Seperti yang saya ceritakan di cerita saya sebelumnya, saya berpergian ke Sumatera. Selama 8 hari saya menjelajah dari Lampung hingga Sumatera Utara.
Di tulisan saya sebelumnya juga, saya menceritakan perjalanan yang cukup membuat saya tegang dan deg-degan untuk bertemu dengan Suku Anak Dalam. Bertemu dengan Suku Anak Dalam ini memang sudah bagian dari perjalanan saya ke Sumatera.
Setelah menempuh perjalanan, saya sampai di rumah Jenang Jalaludin. Beliau adalah Kepala Suku Anak Dalam. Setelah berkenalan saya berbincang. Awalnya saya berpikir Jenang merupakan nama. Tapi anggapan saya salah ternyata.
Jabatan Jenang ini sendiri tidak diberikan begitu saja. Tapi melalui pemilihan. Sudah demokratis ternyata. Jenang Jalaludin sendiri, memimpin sekitar 315 Kepala Keluarga Suku Anak Dalam. Secara statistik, jumlahnya 1260. Perhitungannya bisa seperti itu karena 1 KK terdiri dari 4 orang. Jumlahnya sendiri, bisa lebih dari angka tersebut.
Jenang Jalaludin kemudian melanjutkan ceritanya bahwa dia membawahi Temenggung. Di bawah Temenggung masih ada Depati, Mangku, Anak Dalam, dan Menti.
Wah ternyata ada struktur pemerintahannya. Keren sekali. Nah Temenggung inilah yang memilih Jenang. Sebenarnya sampai ke Menti ikut memilih, tapi untuk memudahkan, cukup Temenggung saja yang memilih.
Jenang melanjutkan penjelasannya bahwa untuk urusan hukum ada Tengganai. Semacam jaksa atau hakim. Untuk yang menjaga keamanan, namanya Debalang Batin.
Wow!Â
Cerita makin seru. Jenang menuturkan, apabila ada warga Suku Anak Dalam yang melanggar hukum, Tengganai bersama dengan Temenggung akan menyidang dan menjatuhkan hukuman. Hukuman ini sendiri berupa denda. Woh!
Untuk urusan hukum sendiri, Jenang bercerita ada undang-undang 4 yang Dipucuk atau 4 Aturan Utama.
Menarik nih!
Yang pertama, Jenang mengatakan nama hukumnya:Â Menikam Bumi.
Terperangah saya. Apaan itu?
Menikam Bumi ini adalah larangan menikah dengan ibu sendiri, meskipun ibu sendiri. Itu saja? Ibu mertua walaupun sudah mantan mertua tidak boleh dinikahi juga. Sangat ketat ternyata.
Aturan kedua yang juga sangat ketat. Namanya Mencerak Telur.
Wah apalagi ini?
Mencerak telur adalah larangan menikah dengan anak meskipun anak tiri, hingga keponakan.
Lanjut ke Nomer 3, larangannya adalah dilarang menikah dengan saudara meskipun saudara tiri. Saudara ini bisa kakak adik ataupun sepupu. Nama aturan ini adalah Melebung Dalam.
Dan yang sangat ketat atau menurut saya paling ketat adalah nomor 4. Namanya Pancuran Gading.
Aturan ini melarang menikahi istri orang lain. Kalaupun sudah bercerai, banyak faktor yang harus dilihat. Misalnya lama bercerai dan hal lainnya.
Aturan lain juga masih banyak. Tapi yang terutama adalah empat tadi. Kencing sembarangan bagi perempuan juga dilarang. Apalagi kalau sampai terlihat oleh orang lain. Hukumannya bisa berat!
Jenang juga banyak bercerita hal lain. Tapi saya tidak mungkin menuliskannya di sini. Dua jam mengobrol dengan Jenang Jalaludin tidak terasa. Kami harus meneruskan perjalanan.
Melalui Jenang Jalaludin saya bisa mengetahui soal Suku Anak Dalam ini. Masih banyak yang saya ingin pelajari dari mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H