Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pasien "Tanpa Jaminan Kesehatan"

17 Desember 2019   05:40 Diperbarui: 17 Desember 2019   13:29 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ada pasien baru di IGD. Jatuh dari genting. Ternyata seorang "pekerja amatir". Artinya: bekerja tanpa bendera sebuah CV atau PT. Tidak ada klausul "pemberi kerja". Dia hanya bekerja atas permintaan tetangganya. Si tetangga tidak ke kontraktor profesional, karena sama-sama orang biasa.

Malangnya, pekerja amatir itu terjatuh, patah tulang, dilarikan ke IGD. Berikutnya? Bingunglah banyak orang...

Kejadian yang mirip adalah penjual bakso tersiram air panas, atau petani penggarap tergigit ular saat bekerja. Sama bingungnya.

Dalam klausul yang berlaku sekarang, pekerja informal seperti itu harus tetap mendaftar sebagai peserta BPJamsostek. Kalau kemudian terjadi "kecelakaan kerja", maka penjaminannya melalui JKK oleh BPJamsostek. Bukan melalui BPJSK walau ybs aktif sebagai peserta JKN.

Tapi dalam banyak kasus, pekerja informal, belum terdaftar di BPJamsostek. Bila terjadi kecelakaan kerja, maka tanggung jawab pada "pemberi kerja". Dalam hal ini: dirinya sendiri. Jadilah kemudian bingung.

Kondisi lain: pasien tidak mampu, sakit, tapi belum menjadi peserta JKN. Sama, ini juga membuat kebingungan.

Sebenarnya, meski di era JKN sekalipun, RS masih relatif sering menghadapi kenyataan seperti itu. Terutama pada kelompok masyarakat SADIKIN (sedikit di atas miskin atau kalau sakit jadi miskin) dan lebih khusus lagi pekerja informal. Pasien dan keluarga tidak mampu membayar (walau secara status ekonomi di atas garis "tidak mampu"). RS menjadi repot karena harus terlibat dan terbelit dalam urusan pembiayaan.

Sebenarnya bahkan sejak di meja pendaftaran awal, begitu ada pasien yang BELUM MENJADI atau NON AKTIF kepesertaan JKN nya, RS sudah ancang-ancang sejak awal. DITANDAI (bukan secara negatif) sebagai harus mendapat perhatian. Ditandai ini tidak bermaksud mempengaruhi pelayanannya. Hanya potensi risiko masalah bagi RS ketika ada hambatan biaya. Khususnya bila termasuk kelompok Sadikin dan Pekerja Informal.

Beberapa kemungkinan dan upaya solusi:

1. Kalau ybs penduduk Kota/Kab yang komitmen JKN nya tinggi, langsung RS koordinasi dengan Dinkes setempat, berusaha dijadikan PBI APBD, langsung aktif atas rekomendasi Pemda (lepas dari soal bagaimana nanti tunggakannya bila sebelumnya menjadi peserta non PBI).

2. Kalau ybs penduduk kota/kab yang masih menganggarkan Bantuan Sosial, segera RS berkoordinasi dengan Dinsos setempat, agar ada bantuan dari Pemda.

3. Kalau ybs penduduk kota/kab yang - maaf - tidak begitu jelas komitmennya terhadap JKN, maka RS biasanya sampaikan ke beberapa lembaga sosial filantropis untuk mendapatkan bantuan.

4. Kalau 3 poin tsb belum mendapatkan jalan, RS hanya bisa memantau situasi. Pada titik akhir, karena tidak mungkin juga menahan pasien (berisiko jauh lebih besar daripada risiko keuangannya), RS memang membuat surat perjanjian. Diketahui oleh RT/RW/Kepala Desa setempat. Isinya kesanggupan untuk membayar biaya RS.

Apakah selanjutnya pasti cair? Tidak. Beberapa ada yang cair setelah sekian lama. Beberapa cair sebagian kemudian terhenti. Sebagian sama sekali tidak cair. Tapi dengan surat perjanjian itu, minimal RS bisa mempertanggung jawabkan secara aturan keuangan. Tapi tentu, ada batas juga yang harus RS jaga secara volume keuangan agar tidak goncang.

Apakah yang seperti ini hanya pada Sadikin dan pekerja informal? Jangan salah. Ada juga pasien yang berpenampilan "menengah ke atas", RS tidak "menandai" walau tidak menggunakan JKN karena sejak awal pasien tegas menyatakan "kami nggak mau pakai JKN". Tapi di titik akhir, ternyata menyatakan tidak mampu membayar. Yang seperti ini, membuat RS lebih gemes lagi, karena tidak sejak awal diantisipasi oleh RS.

Semoga segera ada jalan bagi Pemerintah dan Pemda untuk menghindari situasi berat tersebut. Repot bila RS harus disibukkan oleh urusan "penjaminan" saat seharusnya fokus ke menolong pasien

Mangga.

#MerawatVitalitasSosial

Catatan: kata "RS" ini tidak menunjuk ke suatu RS tertentu. Yang disampaikan ini dialami oleh kebanyakan RS, kalaupun tidak disebut oleh semua RS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun