3. Kalau ybs penduduk kota/kab yang - maaf - tidak begitu jelas komitmennya terhadap JKN, maka RS biasanya sampaikan ke beberapa lembaga sosial filantropis untuk mendapatkan bantuan.
4. Kalau 3 poin tsb belum mendapatkan jalan, RS hanya bisa memantau situasi. Pada titik akhir, karena tidak mungkin juga menahan pasien (berisiko jauh lebih besar daripada risiko keuangannya), RS memang membuat surat perjanjian. Diketahui oleh RT/RW/Kepala Desa setempat. Isinya kesanggupan untuk membayar biaya RS.
Apakah selanjutnya pasti cair? Tidak. Beberapa ada yang cair setelah sekian lama. Beberapa cair sebagian kemudian terhenti. Sebagian sama sekali tidak cair. Tapi dengan surat perjanjian itu, minimal RS bisa mempertanggung jawabkan secara aturan keuangan. Tapi tentu, ada batas juga yang harus RS jaga secara volume keuangan agar tidak goncang.
Apakah yang seperti ini hanya pada Sadikin dan pekerja informal? Jangan salah. Ada juga pasien yang berpenampilan "menengah ke atas", RS tidak "menandai" walau tidak menggunakan JKN karena sejak awal pasien tegas menyatakan "kami nggak mau pakai JKN". Tapi di titik akhir, ternyata menyatakan tidak mampu membayar. Yang seperti ini, membuat RS lebih gemes lagi, karena tidak sejak awal diantisipasi oleh RS.
Semoga segera ada jalan bagi Pemerintah dan Pemda untuk menghindari situasi berat tersebut. Repot bila RS harus disibukkan oleh urusan "penjaminan" saat seharusnya fokus ke menolong pasien
Mangga.
#MerawatVitalitasSosial
Catatan: kata "RS" ini tidak menunjuk ke suatu RS tertentu. Yang disampaikan ini dialami oleh kebanyakan RS, kalaupun tidak disebut oleh semua RS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H