Mohon tunggu...
Ton Abdillah
Ton Abdillah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti Lepas

Pemerhati isu sosial dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Tembakau Biang Keladi Seluruh Masalah di Muka Bumi? [Bag 1]

28 Mei 2022   17:00 Diperbarui: 28 Mei 2022   17:09 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Levy dan Marimont juga mengkritisi metodologi riset-riset tersebut. Sebab, klaim terkait 400.000 kematian akibat rokok hanya didasarkan pada hasil program komputer bertajuk Smoking Associated Mortality, Morbidity, and Economic Cost (SAMMEC). SAMMEC, menurut Levy dan Marimont, merupakan program kalkulasi serampangan yang memukul rata bahwa rokok sebagai penyebab utama kematian seseorang.

Contohnya, jika seorang perokok yang memiliki riwayat kesehatan berasal dari keluarga pengidap diabetes, penyakit jantung, kolesterol, serta jarang berolahraga, kemudian meninggal akibat serangan jantung, maka SAMMEC akan mengasosiasikan kematiannya akibat rokok.

Oleh karena itu, Levy dan Marimont menyebut angka 400.000 kematian akibat rokok merupakan klaim yang tidak berdasar.

Studi kardiovaskular Multinational Monitoring of Trends and Determinants in Cardiovascular Disease (Monica), justru tidak menemukan adanya relasi antara berkurangnya resiko penyakit jantung dengan perubahan atas obesitas, kebiasaan merokok, tekanan darah, serta tingkat kolesterol seseorang.

Studi Monica dilakukan selama 10 tahun sejak 1980-1990, dan dipublikasikan pada 1998 pada Kongres Kardiologi Eropa di Vienna, Austria, dengan menggandeng 10 juta responden. Studi ini meneliti 150.000 data serangan jantung di Eropa Barat, Rusia, Islandia, Kanada, Tiongkok, dan Australia.

Studi Monica menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab serangan jantung justru lebih banyak diakibatkan oleh kecemasan, kemiskinan, perubahan ekonomi dan sosial.

Studi ini mengilustrasikan bahwa jika seseorang yang telah berhenti merokok namun menderita stres akut akibat kebangkrutan atau kehilangan rumah, maka ia justru lebih berpotensi mengalami serangan jantung.

Sementara itu, sejumlah penelitian oleh beberapa universitas di Kanada, Inggris, dan AS melaporkan bahwa faktor genetik, usia, dan jenis kelamin punya kontribusi 63-80% terhadap serangan jantung ketimbang faktor non modifiable seperti gaya hidup, pola makan, dan aktivitas fisik.

Lantas mengapa rokok selalu dipandang negatif?

Wanda Hamilton (2010) dalam buku bertajuk Nicotine War menjelaskan bahwa serangan-serangan terhadap industri tembakau selama ini sejatinya merupakan perang dagang yang dilakukan perusahaan-perusahaan farmasi untuk menguasai pasar nikotin global.

Kampanye antitembakau adalah propaganda terstruktur untuk menebarkan ketakutan berlebihan terhadap rokok dan produk tembakau sekaligus memasarkan obat-obatan berhenti merokok (selanjutnya disebut produk farmasi) dari para perusahaan farmasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun