Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

BPJSK: Siapa yang Mengawasi?

2 Maret 2016   06:07 Diperbarui: 6 Maret 2016   06:56 1802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Aset dan Investasi BPJSK"]

[/caption]Tidak tepat kalau kita selalu menghubungkan kegiatan-kegiatan  dan segala aktivitas BPJSK itu dengan "klaim belum lancar kok sudah berkegiatan macam-macam". Pertama, karena mereka punya sumber keuangan lain, sementara klaim itu murni dari Dana Jaminan Sosial. Kedua, karena jelas mereka harus melaporkan penggunaan uangnya kepada 4 lembaga. Mengapa kita tidak justru menuntut 4 lembaga itu yang menjelaskan hasil penilaiannya? Apakah kita lebih puas kalau BPJSK sendiri yang melaporkannya?

Lantas, kenapa kok masih banyak masalah dalam JKN? Kok antrinya lama? Kok mencari kamar susah? Kok banyak salah data KIS? Kok begini kok begitu.... 

Pelaksanaan JKN mendapatkan Monitoring dan Evaluasi (Monev) dari beberapa lembaga. Lebih tepat bila kita mengajukan pertanyaan kepada lembaga tersebut sehingga jelas ranah kewenangan dan tanggung jawabnya. 

[caption caption="Monev dalam JKN"]

[/caption]Satu contoh yang sering menjadi topik: rujukan berjenjang. Jelas bahwa sebenarnya kewenangan, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan rujukan berjenjang adalah pada Dinkes dan Organisasi Profesi (OP). Dinkes pada peta kapasitas layanan, sedangkan Organisasi Profesi pada peta kompetensi dan ketersediaan SDM. Jadi sebenarnya sama sekali bukan pada BPJSK. Tapi kok di lapangan diatur oleh BPJSK? Jangan biarkan. Mari kita buktikan bahwa Dinkes dan OP sanggup mengatur dan melaksanannya. 

Topik turunannya soal 155 diagnosis yang sering salah kaprah. Dasarnya adalah Permenkes 5/2014 (sedang menunggu revisinya yang bahkan menambah sampai 180an diagnosis). Pelaksanaannya, sekali lagi, menjadi kewenangan Dinkes dan OP setempat untuk mengaturnya. Mengapa kesannya BPJSK yang mengatur? Karena mereka diharuskan efektif dan efisien oleh Undang-undang. Tetapi tetap saja, bagaimana pelaksanaannya: kembali ke Dinkes dan OP setempat. Jangan biarkan BPJSK yang mengaturnya. Caranya? Ya kita buktikan bahwa kita sanggup mengaturnya. 

Dengan semua ini, sama sekali penulis tidak bermaksud membela BPJSK. Justru bisa dilihat dalam beberapa paragraf, penulis menegaskan bahwa kewenangan itu tidak pada BPJSK. Kita yang harus lebih berdaya menunjukkan bahwa kita sanggup mengaturnya. Pernyataan seperti ini tidak tanggung-tanggung sudah penulis nyatakan langsung di depan Dewan Direksi BPJSK tanggal 3 Februari 2016 kemarin. Kalau di media sosial, sudah sejak JKN mulai, penulis menyampaikan prinsip-prinsip tersebut. 

Apakah berarti tidak ada kritik bagi BPJSK? 

Oh banyak. Banyak kritik kepada BPJSK, sesuai ranahnya. Soal kepesertaan (1, 2), proses verifikasi (1, 2, 3, 4, 5), soal akses ke remak medis oleh verifikator, soal dokter dan koding, lembaga DPM, adalah beberapa diantaranya. Mari kita kritik lebih jernih dan spesifik terhadap BPJSK.   

Lebih dari itu, penulis membela nalar logika kita. Jangan hanya berhenti pada persepsi, apalagi persepsi yang salah kaprah. Tradisi check-and-recheck serta merujuk pada referensi, mari tetap kita tegakkan ketika membahas tentang JKN terutama tentang BPJSK. Rujukannya tentu regulasi. Kalau terjadi disparitas antara regulasi dan implementasi di lapangan, kita kritik dan desak pihak-pihak sesuai ranahnya untuk memperbaikinya. Kita ajak dan desak BPJSK juga bersama-sama memperjuangkan perbaikan itu pada titik yang bersinggungan ranahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun