perkebunan, hasil laut, dan berbagai macam komoditi. Tentu saja hal ini akan memancing ancaman dari luar yang ingin merampas kekayaan bumi mereka. Para pendekar dan kaum muda pun sepakat untuk meningkatkan disiplin berlatih bela diri dan bersatu padu mempertahankan serta melindungi desa tercinta dengan segenap jiwa raga.
Selang beberapa bulan berlalu, apa yang mereka khawatirkan memang benar terjadi. Tiga perahu besar dengan layar bergambar tengkorak memasuki muara sungai menuju Bendeng Selak. Para lanun itu akhirnya memang datang mengusik ketenteraman warga desa. Namun para pendekar dan pemuda sudah mempersiapkan diri menghadapi serangan para perompak tersebut.
Mereka lalu berkumpul dan mengatur strategi untuk menghadapi aksi lanun-lanun jahat itu. Mereka sepakat untuk menghadang perahu lanun agar tidak sempat berlabuh. Serangan itu akan dilakukan menjelang subuh saat para lanun masih terlelap tidur.
 Batin Kuning menunjuk 7 orang pendekar muda sebagai pendekar utama yaitu kedua bersaudara Tair dan Taip, Damer, Uyub, Ahad, Samer, dan Tawan. Sebagai pemimpin para pendekar, diamanahkannya kepada Taip. Ketujuh pendekar gagah berani itu pun ditugaskan untuk penyerangan gerilya, sedangkan pendekar lainnya dan para pemuda desa  tetap berjaga di bendeng.
Di tengah kegelapan malam, Taip dan para pendekar utama pun berangkat ke muara sungai. Setelah mempertimbangkan waktu yang tepat, mereka melancarkan serangan mematikan. Taip menyerang dengan senjatanya yang bergerak sangat cepat sehingga sulit dihindari korbannya.
Kakaknya mengeluarkan ilmu saktinya yang menggelegar hingga para lanun tercerai-berai. Braja mautnya mampu menghancurkan geladak perahu para perompak itu. Karena mendapat serangan mendadak yang dasyat, para lanun tidak berdaya dan menjadi sasaran empuk amukan para pendekar yang sudah terlatih baik. Hanya dalam waktu sekejab, para lanun itu terkapar meregang nyawa. Kapal mereka pun lalu dibakar musnah.