Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

KLL dalam JKN

31 Januari 2016   09:47 Diperbarui: 8 Maret 2016   07:41 2197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu pertanyaan ini sudah sering muncul sejak lama. Sekira 2-3 hari lalu, di media sosial muncul perdebatan seputar bagaimana pertanggungan bila seseorang peserta BPJSK mengalami kecelakaan. Perdebatan itu menyiratkan seolah-olah "harus urus polisi dulu sebelum ditolong, bagaimana kalau terlanjur mati". Sebenarnya bagaimana? Saya tidak banyak tahu soal Asuransi Jasa Raharja maupun BPJS Ketenaga Kerjaan (BPJSTK). Jadi tulisan ini dari sudut BPJS Kesehatan (BPJSK).

 Kita coba jernihkan dulu. Saat ini, dengan kewajiban menjadi peserta BPJSK, maka dalam keadaan berlalu lintas, ada dua jenis pertanggungan asuransi: Jasa Raharja dan BPJSK. Dalam hal inilah ada azas koordinasi manfaat (Coordinating of Benefit atau CoB). Walaupun rincian teknis CoB ini masih dalam pembahasan, ada 3 ciri yang dipegang dalam penerapan CoB dalam era JKN ini:

1. Tidak boleh terjadi manfaat ganda. Artinya, tidak dibenarkan untuk satu kasus pada satu orang, mendapatkan pertanggungan lebih dari satu sumber (asuransi). Dasar pertama, asuransi yang berlaku umum dan wajib yaitu yang dikelola oleh BPJS. Dengan demikian, yang pertama dipertanggungkan adalah BPJSK, selanjutnya baru asuransi lain yaitu asuransi komersial. Artinya, bila masih terdapat selisih bayar setelah pertanggungan BPJSK, maka ditanggungkan ke Asuransi Komersial. 

Lho, kok beda dengan kasus kecelakaan ini? Kita masuk prinsip kedua.

2. Hal yang berbeda bila menyangkut Asuransi Jasa Raharja yang juga sama-sama bersifat wajib (sesuai kondisi persyaratannya). Dalam hal kecelakaan lalu lintas, maka yang lebih dulu dipertanggungkan adalah yang dari Jasa Raharja. Baru kemudian bila masih terdapat kekurangan, akan dipertanggungkan sesuai mekanisme BPJSK. Karena itulah, perlu ada klarifikasi lebih dulu dari kepolisian sebagaimana ada dalam gambar terlampir (yang juga marak beredar di media sosial hari-hari ini). Bila sudah jelas bagaimana posisi pertanggungan dari Asuransi Jasa Raharja, barulah kemudian ditentukan bagaimana pertanggungan BPJSK. 

Wah, merepotkan sekali, bagaimana kalau terlanjur mati? 

Sebenarnya aturan soal Jasa Raharja itu sudah ada sejak tahun 1964 (UU 33 dan 34 tahun 1964). Hanya selama ini, kita cenderung kurang perhatian. Baru mengemuka lagi setelah era JKN. Tidak jarang, sebelum ini, ada yang diam-diam memanfaatkan situasi: sudah mendapat pertanggungan dari Askes atau Jamsostek, tetapi juga masih mengajukan klaim ke Jasa Raharja. 

Bagaimana dengan BPJSTK?

Bisa terjadi, seseorang dalam kondisi perlindungan Jasa Raharja, BPJSK dan BPJSTK. Prinsip yang dipegang: Asuransi yang lebih khusus, menjadi penanggung pertama, baru kemudian yang bersifat lebih umum. Kalau kecelakaan terjadi dalam definisi Kecelakaan Kerja, maka penanggung pertama adalah BPJSTK. Kalau kecelakaan terjadi dalam ranah Asuransi Jasa Raharja, maka penanggung pertama adalah Jasa Raharja. Bisa terjadi dalam suatu kasus ekstrem, seseorang mendapat pertanggungan dari ketiganya. 

Wah, bisa "bertumpuk" dong? Nanti dulu.

Harus dihindari pertanggungan ganda untuk satu jenis layanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun