Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pendaftaran Calon Bayi bagi Peserta PPU?

8 April 2016   06:23 Diperbarui: 30 April 2017   10:09 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tulisan sebelumnya telah membahas cukup lengkap tentang Pendaftaran Calon Bayi. Penulis secara pribadi tidak sependapat sebenarnya soal pendaftaran janin ini. Lebih tepat bahwa Pemerintah menanggung setiap bayi baru lahir, kemudian orang tua diberi waktu misalnya maksimal 1 bulan (saat sudah melewati masa perinatal) untuk memastikan status kepesertaan bayinya. Namun nyatanya memang kebijakan yang sekarang berlaku, memberi ruang untuk pendaftaran calon bayi. 

Dalam pelaksanaan hari ini, nampaknya memang ada yang harus segera dijernihkan terkait pendaftaran calon bayi ini, khususnya untuk anak dari PPU. Saat ini, sesuai regulasi yang bisa saya akses (artinya yang disediakan di laman resmi BPJSK), ada dua pilihan bagi kondisi bayi baru lahir dari PPU di luar anak ke 1-3: yaitu sebagai anggota keluarga tambahan atau sebagai peserta PBPU.

Di lapangan, mendaftarkan bayi begitu lahir, itu suatu proses yang sulit bagi peserta: kendala hari libur, tengah malam, harus ada surat dari pemberi kerja, bahkan di lapangan harus mengurus dulu ke Kantor Desa atau Kelurahan, dan sejenisnya. Belum lagi klausul bahwa pemberi kerja harus menyatakan lebih dulu bahwa tidak bersedia memasukkan sebagai anggota keluarga tambahan, baru boleh didaftarkan sebagai peserta mandiri. Begitu mendaftarkan mandiri, berarti terkena klausul masa tenggang 14 hari. Kena masa tenggang, berarti belum bisa aktif. Belum bisa aktif, berarti belum bisa digunakan. Padahal bayi yang baru lahir membutuhkan banyak biaya penanganan medis. Tentu ini merepotkan bagi peserta.

Bagi penyedia layanan juga merepotkan karena menjadi ragu-ragu tentang status kepesertaan bagi bayi baru lahir. Bahkan ada satu klausul: kalau bayi baru lahir itu belum jelas kepesertaannya, berarti pasien non-JKN, berarti tidak berlaku klausul JKN. Tentu ini adalah celah regulasi yang sebaiknya segera dijernihkan.

Yang penulis uraikan itu adalah sesuai reguasi yang bagi publik bisa diakses terbuka: Per BPJSK 1/2015 dan Per Dir 32/2015. Juga hasil email resmi penulis ke Grup Kepesertaan awal Oktober 2015 lalu. Entah bila ada regulasi lain yang publik tidak memiliki akses terbuka. Karena itu penulis tanggal 5 April 2016 kemarin sekali lagi berikirim email resmi ke Grup Kepesertaan untuk mendapatkan penegasan dan regulasi terkini terkait kepesertaan, termasuk ttg pendaftaran calon bayi ini, khususnya untuk anak dari peserta PPU.

Harus diakui, polemik soal pendaftaran calon bayi ini baru muncul setelah ada klausul masa tenggang yang mulai berlaku 1 November 2014 (Per BPJSK 4/2014 disusul Per Dir BPJSK 211/2014). Nampaknya memang harus kita sepakati bahwa masa tenggang itu memang diperlukan. Yang menjadi titik kritik saya sejak saat itu adalah seharusnya aturan itu muncul di ranah Perpres atau minimal Permenkes sebagai penjabaran Perpres. Tap tentu ini merupakan diskusi tersendiri. 

Pada tahun 2015, regulasi soal pendaftaran calon bayi ini dipertegas dalam Per BPJSK 1/2015 dan Per Dir BPJSK 32/2015 Namun sampai regulasi terakhir tersebut, yang diatur adalah pendaftaran calon bayi bagi peserta PBPU dan BP (Kelompok Mandiri). Pertanyaan besarnya: bagaimana dengan calon bayi dari Peserta PPU? 

Kemudian diperoleh informasi bahwa ada "regulasi internal" BPJSK yang mengatur hal tersebut. Namun tidak penulis dapatkan tautannya di laman resmi BPJSK. Usul saya, regulasi "internal" BPJSK tetapi bersifat mengatur publik, adalah harus bersifat informasi publik: artinya publik harus diberi tahu dan memiliki akses terbuka ke regulasi tersebut.

Yang sudah terlanjur, mari diperbaiki dengan sekalian saja menerbitkan satu Peraturan BPJSK khusus tentang pendaftaran bagi peserta PBI dan PPU mengingat sudah ada Peraturan BPJSK yang khusus membahas Pendaftaran PBPU dan BP.

Penulis rasa itu perlu melihat sudah terbit beberapa regulasi baru yang memerlukan tindak lanjut atau sinkronisasi regulasi. Misalnya PP 76/2015 tentang PBI yang hemat penulis memuat perubahan cukup signifikan dalam hal kepesertaan PBI (misalnya soal bayi baru lahir yang dinyatakan sebagai otoamtis, apakah tidak lagi dibutuhkan surat rekomedasi dari Dinsos?).

Kemudian bagi PPU terkait misalnya penjaminan kecelakaan oleh PT Taspen bagi PNS/TNI/Polri sesuai PP 70/2015 yang sampai sekarang belum begitu jelas pengaturannya (walau dalam hal ini ada porsi tanggung jawab PT Taspen tentu saja untuk menjelaskannya). Bagaimana juga dengan pengalihan kepesertaan dari anak seorang PPU, yang kemudian mencapai usia 21 tahun atau lebih dari 21 tahun dan berhenti kuliah atau orang tuanya sebagai pekerja meninggal dunia, untuk menjadi peserta PBPU. Hal ini masih sering menimbulkan beda pendapat di lapangan.

Begitu juga dinamika untuk kelompok PPU dari segmen Pekerja Non Pemerintah. Keluhan tentang masih adanya Pemberi kerja yang belum mendaftarkan pekerjanya. Bagaimana penerapan Pasal 11 Perpres 12/2013 jo Perpres 111/2013 dan tidak direvisi dalam Perpres 19/2016 bahwa sebelum didaftarkan maka pemberi kerja bertanggung jawab atas biaya kesehatan pekerjanya sesuai standar JKN. Atau bagaimana bila nyata-nyata pemberi kerja tidak mendaftarkan, sementara pekerja memilih untuk mendaftar sebagai Peserta Mandiri? Hal-hal seperti ini juga sebaiknya dijelaskan terbuka. 

Begitu juga bahwa ternyata Perpres 19/2016 maupun revisinya 28/2016, ternyata menegaskan lagi hak bagi Peserta Mandiri kelas 3 untuk naik kelas selama perawatan. Berarti perlu ada revisi terhadap klausul dimaksud dalam Per BPJSK 1/2015 dan Per Dir BPJSK 32/2015. Penulis mendengar juga sudah terbit SE 72/2016 tentang pengalihan kepesertaan PBPU ke segmen lain, namun penulis belum mendapatkan dokumen dimaksud, padahal hemat penulis itu jelas mengatur publik.

Sebaiknya hal-hal demikian sekalian diatur dalam sebuah Peraturan BPJSK secara lengkap sehingga mudah diketahui oleh umum. Bahwa kemudian diperlukan beberapa regulasi internal yang lebih ke arah sisi teknis administraitf, mangga itu sesuai kebutuhan.

Penulis juga sambil menunggu jawaban lebih lengkap dari Grup Kepesertaan. Pada saatnya regulasi-regulasi itu sudah lebih dirapikan, penulis pasti akan membantu untuk ikut mensosialisasikan sebagai bagian dari komitmen mengawal JKN.

#SalamKawalJKN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun