Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tegak Lurus Limas JKN

2 Januari 2016   10:41 Diperbarui: 2 Januari 2016   11:51 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(2) Penerapan sistem kendali mutu pelayanan Jaminan Kesehatan dilakukan secara menyeluruh meliputi pemenuhan standar mutu Fasilitas Kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap luaran kesehatan Peserta.

(3) Ketentuan mengenai penerapan sistem kendali mutupelayanan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan BPJS.

Sedangkan pasal 43 merinci tugas dan kewenangan Kemkes dalam Kendali Mutu dan Kendali biaya JKN. Dalam pasal 44 Perpres yang sama, pelaksanaan dari pasal 42 dan 43 itu disebut sebagai “diatur oleh Menkes”. Tetapi kemudian dalam Perpres 111/2013 sebagai revisi terhadap Perpres 12/2013, pasal 44 tersebut dianulir.

Bahkan dalam pasal 43A Perpres 111/2013, kewenangan BPJSK itu dipertegas sebagai:

(1) BPJS Kesehatan mengembangkan teknis operasionalisasi sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas Jaminan Kesehatan.

(2) Dalam melaksanakan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.

Oleh BPJSK, tugas dan kewenangan itu diwujudkan sebagai bagian dari Peraturan BPJSK nomor 1/2014 pada pasal 80-88. Khusus pada pasal 84-88 mengatur tentang Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB).

Di lapangan, adanya pasal 24 ayat 3 UU SJSN 40/2004 tersebut sangat potensial menimbulkan gesekan dan perdebatan. Ada proses transformasi yang belum berhasil. Ada beban berat yang kemudian terekspresikan sebagai bentuk defensif. Hal itu terjadi pada para pihak.

Pertama, dari sisi BPJSK, ayat 3 pasas 24 UU SJSN itu berarti beban sangat berat karena ukurannya adalah: efektivitas dan efisiensi. Padahal jelas sebenarnya soal pelayanan kesehatan adalah ranah Kemkes. Bagaimana mungkin BPJSK sebagai Badan Bentukan baru walau adalah hasil transformasi dari PT Askes, dibebani tugas seberat itu?

Apalagi fungsi utama BPJSK adalah pengelolaan keuangan. Efektif dan efisien dalam hal keuangan, mudah diartikan sebagai “dengan sumber daya sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil maksimal”. Akibatnya di lapangan, BPJSK sadar atau tidak sadar, terdorong menjadi super-body atas dasar ayat 3 Pasal 24 tersebut. Wujudnya: sikap defensif dalam hubungan dengan para pihak lain dalam JKN. Juga dengan menerbitkan aturan-aturan yang memang bertujuan melaksanakan perintah efektif dan efisien tersebut.

Secara praktis, sebagian teman-teman BPJSK juga masih terjebak dalam sikap defensif tersebut. Misalnya dalam proses kredensial, verifikasi klaim, penyusunan mekanisme rujukan berjenjang sampai ke dalam menanggapi keluhan dari peserta terhadap pelayanan yang diberikan penyedia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun