Mohon tunggu...
Tongato
Tongato Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pendidik dan peneliti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PPDB Bermasalah, Ubah Paradigma Pengelolaan Sekolah Negeri-Swasta

29 Juni 2024   11:07 Diperbarui: 30 Juni 2024   10:44 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unjuk Rasa PPDB Bermasalah (Sumber: tempo.co)

PPDB Bermasalah, Ubah Paradigma Pengelolaan Sekolah Negeri-Swasta

Hampir tiap tahun pada bulan Juni-Juli kita mendapat sajian masalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada sekolah negeri di media masa dan media sosial. Permasalahan ini bukan saja terjadi pada jenjang SMA, tapi juga SMP dan SD. Bukan saja di kota-kota besar, tapi juga di kota-kota kecamatan.

Dulu sebelum sistem zonasi diberlakukan, sumber permasalahan terdapat adanya rasa keadilan yang terganggu. Hal itu karena untuk bisa masuk sekolah negeri tertentu (favorit), siswa bersangkutan harus memiliki nilai tinggi. Ya, nilai tinggi dari jenjang sekolah sebelumnya yang tertuang dalam daftar Nilai Ebtanas Murni (NEM), atau kemudian menjadi Nilai Ujian Nasional (NUN).  

Seorang siswa yang rumahnya berdampingan dengan sekolah yang dimaksud tak bisa masuk, lantaran nilainya rendah dibanding nilai pendaftar yang ada. Meski jarak rumahnya jauh dari sekolah, siswa yang memiliki nilai tinggi dapat menyingkirkan siswa yang nilainya rendah.

Memang ada celah bagi siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah dimaksud, bisa mendaftar dan diterima. Yakni melalui program bina lingkungan namanya. Namun, jumlah yang diterima tidak signifikan. Dan kadang mengundang kecurigaan dalam pelaksanaannya. Pasalnya, yang mendapat program bina lingkungan kadang hanya yang memiliki privilege tertentu.

PPDB Sistem Zonasi

Saat ini dan beberapa tahun yang lalu, sistem penerimaan siswa baru sudah berubah. Tidak lagi berpatokan pada nilai, melainkan jarak rumah calon siswa dari sekolah dan usia minimal calon siswa atau lebih dikenal dengan sistem zonasi. Artinya, semakin dekat rumah calon siswa dengan gedung sekolah, ditambah usianya memenuhi syarat, maka semakin besar peluang untuk diterima.

Sistem ini ingin mendorong agar semua sekolah negeri berkualitas. Tidak perlu ada lagi sekolah favorit yang menjadi "rebutan" calon siswa baru. Selain itu, dimaksudkan juga agar semua anak usia sekolah mendapat hak pendidikan yang berkualitas.

Namun, apa yang terjadi? Mengingat jumlah gedung sekolah negeri jenjang di atasnya lebih sedikit dari jenjang sekolah di bawahnya dan juga jumlah lulusan jenjang di bawahnya lebih banyak dari daya tampung sekolah jenjang di atasnya, maka sistem zonasi ini menemui kendalanya.

Belum lagi adanya persebaran gedung sekolah negeri yang tidak mendukung sistem zonasi ini. Artinya, ada ketimpangan lokasi gedung sekolah negeri di suatu wilayah.

Ada suatu wilayah yang memiliki gedung sekolah negeri dan daya tampung memadai untuk menerima lulusan jenjang di bawahnya, ada pula yang tidak mampu menampungnya. 

Kenapa tidak dapat menampungnya? Ya, karena jumlah gedung sekolah negeri dan jumlah lulusan jenjang di bawahnya lebih banyak dari gedung dan daya tampung sekolah negeri jenjang di atasnya.

Unjuk Rasa PPDB Bermasalah (Sumber: tempo.co)
Unjuk Rasa PPDB Bermasalah (Sumber: tempo.co)

Apa Solusinya?

Tawaran solusi PPDB agar tidak lagi mengudang masalah tiap tahun selalu muncul. Ada yang menyarankan agar daya tampung sekolah negeri diperbanyak. Caranya bisa dengan menambah gedung sekolah negeri di wilayah yang kurang  atau menambah jumlah ruang kelas baru atau menambah jumlah rombongan belajar tiap kelasnya.

Solusi ini tampak mudah dilaksanakan, namun tampaknya tidak akan memecahkan akar masalahnya. Pasalnya, solusi ini tidak menghitung daya tampung sekolah yang ada, bukan saja sekolah negeri, tapi juga sekolah swasta yang telah eksis di wilayah bersangkutan.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Dinas Pendidikan mestinya menghitung dan mempertimbangkan keberadaan sekolah swasta. Pasalnya, tugas pokok dan fungsi Kemendikbudristek dan Dinas Pendidikan itu kan juga mengurusi sekolah yang ada di wilayah kerjanya, ya sekolah negeri, ya sekolah swasta. Bukan hanya sekolah negeri.

Lho, sekolah swasta kan berbayar? Sekolah swasta kan kualitasnya dipertanyakan? Betul sekolah swasta memang berbayar, bahkan ada yang besar pembayarannya. Namun, harus dipahami, bahwa hasil pembayarannya itu untuk biaya operasional dan gaji guru-tenaga kependidikan dan lainya. Benar bahwa, sekolah swasta tertentu ada pula saldo cukup besar. Namun, harus dipahami juga bahwa kebanyakan sekolah swasta tidaklah demikian.

Lalu bagaimana dengan kualitas sekolah swasta? Dalam kenyataannya, ada sekolah swasta yang berkualitas, bahkan banyak yang mengungguli sekolah-sekolah negeri. 

Banyak bukti tentang hal ini, misal dari hasil Ujian Tulis Berbasis  Komputer (UTBK) dan dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, sekolah-sekolah swasta tidak kalah jumlah yang berkualitas. 

Tentang kualitas ini, sama saja antara sekolah negeri dan swasta. Ada yang berkualitas dan ada yang kurang berkualitas untuk tidak mengatakan tidak berkualitas.

Nah, sesuai pemahaman di atas, sudah seharusnya Pemerintah melalui Kemendikbudristek, Dinas Pendidikan dan sekolah swasta bersama-sama merumuskan dan melaksanakan perubahan paradigma bersama secara komprehensif. Artinya, bukan saja masalah PPDB bersama seperti yang sudah dilaksanakan Provinsi DKI Jakarta, melainkan sistem pengelolaan pendidikan secara menyeluruh.

Persoalan PPDB hanyalah satu soal yang harus dituntaskan. Namun, kalau hanya persoalan PPDB saja yang dibahas dan diselesaikan. Bisa dipastikan, tahun depan kekisruhan PPDB akan kembali mengemuka.

Kembali kepada tugas pokok dan fungsi Kemendikbudristek dan dinas pendidikan adalah mengurusi seluruh pendidikan sekolah, negeri dan swasta. Untuk meningkatkan kualitas seluruh pendidikan sekolah, maka perlakuannya harus sama. Sekolah negeri mendapat guru Aparatur Sipil Negera (ASN), baik Pegawai Negeri Sipil maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), sekolah swasta pun mestinya mendapat perlakuan yang sama.

Pendidikan dan pelatihan terhadap peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan sekolah negeri dan swasta juga mestinya sama. Selama ini terasakan sekolah swasta kurang mendapatkan perhatian. Meski kadang dilibatkan, namun frekuensinya berbeda.

Berkenaan dengan dengan dana operasional sekolah, memang sekolah negeri dan swasta sudah sama menerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Demikian juga bagi siswa yang tidak mampu mendapat dana melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun, ada dana-dana lain yang diterima sekolah negeri, namun tidak untuk sekolah swasta, misal dana pembangunan/perawatan gedung sekolah. Dana Pembangunan memang tidak rutin, namun biaya perawatan menjadi kebutuhan tiap tahunnya bagi semua sekolah.

Terhadap tiga hal tersebut, bagi sekolah swasta yang tidak bersedia mengikuti tata kelola dengan paradigma baru, tidaklah menjadi masalah. Tentu ada kriteria dan kententuan yang mengaturnya, termasuk ada konsekuansinya.

Akhirnya, dengan Pemerintah merubah paradigma perlakuan dan pengelolaan pendidikan sekolah yang sama, baik negeri maupun swasta, persoalan PPDB tentu akan reda, bahkan akan mampu menghilangkan permasalahan yang hadir tiap tahunnya. Masyarakat akan memilih sekolah, bukan karena persepsi sekolah negeri lebih berkualitas daripada sekolah swasta. Atau lebih memilih sekolah negeri karena tidak berbayar. 

Dengan perubahan paradigm ini, kualitas sekolah bukan ditentukan sebutan negeri atau swasta. Dan persepsi sekolah swasta berbiaya tinggi akan hilang sendirinya. Meningkatkan kualitas sekolah merupakan tugas bersama pemerintah dan juga swasta.***

Salam Kompasiana

Tongato

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun