Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berapa Lama Proses Verifikasi?

11 Februari 2016   03:02 Diperbarui: 11 Februari 2016   04:05 1621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan terdahulu membahas romantika hubungan kerja dengan Verifikator BPJSK. Dalam hubungan itu, selain soal indikator atau kriteria verifikasi itu sendiri, ada soal lain yang juga sering mengganjal: berapa lama sebenarnya proses verifikasi itu?

Kapan seharusnya klaim dicairkan?

Regulasi JKN, pasal 24 ayat (2) dan (3) UU SJSN 40/4004 menyatakan bahwa:

2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima.

3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

Pasal 10 UU BPJS nomor 24/2011 pada huruf "f" menyatakan bahwa salah satu tugas BPJS adalah membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial;

Klausul "... sejak permintaan pembayaran diterima" tersebut kemudian diperjelas dalam Perpres 12/2013 tentang JKN pada pasal 38 bahwa: BPJS wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap.

Kemudian diperinci lagi dalam Perpres 111/2013 pasal 38 tersebut diubah sedemikian sehingga menjadi:

(1) BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat:

a. tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan bagi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara pembayaran praupaya berdasarkan kapitasi; dan

b. 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.

(2) BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada Fasilitas Kesehatan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan keterlambatan.

Tentang "15 hari sejak dokumen diterima lengkap" ini juga disebutkan dalam Pasal 12 Permenkes 71/2013. Sedangkan terhadap pelayanan Non Kapitasi, tidak disebutkan dengan eksplisit. Dalam Permenkes 28/2014 disebutkan bahwa "Pembayaran klaim non Kapitasi pelayanan JKN oleh BPJS Kesehatan di FKTP milik Pemerintah Daerah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku". (Bab V tentang Pendanaan pada huruf C angka 4). Dengan demikian, berarti untuk pembayaran non kapitasi juga mengacu pada ketentuan sebagaimana klausul "15 hari sejak dokumen diterima lengkap".

Acuan "diterima lengkap" ini dilengkapi pula dalam Permenkes 28/2014 sebagai "BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap di Kantor Cabang/Kantor Layanan Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan".

Kapan Faskes mengajukan klaim?

Pengajuan klaim reguler secara kolektif diajukan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. Awalnya hal ini diatur dalam Pedoman Pelaksanaan Pengajukan Klaim yang diterbitkan oleh BPJSK Kesehatan berbasis pada Peraturan BPJSK nomor 1/2014. Pada bulan Juni 2014, tata cara ini diatur dalam Permenkes 28/2014. Meski demikan masih ada ruang bahwa klaim atas suatu pelayanan masih bisa diajukan paling lambat 2 tahun setelah pelayanan diberikan.

Bagaimana "dinyatakan lengkap"?

Tentu setelah diverifikasi. Proses ini menurut Permenkes 28/2014 dinyatakan sebagai "... untuk menguji kebenaran administrasi pertanggungjawaban pelayanan yang telah dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan". Apa acuannya? Masih di Permenkes 28/2014 dinyatakan bahwa " Ketentuan mengenai verifikasi klaim FKTP dan FKRTL diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim yang diterbitkan BPJS Kesehatan". Di titik inilah, suka tidak suka, memang kewenangan proses verifikasi klaim itu secara teknis diserahkan kepada BPJS Kesehatan. Telah terbit buku Juknis tersebut sejak menjelang JKN 2014. Beberapa bagian isinya perlu dikritisi terutama terkait akses verifikator ke rekam medis dan pasien (dalam tulisan terpisah).

Setelah proses verifikasi, akan ada dua kemungkinan: diterima atau diminta memperbaiki. Proses ini sehari-hari biasa disebut "umpan balik". Artinya, setelah sejumlah berkas klaim diajukan oleh penyedia layanan, dilakukan proses verifikasi, kemudian hasilnya dikembalikan dengan keterangan "lengkap atau ada yang harus diperbaiki". Persoalannya: berapa lama proses sejak diterimanya berkas ajuan klaim itu sampai ada pernyataan sebagai "lengkap atau tidak" ?

Di lapangan, beberapa kali ada laporan lamanya penerimaan proses umpan balik, terutama untuk layanan berbasis INA-CBGs di RS. Tidak jarang itu menjadi sumber ketegangan dalam hubungan kerja dengan Verifikator. Pokok masalahnya biasanya pada perbedaan pendapat, sebagaimana disinggung pada tulisan terdahulu.

Sebenarnya, sebagian besar berkas klaim menjalani proses verifikasi secara alamiah saja, dalam waktu relatif singkat. Dalam beberapa kali forum, dilaporkan angka yang "lancar jaya" seperti ini pada kisaran 80-90% klaim. Masalahnya ketika mendapati ajuan yang menimbulkan beda pendapat, maka biasanya proses berlangsung molor. Ketika ada umpan balik, maka sekitar 10-20% berkas tadi dikembalikan. Ada beberapa catatan yang biasanya menyertai pengembalian itu. Selanjutnya pihak RS akan mempelajari dan berusaha melengkapi kekurangan yang disyaratkan. Laporannya, secara umum, sekitar 5-10% berkas tidak kunjung dilengkapi sesuai catatan verifikator karena ada perbedaan pendapat.

Pada titik inilah mulai terjadi ketegangan. Terhadap berkas-berkas yang sudah dinyatakan lengkap, baik lolos pada verifikasi pertama maupun setelah dilengkapi, dapat segera diproses pencairan klaimnya. Tetapi terhadap 5-10% berkas inilah yang kemudian mengalami "pending". Langkah yang selama ini diambil BPJSK kemudian adalah mengajukannya ke Dewan Pertimbangan Medis (DPM). Dari sana muncul rekomendasi yang kemudian digunakan oleh Verifikator untuk menyatakan diterima tidaknya suatu ajuan klaim.

Dalam regulasi JKN sekarang, sebenarnya DPM ini sudah tidak dikenal. Terakhir adanya DPM diatur dalam Permenkes 416/2011 di era Askes. Sekarang, seharusnya yang didayagunakan adalah Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (TKMKB). Memang kemudian ada keluhan bahwa TKMKB di banyak tempat "kurang aktif" atau "jalan di tempat". Bahkan tidak jarang ada pertanyaan dari beberapa Sejawat di daerah "TKMKB itu apa sih?". Hal ini telah dibahas pada tulisan sebelumnya. 

Beberapa waktu lalu, akumulasi klaim-klaim yang mengalami pending itu diajukan ke P2JK Kemkes untuk mendapatkan solusi. Dari sekitar 500 item kasus yang diajukan, dibahas, dikelompokkan, kemudian disepakati 36 item yang menjadi solusi penyelesaian. Kemkes kemudian menyebarkannya ke RS sebagai Surat Edaran Kemenkes 03/2015. Ini suatu langkah yang cukup positif. Sekira satu pekan lalu juga telah terbit seri kedua SE dimaksud (dibahas pada tulisan tersendiri). 

Tetapi yang kemudian terjadi di lapangan: terasa bahwa pihak BPJSK merasa masih banyak yang belum terjawab sehingga terpaksa masih melakukan pending. Juga, teman-teman verifikator cenderung menjadi lebih defensif dengan memilih "maaf, kami tidak ingin berlarut-larut dalam perdebatan. Menurut saya berkas klaim ini tidak dapat diterima, silakan kalau keberatan mengajukannya ke Kemkes agar mendapatkan penyelesaian, dan saya akan mengikuti saja kalau nanti sudah ada penyelesaian dan diinstruksikan oleh . Sementara belum ada penyelesaian, maka berkas ini kami pending". Kondisi ini tidak jarang menjadi alasan proses mendapatkan rekomendasi terhadap klaim yang mengalami pending itu, menjadi semakin lama. Akibatnya lagi, lama-lama menjadi tidak jelas.

Dalam beberapa hal, solusi penyelesaian di P2JK Kemkes lebih berfokus pada ketentuan pemberlakuan kode (proses coding). Padahal dalam banyak hal pula, perbedaan pendapat tentang klaim itu berbasis pada Standar Pelayanan yang tentu erat sekali kaitannya dengan Standar Pelayanan Profesi (Permenkes 1438/2010). Bila dirunut balik, seringkali perbedaan pendapat itu seolah tanpa ujung karena tidak mudah juga mendapatkan dokumen otentik hitam-putihnya. Ujung-ujungnya saling frustasi: penyedia pelayanan merasa sudah melakukan sesuai standar, verifikator merasa tidak bisa mendapatkan dokumen hitam-putih sebagai dasarnya memverifikasi. "Standar" yang diyakini penyedia layanan itu jelas berdasar, jelas valid. Tetapi masalahnya pada "mana dokumen hitam-putihnya".

Sisi lain, adanya klausul ".. secara kolektif selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya" juga menimbulkan beda persepsi. Ada yang kemudian mempersepsikan "kalau RS terlambat menyerahkan lewat tanggal 10, maka BPJSK tidak bisa lagi menanggung". Tentu ini tidak sepenuhnya tepat, karena masih ada batas waktu sampai 2 tahun setelah pelayanan diberikan.

Mengapa harus ada aturan "kolektif paling lambat tanggal 10" tersebut? Pernah dalam suatu forum, saya mengajukan alternatif untuk mengajukan klaim setiap hari. Tetapi ternyata juga tidak efektif. Mengapa dibatasi kolektif bulanan? Bila diajukan setiap hari, maka berarti setiap hari pula BPJSK harus mencairkan klaim (sesuai ketentuan paling lambat 15 hari setelah berkas lengkap). Hal ini berisiko tidak sesuai dengan semangat menjaga likuiditas sebagaimana diatur dalam PP 87/2013 (maupun PP 84/2015)tentang Pengelolaan Aset BPJSK Kesehatan.

Untuk itu, berikut beberapa rekomendasi:

1. Harus ada indikator yang jelas, berapa lama jarak waktu antara diterimanya berkas dengan dapat diberikannya umpan balik. Dengan demikian jelas posisinya: kapan harus memperbaiki berkas klaim, dan kapan BPJSK mulai kena klausul keterlambatan dan denda 1% per bulan. Harus pula ada indikator kinerja verifikasi misalnya berapa berkas harus mendapatkan jawaban lengkap atau tidaknya dalam satu hari.

2. Kemkes mempercepat agar segera terwujud DOKUMENTASI Standar Pelayanan Kedokteran sebagaimana Permenkes 1438/2010. Dengan demikian, di lapangan sama-sama ada yang bisa dipegang.

3. Sementara menunggu proses dokumentasi tersebut, TKMKB lah yang secara legal berwenang memberikan rekomendasi penyelesaian terhadap masalah-masalah yang menjadi perdebatan. Ketentuannya, TKMKB adalah INDEPENDEN. Bahwa operasionalnya dibiayai oleh BPJSK, harus selalu diingat bahwa itu adalah "uang rakyat" bukan "uang BPJSK". Siapa anggota TKMKB? Sesuai regulasi, anggotanya adalah Organisasi Profesi, Akademisi dan Pakar Klinis. Berarti? Sebenarnya pada dasarnya justru merupakan representasi dari Para Penyedia Layanan dan masyarakat. TKMKB sama sekali bukan representasi BPJSK yang dianggap akan bersikap "berat sebelah".

4. Untuk mendukung tertib administrasi, harus selalu ada mekanisme berita acara penyerahan berkas ajuan klaim dari Faskes maupun umpan balik dari BPJSK. Dengan demikian menjadi dasar bagi penerapan klausul "15 hari setelah dokumen lengkap" dan "denda keterlambatan 1% per bulan".

Dalam perkembangan sekarang, sedang dikembangkan mekanisme verifikasi berbasis digital. Diharapkan sekitar 70% berkas ajuan klaim, cukup diverifikasi menggunakan aplikasi karena memang pada kenyataannya, sekitar 70-80% klaim tidak ada hambatan selama ini. Sedangkan terhadap sektiar 30% kasus, akan tetap dilakukan secara manual. Diharapkan langkah ini mempercepat proses verifikasi, mengurangi gesekan antar pihak di lapangan sekaligus ada proses akuntabilitas karena proses klaim akan tercatat secara digital. 

#SalamKawalJKN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun