Setelah sekian waktu tayang di Bioskop. saya akhirnya menonton Film yang diangkat dari novel Pramoedya Ananta Toer. Apalagi kalau bukan yang namanya Bumi Manusia. Saya bukan nonton sendirian.
Kali ini saya nonton bareng dengan Mas Budiman Sudjatmiko. Â Baik benar Mas Bud sudah mengajak saya menonton film ini.Â
Saya juga sebenarnya bukanlah seorang kritikus film. Saya hanya suka menonton film dan ya menulis tentang film tersebut dari pandangan pribadi saya saja.
Sebelum masuk film, Penonton Diajak Berdiri untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya.Â
Baik, mari kita masuk ke filmnya
Secara cerita, saya suka dengan cerita film ini, yang berbau pergerakan. Ya pergerakan untuk melawan kolonialisme Belanda. Di film ini, digambarkan bagaimana Nyai Ontosoroh dan Minke, melawan Belanda.
Dia digambarkan melawan Belanda karena dia istri yang dianggap tidak sah dari Pria Belanda, Herman Mellema. Karena istri tidak sah, dia harus kehilangan perkebunan atau pertanian yang dia kelola dan dibangunnya.
Tidak hanya itu, dia juga harus kehilangan hak asuh atas anaknya Annelies Mellema, karena istri tidak sah. Minke yang diperankan oleh Iqbaal Ramadhan juga ikut melawan, karena pernikahan dia dengan Annelies dianggap tidak sah.
Secara cerita, ini membangkitkan emosi. Saya emosi karena disini digambarkan secara baik soal diskriminasi di era Belanda. Pribumi bahkan digambarkan bukan warga istimewa. Belum lagi oleh belanda dipanggil dengan jenis hewan.
Secara cerita memang membangkitkan emosi. Tapi tidak dengan lainnya.Â
Saya sedikit kecewa dengan set film ini yang sangat terlihat dibuat-buat. Bahkan CGI suasana Surabaya di Pelabuhan, masih terlihat agak kasar. Tone warna film ini juga tidak terkesan vintage atau jaman dahulu.