Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Orang "Kantoran" tentang JKN: Enak Dulu, Sekarang Serba Tidak Bebas

24 Juni 2017   10:10 Diperbarui: 24 Juni 2017   10:26 1607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SUMBER: Dok.pribadi
SUMBER: Dok.pribadi
Masalahnya pada mekanisme ini, bila peserta tetap pada hak kelasnya, maka tidak ada biaya tambahan yang harus dibayar oleh pasien. Pada kondisi ini sering terjadi salah paham. Ketika pasien meminta kuitansi, maka RS tidak bisa memberikan, karena memang tidak ada yang dibayar oleh pasien. Adanya tambahan biaya oleh pasien sehingga bisa diberikan kuitansi adalah kalau naik kelas. Baru bisa diberikan kuitansi. 

Untuk skema AKT yang juga menanggung biaya tambahan per hari perawatan, maka RS hanya dapat memberikan keterangan bahwa benar telah terjadi perawatan inap selama sekian hari. Sekali lagi tanpa kuitansi selama pasien tidak keluar biaya tambahan. 

Dalam hal keluar biaya tambahan, maka RS juga hanya akan memberikan kuitansi sebesar biaya tambahan itu tanpa rincian, selama naik kelas maksimal sampai ke kelas VIP. Baru kalau naik kelas di atas VIP, akan muncul kuitansi dengan rincian. Mengapa? Karena tarif sampai kelas VP pada dasarnya adalah tarif INA-CBGs yang ditetapkan oleh Menteri, bukan angka yang ditetapkan oleh RS. Lebih rinci pada tulisan sebelumnya. 

Lantas bagaimana? Maka muncul skema kedua. Pada skema ini, ada kesepakatan BPJSK dan AKT untuk menjadi co-branding. Maka Kartu Peserta juga merupakan co-branding. Pelaksanaan pelayanan, mengikuti alur yang disepakati antara peserta dengan AKT. Artinya, apakah harus dengan rujuan berjenjang atau tidak, bagaimana tentang hak kelas dan naik kelas, dan banyak hal lagi, adalah tidak harus mengikuti alur JKN. Kewajiban peserta sebagai warga negara untuk menjadi peserta JKN, diwadahi dengan penyetoran premi sebagai bagian dari kesepakatan peserta dengan AKT. 

Selanjutnya nanti, AKT yang berurusan dengan BPJSK, baik dalam rangka membayar premi rutin, maupun mengurus klaim. Hanya saja, besaran klaim yang dapat ditagihkan untuk setiap kasus adalah maksimal sama dengan tarif grup diagnosis tersebut pada RS tipe C di regional yang sama. 

Dengan cara ini, peserta tidak lagi harus mengikuti alur JKN, tetapi alur yang ditetapkan oleh AKT (tentu dengan asumsi telah disepakati sejak awal). Tentu, ini memberikan keleluasaan baik bagi peserta untuk memilih sendiri AKT mana yang dianggap paling memenuhi kebutuhannya. Jadi apakah dengan rujukan, atau tanpa rujukan, yang penting sesuai dengan alur yang disepakati bersama AKT. 

sumber: dokumen pribadi
sumber: dokumen pribadi
Pilihan ini sangat menarik tentu bagi yang sebelumnya sudah terbiasa menggunakan AKT sebelum era JKN. Tinggal sekarang memilih AKT yang paling sesuai selera dan kebutuhan. 

Demikian. Mangga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun