Sungguh disayangkan memang, kendati anggaran meningkat, persoalan mendasar masih jua dijumpai. Tahun lalu, sebanyak 10,94 persen ruang kelas SD rusak berat dan 19 dari 100 gurunya belum tamat Starata 1 (S1). Begitu pula SMP, hampir 9 persen ruang kelasnya rusak berat dan 13 dari 100 gurunya tidak kualified.
Sejumlah persoalan tersebut menyisakan pertanyaan besar. Benarkah jumlah tersebut belum memadai? Atau pemanfaatannya yang justru tak terurus tepat?
Yang pasti 20 persen belum memberi dampak yang berarti. Pemerintah sebaiknya meninjau ulang pemanfaatan anggaran pendidikan, baik dari sisi aturan maupun pelaksanaanya. Perlu dipastikan ketepatan penggunaan anggaran pendidikan sesuai peruntukkannya. Kita tentu berharap praktik-praktik kotor tidak harus mewabah di kompleks kawah candaradimuka tersebut.
Selanjutnya, langkah tegas menyeret oknum yang terlibat praktik pungli ke ranah hukum sungguh mendesak. Jika segera dilakukan, siswa tak harus menanggung konsekuensi logis pupusnya harapan lebih dini. Bagi siswa dari kalangan bawah, rupa-rupa pungutan membuat derita. Terlebih di tengah melesunya daya beli, pungli di sekolah benar-benar tak membantu.
Jika tak berbenah, target keempat SDGs --menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua--, akan menemui hambatan berarti.