"berapa umurmu? Kau bicara seperti orang tua saja. Kau tahu siapa yang senang bicara tentang Tuhan di keluargaku? Kakekku, kau bicara seperti dirinya." Dia tersenyum.
"Saat waktunya hampir tiba, semua manusia mencari Tuhan."Â
"apa?"
"sudah lupakan saja."
Aku pulang diantar olehnya, dia ingin berlaku sopan dan bertemu dengan orang tuaku katanya. Aku sih tidak keberatan, toh aku tak yakin ayah atau ibuku sudah pulang ketika aku kembali. Selama menyetir dia banyak diam dan sesekali bertanya tentang jalan, dia bilang dulu dia pernah tinggal di kota ini dan pindah ke kota lain, kini dia harus pindah lagi ke sini karena suatu alasan, yang tidak dia ingin bahas. Aku pun tidak terlalu tertarik, kurasa karena aku merasa sangat mengantuk.
Sungguh suatu keajaiban bahwa kedua orang tuaku ada di rumah ketika kami sampai di rumahku. Dia aku persilahkan masuk dan kuajak menemui kedua orang tuaku yang sedang makan malam, ayah dan ibu tampak agak kaget aku membawa teman laki-laki ke rumah. Mereka hanya kenal Zahra dan Rani saja. Dulu pun mereka tidak kenal dengan pacar-pacarku, soalnya tidak aku kenalkan juga sih.
"Siapa ini? ayo ikut makan bersama" ibuku menyambut.
"ini temen Hana ma, kami abis makan tadi." Dia mencium tangan ibu dan memperkenalkan diri.
"makan berdua?" ayah menimpali.
"iya"aku menjawab ketus.
"Hana...jangan begitu sama ayah..." ibu menasihatiku.