Pujian tulus dari seorang suami tercinta tentu saja memicu kepercayaan diri Leni untuk mulai merintis bisnis kuliner. Leni belajar dari media sosial mengenai kudapan khas Bangka dan Indonesia. Leni membuat kue celepon, kue rangai, kue nagasari, risol, dan lain sebagainya.
Entah kenapa, semua kue yang disentuh tangan Leni akan terasa enak dan bikin ketagihan mencicipinya. Sebuah bakat atau memang sudah takdirnya? Atau kekuatan dari "kutukan" si Maya?
Setiap pagi, Leni harus bangun lebih awal pada dini hari untuk menyiapkan kue dagangannya. Ia menitipkan di warung-warung jajanan sarapan yang tersebar banyak di sudut kota Toboali. Jajanan buatan Leni mulai digemari para pecinta kuliner. Rasanya memang beda, lebih enak, dan pas manisnya.
Kesehariannya, Leni masih tetap mengajar di sekolah TK itu. Selesai membuat kue, Leni harus bersiap-siap ke sekolah. Di kalangan orang tua murid, kue buatan Leni mulai terkenal. Â Mereka pun sering memesan kue untuk berbagai perayaan seperti ulang tahun, pernikahan, atau lebaran ke Leni.
Suatu hari, telepon genggam Leni berbunyi.
"Hallo, dengan Leni, ya?"
"Iya, Bu. Dengan siapa saya berbicara ya?"
"Saya Ibu Siska, panitia STQ Bangka Selatan. Bisakah ibu membuat kue untuk kegiatan kami?"
"Wahh.. sebuah kehormatan bagi saya ya, Bu! Terima kasih atas kepercayaannya!"
Menerima pesanan yang demikian besar, membuat Leni memutuskan untuk merekrut beberapa orang karyawan untuk bergabung dalam usaha kulinernya. Waktu itu ada 4 orang yang diajaknya.Â