Tepat setahun, Penulis senang dengan hadirnya usulan Komisi B DPRD Kota Depok tentang perda penataan dan pembinaan PKL, namun hingga kini tidak ada perkembangan apapun, mandegnya raperda itu ibarat angin yang berlalu begitu saja, nada nya dikuping singkat lalu pergi entah kemana, usulan itu penulis iira seperti oase bagi para PKL, ternyata tidak ada 0engaruh apapun. Isi tulisan dibawah ini akan menjadi fefleksi bagi semua, penulis sebenarnya muak akhir-akhir ini memandang peristiwa politik di negeri jenaka bernama Indonesia, banyak pihak seolah tak tahu bahwa dibalik konpleksitasnya problem bangsa ini, ada diruang tersendiri persoalan PKL, persoalan yang tidak bisa dipandang remeh.
Penulis masih bertahan pada argument dari PKL ekonomi kita susun kembali, bukan penulis tidak paham soal ekonomi yang agak repot dengan segala kemakroannya, tapi penulis berpandang lain dari banyak pihak. Demikianlah tulisan dibawah menjadi refleksi, selamat membaca!
Beberapa waktu lalu, penulis mendapatkan informasi lewat media elektronik tentang usulan Komisi B DPRD Kota Depok tentang Raperda pemberdayaan dan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL), Tentu ini adalah angin segar bagi para PKL, pelaku pejuang ekonomi kerakyatan sejati. Betapa tidak, tanpa Peraturan Daerah atau payung hukum yang mengaturnya PKL tak ubahnya seperti anak ayam yang kehilangan induknya, mencoba bertahan atas situasi sulit kehidupan namun tak terperhatikan oleh tuan di negerinya sendiri.Â
Penulis sempat diundang oleh DPRD Kota Depok pada Februari 2020 silam mewakili organisasi PPKLI (Persatuan Pedagang Kaki Lima Indonesia) ketika DPRD melaksanakan rapat kerja untuk melakukan Evaluasi terhadap beberapa perda, salah satu perda yang ingin di evaluasi adalah terkait ketertiban umum dan guru honorer berlokasi di salah satu hotel Cibubur. Entah mengapa organisasi PKL diundang dalam rapat kerja tersebut, mungkin saja PKL dianggp kelompok masyarakat yang paling sering melanggar persoalan ketertiban umum.
Kepada pimpinan rapat waktu itu Bang Ikravany sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan saya sampaikan, persoalan menertibkan adalah hal yang mudah, pemerintah memiliki alat untuk menertibkan PKL, jangankan PKL sebagai kelompok masyarakat bawah dan lemah, Masyarakat yang memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar saja pemerintah bisa menertibkan nya.
Jadi soal nya bukan hanya melibatkan masalah penertiban terhadap PKl, tapi masalah pembinaan, pemberdayaan kepada para PKL, saya sebagai perwakilan organisasi PKL mengusulkan agar jangan hanya melakukan evaluasi terhadap perda ketertiban umum, tapi harus ada usulan mengenai perda ysng membahas persoalan pembinaan dan pemberdayaan dan penataan PKL di Kota Depok.Â
*PENGGUSURAN PKL DAN PERLAWANAN NYA*Â
Ketika mendengar usulan dari Komisi B DPRD Kota Depok tersebut, memori penulis kembali diingatkan pada peristiwa November 2015 silam, ketika melakukan pendampingan 500 Pedagang Kaki Lima di sepanjang Jl. Raya Bogor (dari Simpangan Depok - Perbatasan Cibinong) bagi para PKL, mereka mendapatkan surat dari Satpol PP Kota Depok yang menginstruksikan PKL untuk dapat mangkat dari tempatnya mencari nafkah, Waktu itu Walikota Depok adalah pak Nurmahmudi Ismail dan Kasatpol PP Kota Depok Ibu Nina Suzana.Â
Berbulan-bulan lamanya penulis melakukan pendampingan untuk para PKL, bersama dengan PKL dan PPKLI melakukan perlawanan kepada pemerintah, mencoba mencari solusi terbaik selain pengfusuran, meski ditengah kesibukan sebagai seorang Mahasiswa Fakultas Ekonomi di sebuah Perguruan Tinggi yang ada di Jakarta, Akhirnya kita harus menerima kenyataan pahit dan kalah pada keadaan bahwa ada 500 kepala keluarga yang kehilangan mata pencaharian dan ada ribuan nyawa yang terancam keberlangsungan hidupnya akibat penggusuran tersebut. mengapa demikian?Â
Bayangkan saja jika masing-masing dari 500 orang PKL tersebut memiliki satu istri dan dua orang anak, ada 2000 nyawa yang hidup dan mati nya dipertaruhkan lewat usaha dan pekerjaan sebagai seorang Pedagang Kaki Lima. Dalam peristiwa ini, bijaknya kita tidak menyalahkan siapa-siapa, sebab PKL tidak memiliki payung hukum yang kuat saat berusaha dilahan yang bukan kepemilikannya (Lahan Negara), sayangnya juga pemerintah tidak terlalu peka untuk mengatasi fenomena sosial masyarakat yang terjadi semacam ini.Â
Saat itu hingga bahkan sampai sekarang Depok juga belum memiliki Perda tentang pembinaan, pemberdayaan dan penataan untuk para PKL, dan Satpol PP sebagai garda terdepan pemerintah dalam persoalan ketentraman dan ketertiban Masyarakat yangg mendapat perintah oleh pimpinan terpaksa mengeksekusi PKL disepanjang JL. Raya Bogor tersebut.
Kalah jadi abu menang jadi arang, penggusuran mengakibatkan hilangnya mata pencaharian, pembiaran tanpa pembinaan juga dapat bersoal pada ketertiban dan ketentraman di Masyarakat, Pembinaan tanpa payung hukum yang jelas juga sesuatu yang dilema bagi Pemerintah, Peristiwa November 2015 silam adalah salah satu kenyataan pahit yang dialami penulis dalam melakukan pendampingan kepada para PKL yang ada di Kota Depok, beberapa wilayah lain diantaranya Pasar Pal Cimanggis, Blok A Cinere, Jl. Merdeka Sukmajaya dan lainnya, ada yang mampu bertahan dan tidak sedikit yang harus menerima kekecewaan akibat tergusur.Â
*URGENSI PERDA PEMBERDAYAAN, PENATAAN, PEMBINAAN PKL*Â
Penulis sangat mengapresiasi langkah Komisi B DPRD Kota Depok, langkah ini cukup konstruktif, meski lambat tapi terus bergerak untuk menata ulang dinamika perekonomian Masyarakat Kota Depok khususnya Ekonomi sektor Informal. Bagi penulis, cara manusiawi yang lebih tepat untuk menyebutkan istilah tentang Pedagang Kaki Lima adalah dengan sebutan pelaku Ekonomi Sektor Informal atau Pedagang Kreatif Lapangan, sebutan ini bukan tanpa sebab, ketika menghadiri undangan LIPI sebagai panelis (sekarang BRIN) dalam diskusi pada tahun 2015 lalu.
penulis mengawal Presiden DPP PPKLI bapak H. Hermansyah Yang diwakilkan oleh Sekjend DPP PPKLI Bapak Drs. Junaedi Sitorus, organisasi kami menjadi salah satu yang dipertimbangkan untuk memberikan usul dan saran dalm berjalannya diskusi, sebagai upaya dalam rangka mempercepat undang-undang pemberdayaan bagi pelaku Ekonomi sektor Informal (Istilah yang diambil oleh LIPI), organisasi kami lebih menekankan pengusulan UU bernama Penataan, Pemberdayaan dan Pembinaan PK.
sebuah format konkret yang mengatur tentang pemberdayaan, penataan dan pembinaan PKL secara khusus, karena memang menurut data BPS Jumlah PKL di Indonesia bisa mencapai 26,7 juta jiwa, sekarang semua dituangkan dalam dalam RUU Kewirausahaan Nasional yang hingga kini belum selesai, masih bersifat rancangan dan terus tersimpan di dalam Prolegnas di DPR RI. Saya harus sampaikan begini, Pemerintah Kota Depok dalam hal ini Komisi B DPRD Kota Depok cukup lambat dalam mengelola isu tentang PKL.
Kota/Kabupaten lain di Indonesia sudah start sejak lama, mereka telah memiliki perda ini, tercatat jika di Jawa Barat saja Kota Sukabumi, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Bandung, Kabupaten Karawang dan Kabupaten lainnya sudah ada, Depok harusnya sebagai daerah yang berdekatan dengan Jakarta (etalase Ibu kota) yang memiliki jumlah PKL relatif lebih banyak harus nya lebih dulu dibanding daerah lain, tingkat pengangguran, PHK dalam skala masyarakat urban seperti Kota Depok cukup tinggi.
situasi itu adalah sektor paling mempengaruhi yang menjadi pintu masuk bagi seseorang untuk menjadi PKL, selain faktor nasab dilain sisi sebagai situasi berbeda, solusi termudah untuk bertahan hidup adalah dengan menjadi Pedagang Kaki Lima. Usaha sebagai seorang pedagang kaki lima "jika dikelola dengan baik" dapat menghasilkan manfaat dan kesejahteraan yang tidak main-main.
Atas dasar pembinaan dan pemberdayaan tersebut, PKL dapat dipermudah dalam hal menentukan segmentasi pasar yang tepat dengan lokasi yang ditentukan oleh Pemerintah, menentukan promosi yang tepat juga pastinya, dengan hal ini kita mendukung PKL untuk terus berkembang secara signifikan, mengangkat derajat nya semula pelaku ekonomi sektor informal agar bisa menjadi formal, pelaku ekonomi mikro menjadi makro, meningkatkan jumlah pengusaha Indonesia yang saat ini masih relatif sedikit, meningkatkan perekonomian negara.Â
*IKHTIAR MEMBANGUN EKONOMI KITA*Â
Pada tahun 2011 silam, Presiden SBY membuat sebuah gebrakan baru dengan meluncurkan program "Gerakan Kewirausahaan Nasional", gerakan ini menjadi cikal bakal RUU Kewirausahaan Nasional hari ini, setahun berikutnya dalam rangka memperingati gerakan setahun nya gerakan kewirausahaan nasional November 2012, PPKLI hadir diacara yang langsung dibuka oleh Presiden SBY di Gedung semesco Jakarta, kegiatan tersebut bertema "Kewirausahaan untuk Semua". PPKLI adalah salah satu organisasi yang diundang.
organisasi seprofesi lainnya yang diundang adalah APKLI, Asosiasi Pedagang Pasar seluruh Indoensia, seingat penulis hanya 3 organisasi ini yang diundang pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UMKM RI, acara di gedung Semesco tersebut merupakan puncak dari rangkaian acara yang dilakukan sebelumnya, gerakan kewirausahaan nasional di Semarang, Solo, Mataram, Makasar dan puncaknya di Jakarta, PPKLI hadir dan ikut mensukseskan acara diseluruh rangkaian nya.Â
Pasca peluncuran gerakan ini, pemerintah mulai menindaklanjutinya dengan membuat produk hukum sebagai upaya melangkah kedepan, bisa kita lihat dengan muncul nya Perpres 125/2012 tentang koordinasi penataan dan pemberdayaan PKL, dalam mengawal Perpres ini, Kemendagri menjadi garda terdepan untuk memimpin komando koordinasi Perpres tersebut, setelahnya Kemendagri mengeluarkan Permen 41/2012 tentang pedoman penataan dan pemberdayaan PKL, Permen ini bersifat teknis, untuk mempermudah Gubernur, Bupati dan Walikota dalam menterjemahkan dan mengaktualisasikan pola kerja untuk melakukan pembinaan kepada PKL di tempatnya masing-masing.
tak hanya itu, muncul pula Permen ATR/BPN RI 21/2015 diperbaharui menjadi Permen 2/2016 tentang pemberian sertifikat HGB bagi PKL di lahan-lahan atas kepemilikan Pemerintah, Lahan yang diberikan adalah lahan yang atas kepemilikan Pemerintah Daerah, Kementerian atau lembaga negara lainnya, Pemberian HGB selama 5 Tahun dan bisa diperpanjang setelahnya, Provinsi, Kabupaten, Kota membuat Perda tentang penataan, pemberdayaan dan pembinaan kepada PKL, 11 Tahun sudah gerakan kewirausahaan Nasional diluncurkan, Depok baru menindaklanjuti nya.
Jarak yang dekat dengan Ibu Kota ternyata tidak membuat Depok sigap dalam merespon perkembangan yang ada, tulisan ini menjadi refleksi bagi kita semua untuk sama-sama berikhtiar memberikan yang terbaik bagi Bangsa ini dimanapun berada, pelan tapi pasti, kita harus menata ulang Ekonomi kita dimulai dengan sektor Ekonomi Informal.Â
Depok, 21 Juni 2022Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI