3. Prinsip ketiga adalah komplementer. Bagaimanapun lengkapnya suatu asuransi sosial, tetap saja ada sesuatu yang tidak tercakup, atau terkecualikan. Dengan prinsip komplementer ini, diharapkan akan saling menutupi. Kalau memang suatu kejadian kecelakaan lalu lintas tidak bisa ditanggung dalam ranah asuransi Jasa Raharja, maka akan ditanggung dalam BPJSK. Atau masuk dalam ranah kecelakaan kerja yang memenuhi definisi dalam ranah BPJSTK. Dengan demikian, diharapkan bisa saling menutupi, sekaligus menghindari ada penumpukan manfaat ganda. Â
Khusus terkait Kecelakaan Kerja, Berdasarkan SE Direktur Pelayanan BPJSK, dinyatakan bahwa untuk Kecelakaan Kerja ditanggung sepenuhnya oleh Jaminan Kecelakaan Kerja (BPJS Ketenagakerjaan). Artinya tidak ada lagi CoB dengan BPJSK untuk kecelakaan kerja.
Lantas bagaimana di lapangan?Â
Bila terjadi kecelakaan, dua langkah dilakukan secara simultan. Pertama, melaporkan kepada polisi, sekaligus kedua, memberikan pertolongan pada pasien. Dalam hal ini, tentu berlaku prosedur-prosedur seperti penandaan lokasi dan kesiapan adanya saksi saat nanti polisi datang. Saya tidak banyak tahu soal prosedur ini, tetapi yang jelas, pertolongan secara medis tetap harus segera diberikan. Tentu akan lebih mudah mekanismenya bila proses pertolongan tersebut juga dilakukan sudah dalam kerangka penanganan oleh polisi.Â
Sampai di RS, pasien akan langsung dilayani, dalam status pembayaran sebagai pasien Jasa Raharja. Bila nanti akhirnya biaya perawatan melebihi plafon pertanggungan dari Jasa Raharja, maka selisihnya ditanggungkan sesuai mekanisme pertanggungan BPJSK.Â
Syaratnya adalah ada Laporan Poisi  (LP). Dalam hal kondisi belum sempat membuat laporan, maka diberi kesempatan maksimalÂ
Kalau dibawa ke IGD sebelum ada laporan polisi bagaimana?
Sesuai dengan UU Praktek Kedokteran 29/2004, UU Kesehatan 36/2009, UU RS 44/2009 maupun UU Tenaga Kesehatan 36/2014, maka  kewajiban Dokter, Tenaga Kesehatan lain, dan Rumah sakit untuk memberikan pertolongan kepada setiap orang dalam keadaan gawat daruarat. Dalam hal itu, tidak boleh ada hambatan karena soal prosedur keuangan atau apalagi meminta uang muka. Artinya secara ringkas, pelaporan setiap kejadian kecelakaan lalu lintas kepada polisi, tidak untuk menghambat pemberian pertolongan.Â
Karena kasus kecelakaan, maka pada saat datang atau dibawa ke IGD, akan mendapat status sebagai pasien Jasa Raharja, bukan pasien BPJSK. Selanjutnya, diharapkan pasien, keluarga dan/atau pihak yang mewakilinya, dapat mengurus pelaporan dan surat keterangan penjaminan dari Jasa Raharja. Waktu tenggang yang disediakan adalah 3x24 jam. Selama proses itu, pasien akan dirawat dalam status sebagai pasien Jasa Raharja.Â
Dalam perkembangannya, atas koordinasi yang baik antara Dinas Kesehatan, Kepolisian dan BPJSK, di beberapa daerah memperlakukan bahwa semua pasien kecelakaan yang datang belum atau tanpa adanya Surat Keterangan dari Kepolisian, maka berhak mendaftarkan diri dan dirawat dalam status BPJSK lebih dahulu. Baru kemudian pasien, keluarga dan atau yang mewakilinya, dapat mengurus ke kepolisian. Bila sudah jelas ada jaminan, maka penanggung akan beralih ke Jasa Raharja. Untuk itu, pasien harus menanda tangani pernyataan di awal tentang mekanisme tersebut.Â
Dalam klausul lain, bila sampai saatnya seorang pasien selesai dalam perawatan, tanpa atau belum ada jaminan dari Jasa Raharja, dan telah diproses dalam jaminan BPJSK karena dianggap bukan suatu kecelakaan. Bila di kemudian terbit surat jaminan dari Jasa Raharja, maka BPJSK yang akan menagihkan ke Jasa Raharja atas biaya klaim yang telah ditanggung oleh BPJSK.Â