Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Salah Kaprah Soal "155 Diagnosis Tidak Boleh Dirujuk"

27 Januari 2016   06:18 Diperbarui: 29 Januari 2016   05:06 29370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Apakah semua kasus harus lewat Faskes primer dulu?

Prinsip: dalam keadaan gawat darurat, tidak diperlukan rujukan berjenjang. Peserta dapat langsung menuju Faskes terdekat. Apa saja yang masuk kriteria, dibahas pada tulisan sebelumnya. Yang jelas, penilai paling kompeten tentang kondisi gawat adalah Dokter yang memeriksa. 

Adanya pembahasan penyakit dengan level 3B di PMK 5/2014 adalah memberikan standar tata laksana bila kasus yang demikian datang ke Faskes Primer. Contohnya adalah yang banyak diributkan di medsos seperti fraktur terbuka atau pre/eklampsia maupun atonia uteri. Jadi tidak perlu tergesa-gesa mencela dengan "mau diapain fraktur terbuka di puskesmas, keburu fatal". Justru PPK 1 harus mampu melakukan penanganan awal ketika harus menerima kasus tersebut sebelum melakukan rujukan dengan tepat. 

Terhadap kalender yang diterbitkan oleh beberapa cabang BPJSK terkait "155 penyakit harus tuntas di Faskes Primer", sebaiknya dilengkapi penjelasan tentang kriteria rujukan sehingga menjadi jelas, tidak kabur. Sebuah Cabang BPJSK sudah melaksanakan rekomendasi ini sehingga tidak lagi menjadi ribut. Cabang tersebut juga sudah memfasilitasi forum penyegaran kompetensi, menghadirkan Spesialis untuk diskusi dengan Dokter di layanan primer agar sinkron. 

Mengapa katanya rujukan dari primer yang baik kok 10%, apa dasarnya? Mengapa rujukan non-spesialistik tidak boleh dilakukan? 

Dasarnya adalah hasil kajian tentang suatu pelayanan kesehatan yang ideal, angka rujukan non gawat darurat dari Faskes Primer ke Faskes Lanjutan adalah kurang dari 10%. Bila dihitung secara angka, yang berobat ke Faskes primer adalah 25% dari populasi, sedangkan yang dirujuk ke FKRTL adalah 2,1% sehingga hitungan kasarnya pada 8,4%.

Karena namanya saja kondisi ideal, maka tentu pencapaiannya adalah sebuah proses yang terus berjalan, bukan sesuatu yang sudah tercapai dan berhenti. Kajian terhadap angka rujukan, harus dipandang pula sebagai proses menuju lebih baik, bukan suatu titik akhir prestasi yang sekaligus dimaknai sebagai "ada sanksi". Sebagai sebuah proses, tentu perlu kita sepakati target-target antara, sambil secara bertahap menuju target ideal, meski yang ideal itu pun akan tetap selalu berproses sesuai perkembangan. 

Karena itu kembali ke fokus catatan ini, pandangan bahwa Faskes Primer harus diperkuat, tentu adalah hal yang didukung bersama. Dalam kerangka itu pula, tentu diharapkan dukungan pemerintah agar Faskes primer dapat terus berproses menuju yang diharapkan sebagai kondisi ideal tersebut. 

Yang menjadi beban di lapangan adalah benturan antara keharusan ada target antara penguatan faskes primer: 

Peta ini yang mengharuskan ada target-target antara tersebut. Salah satu implikasi pelaksanaannya adalah Penyusunan Instrumen FKTP Berpretasi (Permenkes 24/2015) diteruskan dengan Akreditasi FKTP (Permenkes 46/2015) dari Kemkes dan Norma Kapitasi (KBK dan KBKP) dari BPJSK dengan Peraturan BPJSK 2/2015. Dalam pelaksanaannya menimbulkan polemik, kemudian sementara ditunda pelaksanaanya dengan Peraturan BPJSK nomor 3/2015. Mulai Januari 2016 ini, baru dimulai di Puskesmas Ibukota Propinsi. Ada juga beberapa daerah melakukan uji coba (artinya diperhitungkan tetapi tetap dibayar kapitasi sesuai perjanjian kerjasama awal). Bahwa harus ada target, harus ada indikator, itu keniscayaan. Hanya seperti pada paragraf sebelumnya, penilaiannya harus sebagai suatu proses, bukan suatu hasil akhir. Dengan demikian menjadi lebih jelas duduk masalahnya.  

Di sisi lain, RS yang menerima rujukan tidak jarang juga diposisi yang tidak mudah: diterima bukan termasuk kriteria rujukan, tidak diterima menjadi persoalan. Apalagi bila datangnya di luar jam kerja atau jam buka PPK 1. Ke depan memang arahnya PPK 1 akan membuka pelayanan dalam 24 jam. Tapi tentu perlu waktu untuk sampai ke sana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun